Kamis, 09 Agustus 2018

Kerajaan Galuh


Kerajaan Galuh

Kerajaan Galuh adalah suatu kerajaan Sunda di pulau Jawa, yang wilayahnya terletak antara Sungai Citarum di sebelah barat dan Sungai Ci Serayu juga Cipamali (Kali Brebes) di sebelah timur. Kerajaan ini adalah penerus dari kerajaan Kendan, bawahan Tarumanagara.[4][5][6]

Kerajaan Galuh669–1482

Wilayah Kerajaan Bersatu Sunda dan Galuh

Ibu kotaKarangkamulyan, Cijeungjing, Ciamis(612-702[1] [2] [3] 
Saunggalah (669-1311)
Kawali (1311-1482)BahasaBahasa SundaBahasa BanyumasanAgamaHinduBuddhaSunda WiwitanBentuk pemerintahanMonarkiSejarah - Pemisahan diri dari Tarumanegaradi bawah Wretikandayun669 - Penyatuan Sunda dan Galuh di bawah Sri Baduga Maharaja1482Mata uangMata uang emas dan perak

PendahuluPenggantiTarumanagaraKerajaan Sunda

Sejarah mengenai Kerajaan Galuh ada pada naskah kuno Carita Parahiyangan, suatu naskahberbahasa Sunda yang ditulis pada awal abad ke-16. Dalam naskah tersebut, cerita mengenai Kerajaan Galuh dimulai waktu Rahiyangta ri Medangjati yang menjadi raja resi selama lima belas tahun. Selanjutnya, kekuasaan ini diwariskan kepada putranya di Galuh yaitu Sang Wretikandayun.[7]

Saat Linggawarman, raja Tarumanagara yang berkuasa dari tahun 666 meninggal dunia pada tahun 669, kekuasaan Tarumanagara jatuh ke Sri Maharaja Tarusbawa, menantunya dari Sundapura, salah satu wilayah di bawah Tarumanagara. Karena Tarusbawa memindahkan kekuasaan Tarumanagara ke Sundapura, pihak Galuh, dipimpin oleh Wretikandayun (berkuasa dari tahun 612), memilih untuk berdiri sebagai kerajaan mandiri. Adapun untuk berbagi wilayah, Galuh dan Sunda sepakat menjadikan Sungai Citarum sebagai batasnya.

Kerajaan kembarSunting

Wretikandayun mempunyai tiga anak lelaki: Rahiyang Sempakwaja (menjadi resiguru di Galunggung), Rahiyang Kidul (jadi resi di Denuh), dan Rahiyang Mandiminyak. Setelah menguasai Galuh selama sembilan puluh tahun (612-702), Wretikandayun diganti oleh Rahiyang Mandiminyak, putra bungsunya, sebab kedua kakaknya menjadi resiguru.[8]

Dari Nay Pwahaci Rababu, Sempakwaja mempunyai dua anak: Demunawan dan Purbasora. Akibat tergoda oleh kecantikan iparnya, Mandiminyak sampai terseret ke perbuatan nista, sampai melahirkan Sena (atau Sang Salah). Sedangkan dari istrinya, Dewi Parwati, putra dari Ratu Sima dan Raja Kartikeyasingha, Mandiminyak mempunyai putra perempuan yang bernama Sannaha. Sannaha dan Sena lantas menikah, dan mempunyai putra yang bernama Rakryan Jambri (atau disebut Sanjaya).

Kakuasaan Galuh yang diwariskan pada Mandiminyak (702-709), kemudian diteruskan oleh Sena. Karena merasa punya hak mahkota dari Sempakwaja, Demunawan dan Purbasora merebut kekuasaan Galuh dari Sena (tahun 716). Akibat terusir, Sena dan keluarganya lantas mengungsi ke Marapi di sebelah timur, dan menikah dengan Dewi Citrakirana, putra dari Sang Resi Padmahariwangsa, raja Indraprahasta.[9]

Raja-raja GaluhSunting

Raja-raja yang pernah berkuasa di Galuh:

Wretikandayun (Rahiyangta ri Menir, 612-702)Mandiminyak atau Prabu Suraghana (702-709)Sanna atau Séna/Sannaha (709-716)Purbasora (716-723)Rakeyan Jambri/Sanjaya, Rakai Mataram/Harisdarma (723-732); Galuh bersatu dengan SundaTamperan Barmawijaya (732-739)Sang Manarah (739-746)Rakeyan ri Medang (746-753)Rakeyan Diwus (753-777)Rakeyan Wuwus (777-849)Sang Hujung Carian (849-852)Rakeyan Gendang (852-875)Dewa Sanghiyang (875-882)Prabu Sanghiyang (882-893)Prabu Ditiya Maharaja (893-900)Sang Lumahing Winduraja (900-923)Sang Lumahing Kreta (923-1015)Sang Lumahing Winduraja (1015-1033)Rakeyan Darmasiksa (1033-1183)Sang Lumahing Taman (1183-1189)Sang Lumahing Tanjung (1189-1197)Sang Lumahing Kikis (1197-1219)Sang Lumahing Kiding (1219-1229)Aki Kolot (1229-1239)Prabu Maharaja (1239-1246)Prabu Bunisora (1357-1371)Mahaprabu Niskala Wastu Kancana (1371-1475)Dewa Niskala (1475-1483)Ningratwangi (1483-1502)Jayaningrat (1502-1528)maharaja cipta sanghyang di galuh ( 1528-1595 )

Atau menurut Naskah Wangsakerta daftar lengkap raja-raja yang bertahta di Kerajaan Galuh antara lain:

Sang Wretikandayun (534-592) Saka (S)/ (612/3-670/1) M (Masehi) sebagai Raja Galuh.Sang Mandiminyak/ Suraghana (624-631) Saka/ (702/3-709/10) M.Sang Senna atau Sanna631-638 Saka/ (709/10-716/7) M.Sang Purbasura (638-645) Saka/ (716/7-723/4) M.Sang Sanjaya, Rakai Mataram (645-654) Saka/ (723/4-732/3) M, sebagai Maharaja Galuh dan Sunda.Sang Tamperan (654-661) Saka/ (732/3-739/40) M sebagai Maharaja Galuh dan Sunda.Sang Manarah (661-705) Saka/ (740-784), sebagai penguasa Galuh.Sang Manisri (705-721) Saka/ (783/4-799/800) Masehi sebagai raja Galuh.Sang Tariwulan (721-728) Saka/ (799/800-806/7) sebagai raja Galuh.Sang Welengsa (728-735) Saka (806/7-813/4) M sebagai raja Galuh.Prabhu Linggabhumi (735-774) Saka/ (813/4-852/3) M sebagai raja Galuh.Danghyang Guru Wisuddha (774-842) Saka/ (852/ 3-920/1) M sebagai ratu Galuh.Prabhu Jayadrata (843-871) S/ (921/2-949/50 M sebagai ratu Galuh.Prabhu Harimurtti (871-888) S/ (949/50-966/7) M.Prabhu Yuddhanagara (888-910) S/ (966/7-988/9) M sebagai ratu Galuh.Prabhu Linggasakti (910-934) S/ (988/9-1012/3) M sebagai ratu Galuh.Resiguru Dharmmasatyadewa (934-949) S (1012/3-1027/8) M sebagai raja Galuh.Prabhu Arya Tunggalningrat (987-1013) S/ (1065/6-1091/2) M sebagai raja wilayah Galuh.Resiguru Bhatara Hyang Purnawijaya (1013-1033) S/ (1091-1111) M sebagai ratu Galuh.Bhatari Hyang Janawati (1033-1074) S/ (1111/2-1152/3) M sebagai ratu Galuh dengan ibukota Galunggung.Prabhu Dharmmakusuma (1074-1079) S/ (1152/3-1157/8) M sebagai maharaja Galuh dan Sunda.Prabu Guru Darmasiksa (1097-1219) S/ (1157/8-1297/8) M sebagai maharaja Galuh dan Sunda.Rakeyan Saunggalah (1109-1219) S/ (1167/8-1297/8) M sebagai ratu Galuh, (1219-1225) S/ (1297/8-1303/4) M menjadi Maharaja Galuh dan Sunda.Maharaja Citragandha (1225-1233) S/ (1303/4¬-1311/2) M sebagai Maharaja Galuh dan Sunda.Maharaja Linggadewata (1233-1255) S/ (1311/2-1333/4) M sebagai Maharaja Galuh dan Sunda.Maharaja Ajiguna (1255-1262) S/ (1333/4-1340/1) M sebagai Maharaja Galuh dan Sunda.Maharaja Ragamulya (1262-1272) S/ (1340/1¬-1350/1) M sebagai Maharaja Galuh dan Sunda.Maharaja Linggabhuwana (1272-1279) S/ (1350/1-1357/8 M sebagai Maharaja Galuh dan Sunda.Mangkubhumi Suradhipati (1279-1293) S/ (1357/8-1371/2) M, Maharaja Galuh dan Sunda .Mahaprabu Niskala Wastu Kancana (1293-1397) S/ (1371/2¬-1475/6), penguasa Galuh dan Sunda.Dewa Niskala atau Ningrat Kancana (1397-1404) S/ (1475/6-1482/3 M, sebagai raja Galuh.Prabhu Ningratwangi (1404-1423) S/ (1482/3-1501/2) M, sebagai ratu Galuh mewakili kakaknya, Sri Baduga Maharajapenguasa Galuh dan Sunda.Prabhu Jayaningrat (1423-1450) S/ (1501/2-1528/9) M Prabhu Jayaningrat bukan ratu Galuh terakhir, dan kerajaan Galuh tidak ditaklukkan oleh Kerajaan Cirebonnamun Kawali tidak jadi pusat Kerajaan Galuh tetapi berpindah ke Galuh Salawe Pangauban di Cimaragas, Ciamis.Maharaja Cipta Sanghyang di Galuh Salawe ( 1528-1595 ) di Cimaragas, Ciamis. Masa Kerajaan Galuh berakhir di jaman Mataram 1595 saat itulah raja raja di seluruh pulau Jawa termasuk galuh di turunkan statusnya menjadi kebupatian oleh Mataram. [10][11]Prabu Cipta Permana (1595-1618) M raja Kerajaan Galuh terakhir? Dapat pula dilihat dalam Daftar Bupati Ciamis dimana Adipati Panaekan (1618 - 1625) M sebagai bupati Galuh pertama (Kerajaan Galuh jadi Kabupaten Galuh sampai tahun 1914) atau Ciamis (nama Kabupaten Ciamis sejak 1916 zaman bupati Aria Sastrawinata yang menjabat tahun 1914 - 1935). [12][13]

Kisah klasik Sang Manarah Baginda Maharaja Jayaprakosa Mandaleswara Salakabuana (Ciung Wanara)Sunting

Galuh Kawali sepeninggal Prabu JayaningratSunting

Sepeninggal Prabu Jayaningrat, penguasa Galuh Kawali dalam pengaruh Cirebon:

Pangeran Dungkut (lungkut) (1528 - 1575M) putra Lanangbuana, raja kuningan menjadi penguasa Galuh Kawali pengganti Jayaningrat.Pangeran Bangsit (1575-1592 M) disebut juga Mas Palembang putra Pangeran Dungkrut.Pangeran Mahadikusumah/Apun di Anjung (1592 M) putra Pangeran Bangsit.Pangeran Usman (1643) menikahi putri Pangeran Mahadikusumah dan ia yang pertama dimakamkan di situs kawali.Dalem Adipati Singacala (1643-1718 M) putra Adidempul Cicit pangeran Bangsit, menikahi Nyi Anjungsari putri Pangeran Usman. [14]

Sementara di wilayah Galuh lain yaitu Galuh Pangauban (Ciamis Selatan). Nama Galuh muncul lagi yang ingin menjadi Ratu Galuh yang menguasai kerajaan kecil (semacam kandaga lante) tempat Pangauban (perlindungan). Terletak antara Cipamali dan Cisanggarung lalu ke daearah aliran Sungai Citanduy. Kerajaan Galuh yang dirancang oleh Pucuk Umum (Pangauban) dibangun oleh Kamalarang dibantu oleh masyarakat Pakidulan yang tempatnya di tengah hutan berjarak dari laut sepenyirihan (kurang lebih 5 km) luasnya kurang lebih 100 depa persegi (sekitar 1,2 m). [15]

Sekelilingnya dipagar tanaman Haur Kuning yang berduri, sebelah Utara dibuat alun-alun yang luasnya 50 depa persegi, di sebelah Selatan ada tanah kosong seluas 50 deupa persegi. Bangunan keratonnya sangat sederhana tenggaranya didirikan tujuh rumah untuk para menteri dan pegawai negara yang penting. Di sekitar rumpun haur dikelilingi oleh perumahan rakyat yang setia sebanyak 100 orang ditambah oleh rakyat Bagolo serta Kamulyan Maratama, Maradua, dan Maratiga yang setia kepada Prabu Haur Kuning dalam membangun pusat Galuh Pangauban. [16]

Pada tahun 1516 M Pucuk Umum (Pangauban) karena simpati kepada Islam dan ajarannya pernah memimpin pasukan ke Malaka membantu Patih Yunus dari Kesultanan Demak atas perintah Raden Patah. Tapi Pucuk Umum tidak mau diangkat menjadi pimpinan Islam karena alasannya harus menyerang kerajaan Pajajaran sedangkan Pajajaran itu adalah eyangnya, akhirnya Pucuk Umum dibuang ke Ujung Kulon bersama istrinya. [17]

Prabu Haur Kuning (1535 – 1580 M) putra Pucuk Umum (Pangauban). Maharaja Cipta Sanghiang (1580 – 1595 M ) putra Prabu Haur Kuning yang menjadi raja Galuh Gara Tengah dengan Gelar Maharaja Prabu Cipta Sanghyang Permana dan termasuk Raja Galuh terakhir yang beragama Hindu jasadnya dilarung di Ciputrapinggan sekarang adalah desa Putrapinggan, Kalipucang, Pangandaran. Prabu Cipta Permana (1595 – 1618 M) Ratu Galuh yang pertama masuk Islam karena menikahi Tanduran Tanjung putri Maharaja Mahadikusumah, penguasa Cirebon di Galuh Kawali.

Sebelum tahun 1596 M Cirebon belum terikat oleh Mataram bahkan daerah Ciamis Utara yang dimaksud utara Citanduy ada di bawah kekuasaan Cirebon termasuk Panjalu, Ciamis. Pada tahun 1618, Mataram menguasai Galuh dimulai pergantian gelar Raja yang tadinya bergelar Ratu atu Sanghyang dengan gelar Adipati yaitu bupati di bawah kekuasaan Mataram. [18]

Wilayah Galuh pada Masa Hindia BelandaSunting

Kabupaten Galuh Ciamis, kejayaan zaman Kangjeng PrabuSunting

Kangjeng Prabu sebagai bupati Galuh yang keenambelas ini paling ternama. Ia mempunyai ilmu yang tinggi dan merupakan bupati pertama di wilayah itu yang bisa membaca huruf latin. Memerintah dengan adil disertai dengan kecintaannya pada rakyat. Empat puluh tujuh tahun lamanya Raden Adipati Aria Kusumadiningrat memimpin Galuh Ciamis (1839-1886).

Pemerintah kolonial saat itu sedang menjalankan Tanam Paksa. Sebetulnya di tatar Priangan sejak tahun 1677 sudah dilaksanakan juga apa yang disebut Preangerstelsel atau sistem Priangan yang berkaitan dengan komoditi kopi. Sampai sekarang terabadikan dalam lagu yang berurai air mata yang bunyinya "Dengkleung dengdek, buah kopi raranggeuyan. Ingkeun saderek, ulah rek dihareureuyan", gambaran seorang wanita yang sedih berkepanjangan karena ditinggal pujaan hati bekerja dalam tanam paksa. Dari Preangerstelsel, di tempat lain dimekarkan menjadi Culturstelsel. Jelas di Kabupaten Galuh ini bukan cuma komoditi kopi yang dipaksa harus ditanam olah rakyat, tetapi juga nila. Proyek nila ini menimbulkan insidenVan Pabst yang menyebabkan Bupati Ibanagara dicopot dari jabatannya.

Awal Mula adanya Perkebunan Kelapa di GaluhSunting

Sungai Citarum menjadi pembatas antara Kerajaan Sunda dan Kerajaan Galuh.

Tentu saja Kangjeng Prabu bersedih hati dan prihatin menyaksikan rakyatnya dipaksa harus menanam kopi dan nila, sementara hasilnya diambil oleh Belanda. Rakyat hanya kebagian mandi keringatnya, cuma kebagian repotnya saja, meninggalkan anak, isteri, dan keluarga, sehari-hari hanya mengurus kebun kopi dan teh. Di zaman tanam paksa kopi inilah saat kelahiran tembang sedih Dengkleung Dengdek. Tertulis dalam majalah Mangle, almarhum Kang Pepe Syafe'i R. A. diminta berceritera saat bersantai di perkebunan Sineumbra di Bandung selatan. Saat itu administratur Mangle adalah Max Salhuteru yang penuh perhatian pada kehidupan budaya tradisional Sunda. Pepe Syafe'i didaulat untuk menceriterakan sejarah lahirnya tembang dramatis Deungkleung Dengdek oleh administratur itu.

Kangjeng prabu sendiri menangis dalam hati, tidak tega menyaksikan rakyat tersiksa oleh pemerintah kolonial. Untuk mengurangi nestapa rakyat, agar selama bekerja tanam paksa tidak sampai perasaan kehilangan kerabat itu mengharu biru setiap waktu, dilakukanlah pembangunan berupa pembuatan beberapa saluran air dan bendungan, yang sekarang disebut saluran tersier dan sekunder termasuk dam yang kokoh. Sampai kini masih ada saluran air Garawangi yang dibangun tahun 1839, Cikatomas tahun 1842, Tanjungmanggu yang lebih terkenal dengan sebutan Nagawiru (berarti Naga biru) dibangun tahun 1843, dan saluran air Wangunreja tahun 1862.

Selanjutnya bupati yang kaya akan ilmu pengetahuan dan tidak bisa tidur sebelum berbakti pada rakyat itu membuka lahan persawahan baru dan kebun kelapa di berbagai tempat. Malah untuk sosialisasi kelapa, setiap pengantin lelaki saat seserahan diwajibkan untuk membawa tunas kelapa, yang selanjutnya harus ditanam di halaman rumah tempat mereka mengawali perjalanan bahtera rumah tangga.

Dari zaman Kangjeng prabu, perkebunan kelapa di Galuh Ciamis menjadi sangat subur, dengan produksinya yang menumpuk (ngahunyud) di setiap pelosok kampung. Dalam waktu tak terlalu lama, Ciamis tersohor menjadi gudang kelapa paling makmur di Priangan timur. Banyak pabrik minyak kelapa didirikan oleh para pengusaha, terutama Cina. Yang paling tersohor adalah Gwan Hien, yang oleh lidah orang Galuh menjadi Guanhin. Lalu pabrik Haoe Yen dan pabrik di Pawarang yang terkenal disebut Olpado (Olvado). Olpado ini musnah tertimpa bom saat Galuh dibombadir oleh Belanda. Guanhin juga tinggal nama, demikian juga yang lainnya. Saat ini, minyak kelapa terdesak oleh minyak kelapa sawit dan minyak goreng jenis lainnya.

Pembangunan Sekolah SundaSunting

Raden Aria Koesoemadininggrat, regent (bupati) Galuh (1879)

Dari tahun 1853 Kangjeng prabu tinggal di keraton Selagangga yang dibuat dari kayu Jati yang kokoh. Luas lahan tempat keraton itu berdiri adalah satu hektare, dengan kolam ikan, air mancur, dan bunga-bunga di pinggirnya. Di bagian lain dari keraton, ada kaputren, tempat para putri Bupati. Di komplek keraton juga ada masjid. Tahun 1872 di komplek keraton ini dibangun Jambansari dan pemakaman keluarga Bupati. Di sebelah timur pemakaman ada situ yang sangat dikeramatkan. Dulu tidak ada yang berani melanggarnya, orang Galuh percaya air situ itu mengandung khasiat seperti yang dituliskan oleh Kangjeng prabu dalam guguritanyang dibuatnya, "Jamban tinakdir Yang Agung, caina tamba panyakit, amal jariah kaula, bupati Galuh Ciamis, Aria Kusumahdiningrat, medali mas pajeng kuning." Artinya kurang lebih, "Jamban takdir dari Yang Agung, airnya penyembuh penyakit, amal jariah saya, bupati Galuh Ciamis, Aria Kusumahdiningrat, medali mas pajeng kuning."

Menurut para menak Galuh zaman sekarang, terutama keturunan Kangjeng prabu, zaman dulu guguritan yang disusun dalam pupuh Kinanti ini suka dinyanyikan oleh anak-anak sekolah rakyat. Selain bangunan untuk kepentingan keluarga Bupati, Kanjeng prabu juga membangun gedung-gedung pemerintahan dan sarana lainnya. Antara tahun 1859 sampai 1877 pembangunan berlangsung tanpa henti. Diawali dengan dibangunnya gedung pemerintahan kabupaten yang megah, tepatnya di gedung DPRD sekarang, menghadap utara. Lantas gedung untuk Asisten Residen, yang sekarang menjadi gedung negara atau gedung kabupaten, sekaligus tempat tinggal Bupati sekeluarga. Bangunan lainnya adalah markas militer, rumah pemasyarakatan, masjid agung, gedung kantor telepon.

Tampaknya Kangjeng prabu sama sekali tidak melupakan satu pun kepentingan masyarakat. Pendidikan diutamakan oleh Bupati yang mahir berbahasa Perancis ini. Untuk pendidikan putera-puteranya dan kadang keluarga Bupati, sengaja dipanggil guru Belanda J.A.Uikens dan J. Blandergroen ke kantor kabupaten untuk mengajarkan membaca dan berbicara bahasa Belanda. Tahun 1862, Kangjeng Dalem mendirikan Sekolah Sunda. Tahun 1874, Sekolah Sunda yang kedua berdiri di Kawali. Sekolah-sekolah ini merupakan sekolah pertama di Tatar Sunda.

Dalam upaya menyebarkan agama Islam, Kangjeng prabu mempunyai cara-cara tersendiri. Terutama dalam upaya menghilangkan kepercayaan sebagian masyarakat yang masih menyimpan sesembahan berupa arca batu setinggi manusia. Kangjeng prabu sengaja suka mengadakan silaturahmi dan pengajian dengan mengajak serta masyarakat.

Dalam kumpulan seperti itulah ia mengajak rakyatnya supaya mereka setiap akan pergi ke pengajian dan perkumpulan, membawa arca yang ada di rumahnya masing-masing. "Kita satukan dengan arca kepunyaan saya," katanya. Rakyat setuju saja diminta membawa arca seperti itu dan dengan jujur mengakui bahwa di rumahnya memiliki arca. Dengan demikian, tanpa memakan waktu yang lama, sudah tidak ada lagi arca yang disimpan di rumah-rumah rakyat. Masyarakat beribadah dengan sungguh-sungguh memuji keagungan Allah. Islam mekar memancar seputaran Galuh. Sementara arca-arca yang dikumpulkan rakyat, ditumpuk begitu saja di Jambansari. Sekelilingnya ditanami pepohonan yang rimbun. Itu sebabnya sampai sekarang banyak arca di pemakaman Kangjeng prabu di Selagangga.

Kangjeng prabu merupakan Bupati pertama di Tatar Sunda yang bisa membaca aksara latin, juga mempunyai ilmu kebatinan yang tinggi. Menurut ceritera yang berkembang di masyarakat Galuh Ciamis, Kangjeng prabu juga menguasai makhluk gaib yang di Ciamis terkenal disebut onom. Tahun 1861, jalan kereta api akan dibuka untuk melancarkan hubungan antar warga, dari Tasikmalaya ke Manonjaya, Cimaragas, Banjar, terus sampai Yogyakarta. Kangjeng prabu segera mengajukan permohonan, supaya jalan kereta api bisa melewati kota Galuh, pusat kabupaten, dan bukannya melewati Cimaragas - Manonjaya. Biaya pembuatannya memang jadi membengkak sebab perlu dibuat jembatan yang panjang di Cirahong dan Karangpucung. Tetapi akhirnya Belanda menerima permohonan itu. Walaupun stasiun yang dibangun Belanda kini sudah tua, tetapi Ciamis sampai kini dilewati jalan kereta api, di antaranya kereta api Galuh.

Tahun 1886 Kangjeng prabu lengser kaprabon, jabatannya dilanjutkan oleh putranya yang bernama Raden Adipati Aria Kusumasubrata. Tapi walaupun sudah pensiun, Kangjeng prabu tidak hanya mengaso sambil ongkang-ongkang kaki di kursi goyang. Ia masih terus berbenah dan membangun Galuh Ciamis. Masih pada zamannya berkuasa, Undang-undang Agraria mulai dipakai, tepatnya tahun 1870. Oleh sebab itu, di Galuh Ciamis banyak perkebunan swasta, di antaranya Lemah Neundeut, Bangkelung, Gunung Bitung, Panawangan, Damarcaang, dan Sindangrasa.

Tahun 1915 Kabupaten Galuh secara resmi masuk ke Karesidenan Priangan, dan sebutannya menjadi Kabupaten Ciamis. Tanggal 1 Januari1926 Pulau Jawa dibagi menjadi tiga provinsi, Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur. Jawa Barat dibagi menjadi lima karesidenan, 18 Kabupaten dan enam kotapraja. Ciamis selanjutnya masuk ke Karesidenan Priangan Timur.

Di lokasi keraton Selagangga, Kangjeng prabu juga membuat masjid megah. Orang yang dipercayai untuk mengurus dan menghidupkannya adalah Haji Abdul Karim. Untuk pemekaran agama Islam, Bupati Galuh memerintahkan para Kepala Desa supaya di tiap desanya didirikan masjid, selain untuk ibadah secara umum, juga untuk anak-anak dan remaja belajar mengaji dan ilmu agama. Pendeknya untuk membangun mental spiritual masyarakat. Masjid Selagangga sangat ramai dikunjungi para remaja.

Peninggalan Kangjeng prabuSunting

Namun kini yang ada hanya tinggal makam keluarga dan Jambansari yang tinggal secuil. Situ yang dulu ada di sebelah barat telah tiada bekasnya barang sedikitpun. Padahal dulu ada dua situ, di sebelah barat dan timur. Sekarang sudah berubah menjadi perkampungan. Tanah yang dulu menjadi milik anak dan cucu Christiaan Snouck Hurgronje, sebelah timur tapal batas dengan Jambansari, kini juga sudah menjadi perkampungan.

Pemakaman Kangjeng prabu sampai sekarang masih diurus dan dipelihara oleh Yayasan yang dipimpin oleh Toyo Djayakusuma. Sementara waktu ke belakang, sempat telantar kurang terurus karena tiadanya biaya. Jambansari hampir hilang terkubur ilalang. Maka didatangilah rumah keluarga Menteri Pekerjaan Umum Republik Indonesia di Jakarta yang saat itu dijabat Ir. Radinal Muchtar. Oleh keluarga itu kemudian dilakukan pembenahan dan perbaikan serta diangkat lagi martabatnya. Kebetulan isteri dari Radinal masih menak Galuh Ciamis, keturunan Kangjeng prabu. Jadi masih merasa perlu bertanggungjawab untuk memelihara pemakanam dan komplek Jambansari yang oleh rakyat Galuh sangat dimulyakan.

Ada yang sedikit menggores ke dalam rasa dari orang Galuh Ciamis, terutama yang bertempat tinggal di Jalan Selagangga, seputaran komplek pemakanan dan Jambansari, yaitu saat Jalan Selagangga diganti namanya menjadi Jalan K.H. Ahmad Dahlan mengikuti nama pimpinan Muhammadiyah. Oleh sebab itu orang Galuh tetap menyebutnya Selagangga, sebab di situ ada peninggalan Kangjeng prabu yang dirasa telah besar jasanya dalam sejarah Galuh Ciamis. Tanpa mengurangi rasa hormat pada Ahmad Dahlan, mereka meminta bupati untuk mengembalikan nama Jalan Selagangga untuk mengenang Kanjeng prabu yang memiliki keraton di tempat itu, memimpin Galuh dari sana, bahkan dimakamkannya juga di pemakaman Sirnayasa (Jambansari) Selagangga. Mereka merasa tak melihat adanya alasan yang bisa diterima bila Jalan Selagangga harus berganti nama.

Peninggalah Kerajaan GaluhSunting

Keberadaan Kerajaan Galuh diketahui melalui sumber-sumber sejarah baik yang berupa prasasti, candi maupun artefak lainnya.

Candi Cangkuang, salah satu warisan dari Kerajaan Galuh

Prasasti dari masa Kerajaan GaluhSunting

Prasasti MandiwungaPrasasti CikajangPrasasti RumatakPrasasti Galuh

Kepurbakalaan peninggalan Kerajaan GaluhSunting

No.KawasanSitusArtefakKoordinat1.SumedangGunung Tampomas(Cimalaka)Teras berundak108°05’BT, 06°47’LS, ±1020m dplBatu KukusPabeasanAstanagede(Darmaraja)Teras Berundak108°05’BT, 06°53’LS, ±230m dplEmbah JalulLembu AgungDalem DemangAstana Cipeueut(Darmaraja)Teras berundak108°05’BT, 06°53’LS, ±230m dpl2.GarutCangkuan (Pulo-Leles)Struktur bangunan107°55’BT, 07°06’LS, ±704m dplarca NandiSiwa,SiwaguruNeolitikMegalitikRanca Gabus(Cibeureum)Teras Berundak (di 8 bukit)107°57’BT, 07°07’LS, ±702m dplPasir Lulumpang (13 teras)Pasir Kiarapayung(10 teras)Pasir Tengah(15 teras)Pasir Kolecer(13 teras)Pasir Astaria(19 teras)Pasir Luhur(15 teras)Pasir Gintung(12 teras)Pasir Tunjung(19 teras)3.Tasik MalayaIndihiyangstruktur bangunan108°12’BT, 07°11’LS, ±420m dplSisa fondasiLingga-yoniLumpangumpakBatu4.CiamisBatu Kalde(Pangandaran)struktur bangunan108°39’BT, 07°34’LS, ±03m dplKanduruan(Batulawang-Banjar)serakan batu108°32’ BT, 07°24’LS, ±43m dplMenhirStone-CistKalipucangstruktur batu108°45’BT, 07°39’LS, ±50m dplArca yoni, NandiLinggaRonggengstruktur bangunan108°29’BT, 07°24’LS, ±98m dplLinggaYoniNandiKarang Kamulyan(Cisaga)Batu Pangcalikan108°29’BT, 07°21’LS, ±40m dplSanghiyang BedilPanyambungan HayamLamban PeribadatanCikahuripanPanyandaanSri Bagawat PohaciPamangkonanMakam Adipati PanaekanGunung Padang(Cikoneng)Teras berundak (5 teras)108°16’BT, 07°17’LS, ±430m dplMata airKawali (Kawali)Teras berundak (5 teras)108°23’BT, 07°11’LS, ±415m dplPrasasti batu (6 prasasti)Batu TapakBatu PangeunteunganBatu PanyandaanBatu PanyandunganSejumlah besar menhirKerakal andesit5.Kuningan(Ciniru)SukasariLapik persegi108°30' BT, 07° 03' LS, ± 310 m dplYoni, LumpangSusukan(Ciawigebang)Lapik persegi108°34'BT, 06° 57' LS, ± 303 m dplYoni, meja batu (?)Ciarca (Darma)serakan batu108° 25' BT, 06° 58' LS, ± 945 m dplLapik, YonimenhirHululinggaTeras berundak108° 25' BT, 06° 58' LS, ± 945 m dpl

Lihat juga

Lihat pulaSunting

Kerajaan KendanKerajaan GaluhKerajaan SalakanagaraKerajaan TarumanagaraKerajaan SundaKerajaan Talaga ManggungKerajaan GalunggungKerajaan Sunda GaluhKerajaan PajajaranKerajaan Sumedang LarangPrabu Geusan UlunKesultanan CirebonKesultanan BantenProvinsi PasundanDaftar provinsi IndonesiaDaftar Tokoh SundaTokoh SundaSunda

Bacaan lanjutSunting

Atja (1968). Carita Parahiyangan: naskah titilar karuhun urang Sunda abad ka-16 Maséhi. Bandung: Yayasan Kabudayaan Nusalarang. .Ayatrohaedi (2005). Sundakala: cuplikan sejarah Sunda berdasarkan naskah-naskah Panitia Wangsakerta dari Cirebon. Jakarta: Pustaka Jaya.Darsa, Undang A. 2004. “Kropak 406; Carita Parahyangan dan Fragmen Carita Parahyangan“, Makalah disampaikan dalam Kegiatan Bedah Naskah Kuno yang diselenggarakan oleh Balai Pengelolaan Museum Negeri Sri Baduga. Bandung-Jatinangor: Fakultas Sastra Universitas Padjadjaran: hlm. 1 – 23.Ekadjati, Edi S. 1995. Sunda, Nusantara, dan Indonesia; Suatu Tinjauan Sejarah. Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar dalam Ilmu Sejarah Fakultas Sastra Universitas Padjadjaran pada Hari Sabtu, 16 Desember `1995. Bandung: Universitas Padjadjaran.Ekadjati, Edi S. 1981. Historiografi Priangan. Bandung: Lembaga Kebudayaan Universitas Padjadjaran.Ekadjati, Edi S. (Koordinator). 1993. Sejarah Pemerintahan di Jawa Barat. Bandung: Pemerintah Provinsi Daerah Tingkat I Jawa Barat.Raffles, Thomas Stamford. 1817. The History of Java, 2 vols. London: Block Parbury and Allen and John Murry.Raffles, Thomas Stamford. 2008. The History of Java (Terjemahan Eko Prasetaningrum, Nuryati Agustin, dan Idda Qoryati Mahbubah). Yogyakarta: Narasi.Z., Mumuh Muhsin. Sunda, Priangan, dan Jawa Barat. Makalah disampaikan dalam Diskusi Hari Jadi Jawa Barat, diselenggarakan oleh Harian Umum Pikiran Rakyat Bekerja Sama dengan Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Jawa Barat pada Selasa, 3 November 2009 di Aula Redaksi HU Pikiran Rakyat.Uka Tjandrasasmita. (2009).  Arkeologi Islam Nusantara. Kepustakaan Populer Gramedia.E. Rokajat Asura. (September 2011). Harisbaya bersuami 2 raja - Kemelut cinta di antara dua kerajaan Sumedang Larang dan Cirebon. Penerbit Edelweiss.Atja, Drs. (1970). Ratu Pakuan. Lembaga Bahasa dan Sedjarah Unpad. Bandung.Atmamihardja, Mamun, Drs. Raden. (1958). Sadjarah Sunda. Bandung. Ganaco Nv.Joedawikarta (1933). Sadjarah Soekapoera, Parakan Moencang sareng Gadjah.Pengharepan. Bandoeng,Lubis, Nina Herlina., Dr. MSi, dkk. (2003). Sejarah Tatar Sunda jilid I dan II. CV. Satya Historica. Bandung.Herman Soemantri Emuch. (1979). Sajarah Sukapura, sebuah telaah filologis. Universitas Indonesia. Jakarta.Edi S. Ekajati (2005). Polemik Naskah Pangeran Wangsakerta. Jakarta: Pustaka Jaya. ISBN 979-419-329-1.Richadiana Kartakusuma (1991). Anekaragam Bahasa Prasastidi Jawa Barat Pada Abad Ke-5 Masehi sampai Ke-16 Masehi: Suatu Kajian Tentang Munculnya Bahasa Sunda. Tesis (yang diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister dalam bidang Arkeologi. Jakarta: Fakultas Pasca Sarjana Universitas Indonesia.Yoséph Iskandar (1997). Sejarah Jawa Barat: yuganing rajakawasa. Bandung: Geger Sunten.Zamhir, Drs. (1996). Mengenal Museum Prabu Geusan Ulun serta Riwayat Leluhur Sumedang. Yayasan Pangeran Sumedang. Sumedang.Sukardja, Djadja. (2003). Kanjeng Prebu R.A.A. Kusumadiningrat Bupati Galuh Ciamis th. 1839 s / d 1886. Sanggar SGB. Ciamis.Sulendraningrat P.S. (1975). Sejarah Cirebon dan Silsilah Sunan Gunung Jati Maulana Syarif Hidayatullah. Lembaga Kebudayaan Wilayah III Cirebon. Cirebon.Sunardjo, Unang, R. H., Drs. (1983). Kerajaan Carbon 1479-1809. PT. Tarsito. Bandung.Suparman, Tjetje, R. H., (1981). Sajarah Sukapura. BandungSurianingrat, Bayu., Drs. (1983). Sajarah Kabupatian I Bhumi Sumedang 1550-1950.CV.Rapico. Bandung.Soekardi, Yuliadi. (2004). Kian Santang. CV Pustaka Setia.Soekardi, Yuliadi. (2004). Prabu Siliwangi. CV Pustaka Setia.Tjangker Soedradjat, Ade. (1996). Silsilah Wargi Pangeran Sumedang Turunan Pangeran Santri alias Pangeran Koesoemadinata I Penguasa Sumedang Larang 1530-1578. Yayasan Pangeran Sumedang. Sumedang.Widjajakusuma, Djenal Asikin., Raden Dr. (1960). Babad Pasundan, Riwajat Kamerdikaan Bangsa Sunda Saruntagna Karadjaan Pdjadjaran Dina Taun 1580. Kujang. Bandung.Winarno, F. G. (1990). Bogor Hari Esok Masa Lampau. PT. Bina Hati. Bogor.Olthof, W.L. (cetakan IV 2008). Babad Tanah Jawi - mulai dari Nabi Adam sampai tahun 1647. PT. Buku Kita. Yogyakarta Bagikan.A. Sobana Hardjasaputra, H.D. Bastaman, Edi S. Ekadjati, Ajip Rosidi, Wim van Zanten, Undang A. Darsa. (2004). Bupati di Priangan dan Kajian Lainnya Mengenai Budaya Sunda.Pusat Studi Sunda.A. Sobana Hardjasaputra (Ed.). (2008).Sejarah Purwakarta.Nina H. Lubis, Kunto Sofianto, Taufik Abdullah (pengantar), Ietje Marlina, A. Sobana Hardjasaputra, Reiza D. Dienaputra, Mumuh Muhsin Z. (2000). Sejarah Kota-kota Lama di di Jawa Barat. Alqaprint. ISBN 979-95652-4-3.

Linimasa Kerajaan SundaSunting

EasyTimeline 1.90

Timeline generation failed: 2 errors found
Line 88: from:1673 till:1901 color:green text:[[Kesultanan Bantar Gebang|Bantargebang]]

- Plotdata attribute 'till' invalid.

Date '1901' not within range as specified by command Period.

Line 89: from:1724 till:1950 color:green text:[[Kesultanan Cibarusah|Cibarusah]]

- Plotdata attribute 'till' invalid.

Date '1950' not within range as specified by command Period.


Catatan kakiSunting

^http://akibalangantrang.blogspot.co.id/2008/09/raja-raja-galuh-1.html^http://galoehsalaka.blogspot.co.id/p/sejarah-kerajaan-galuh-ciamis.html^https://1000000inspirasi.wordpress.com/2012/02/07/kawali-ibukota-kerajaan-galuh-buyut-prabu-siliwangi/^ Wangsit Siliwangi, diakses 13 Feb 2015^ Universitas Galuh, diakses 13 Feb 2015^ Prabu Galuh Pakuan, diakses 13 Feb 2015^ Galoeh Salaka, diakses 13 Feb 2015^ Kidnesia, diakses 13 Feb 2015^ Prabu Galuh Pakuan, diakses 13 Feb 2015^http://www.wisataciamis.info/2015/11/kisah-tragis-adipati-panaekan.html/ Setelah pusat Kerajaan Kawali Jatuh tahun 1570 M, pusat Kerajaan baru bergeser ke Galuh Pangauban yang berdiri sejak 1530 M, rajanya Prabu Haur Koneng memiliki tiga orang putra yang bernama Maharaja Upama (penguasa Galuh Pangauban menggantikan ayahnya di Putrapinggan, Kalipucang, Pangandaran) sekarang, Maharaja Sanghyang Cipta (Kerajaan Galuh Salawe, Cimaragas) dan Sareuseupan Agung (raja di wilayah Cijulang)^ http://www.diciamis.com/situs-sang-hyang-cipta-permana-prabudigaluh-salawe.php^ Prabu Sangyang Cipta punya tiga anak, yaitu: (1) Prabu Cipta Permana, penguasa Galuh Gara Tengah (anak kedua) Cineam, Tasikmalaya, Prabu Cipta permana menikahi Putri Penguasa Kawali, Tanduran Tanjung dan berputra Ujang Ngoko alias Adipati Panaekan; (2) Putri Tanduran Ageung (anak tertua) yang menikah dengan Adipati Galuh Kertabumi, Rangga permana di Cijeungjing, Ciamis; (3) Sanghyang Permana (anak ketiga) di Galuh Kawasen, Banjarsari, Ciamis sekarang.^ http://prabudigaluh-salawe.blogspot.co.id/2014/05/riwayat-singkat-maharaja-cipta-prabu.html^http://ikerosmiati.blogspot.co.id/2012/10/situs-astana-gede-kawali.html^ http://kumpulan-puisi-cinta-terbaru.blogspot.com/2013/02/sejarah-cijulang-dalam-konteks-makro.html^ abc Djadja Sukardja, 1999: 1-2^http://wisatacijulang.blogspot.com/2009/12/1.html^https://th3cre4tive.wordpress.com/2011/02/18/galuh-pangauban/

Terakhir disunting 3 bulan yang lalu oleh HsfBot

RELATED PAGES

Kerajaan Sunda

Wretikandayun

Suraghana

Konten tersedia di bawah CC BY-SA 3.0kecuali dinyatakan lain.

PrivasiTampilan PC

Kerajaan Salakanagara


Salakanagara, berdasarkan Naskah WangsakertaPustaka Rajyarajya i Bhumi Nusantara (yang disusun sebuah panitia dengan ketuanya Pangeran Wangsakerta) diperkirakan merupakan kerajaan paling awal yang ada di Nusantara. Salakanagara diyakini sebagai leluhur Suku Sunda, hal dikarenakan wilayah peradaban Salakanagara sama persis dengan wilayah peradaban orang Sunda selama berabad-abad. Dan yang memperkuat lagi adalah kesamaan kosakata antara Sunda dan Salakanagara. Disamping itu ditemukan bukti lain berupa Jam Sunda atau Jam Salakanagara, suatu cara penyebutan Waktu/Jam yang juga berbahasa Sunda.

SejarahSunting

Nama ahli dan sejarawan yang membuktikan bahwa tatar Pasundan memiliki nilai-nilai sejarah yang tinggi, antara lain adalah Husein DjajadiningratTubagus H. AchmadHasan Mu’arif AmbaryHalwany Michrob dan lain-lainnya. Banyak sudah temuan-temuan mereka disusun dalam tulisan-tulisan, ulasan-ulasan maupun dalam buku. Belum lagi nama-nama seperti John Miksic, Takashi, AtjaSaleh DanasasmitaYoseph IskandarClaude GuillotAyatrohaedi, Wishnu Handoko dan lain-lain yang menambah wawasan mengenai Banten menjadi tambah luas dan terbuka dengan karya-karyanya dibuat baik dalam bahasa Indonesia maupun bahasa Inggris.

Tokoh awal yang berkuasa di sini adalah Aki Tirem. Konon, kota inilah yang disebut Argyrèoleh Ptolemeus dalam tahun 150, dikarenakan Salakanagara diartikan sebagai "Negara Perak" dalam bahasa Sansakerta.[1]

.Kota ini terletak di daerah Teluk LadaPandeglang, Banten. Adalah Aki Tirem, penghulu atau penguasa kampung setempat yang akhirnya menjadi mertua duta dari Pallawa Dewawarman ketika puteri Sang Aki Luhur Mulya bernama Dewi Pohaci Larasati diperisteri oleh Dewawarman. Hal ini membuat semua pengikut dan pasukan Dewawarman menikah dengan wanita setempat dan tak ingin kembali ke kampung halamannya.

Ketika Aki Tirem meninggal, Dewawarman menerima tongkat kekuasaan. Tahun 130 Masehi ia kemudian mendirikan sebuah kerajaan dengan nama Salakanagara beribukota di Rajatapura. Ia menjadi raja pertama dengan gelar Prabu Darmalokapala Dewawarman Aji Raksa Gapura Sagara. Beberapa kerajaan kecil di sekitarnya menjadi daerah kekuasaannya, antara lain Kerajaan Agninusa (Negeri Api) yang berada di Pulau Krakatau.

Rajatapura adalah ibukota Salakanagara yang hingga tahun 362 menjadi pusat pemerintahan Raja-Raja Dewawarman (dari Dewawarman I - VIII). Salakanagara berdiri hanya selama 232 tahun, tepatnya dari tahun 130 Masehi hingga tahun 362 Masehi. Raja Dewawarman I sendiri hanya berkuasa selama 38 tahun dan digantikan anaknya yang menjadi Raja Dewawarman II dengan gelar Prabu Digwijayakasa Dewawarmanputra. Prabu Dharmawirya tercatat sebagai Raja Dewawarman VIII atau raja Salakanagara terakhir hingga tahun 363 karena sejak itu Salakanagara telah menjadi kerajaan yang berada di bawah kekuasaan Tarumanagarayang didirikan tahun 358 Masehi oleh Maharesi yang berasal dari Calankayana, India bernama Jayasinghawarman. Pada masa kekuasaan Dewawarman VIII, keadaan ekonomi penduduknya sangat baik, makmur dan sentosa, sedangkan kehidupan beragama sangat harmonis.

Pendahulu Kerajaan TarumanagaraSunting

Jayasinghawarman pendiri Tarumanagara adalah menantu Raja Dewawarman VIII. Ia sendiri seorang Maharesi dari Calankayana di Indiayang mengungsi ke Nusantara karena daerahnya diserang dan ditaklukkan Maharaja Samudragupta dari Kerajaan Maurya. Di kemudian hari setelah Jayasinghawarmanmendirikan Tarumanagara, pusat pemerintahan beralih dari Rajatapura ke Tarumanagara. Salakanagara kemudian berubah menjadi Kerajaan Daerah.

Memang banyak para ahli yang masih memperdebatkan masalah institusi kerajaan sebelum Tarumanegara melalui berbagai sumber sejarah seperti berita Cina dan bangsa Eropa atau naskah-naskah Kuna. Claudius Ptolemaeus, seorang ahli bumi masa Yunani Kuno menyebutkan sebuah negeri bernama Argyrèyang terletak di wilayah Timur Jauh. Negeri ini terletak di ujung barat Pulau Iabodio yang selalu dikaitkan dengan Yawadwipa yang kemudian diasumsikan sebagai Jawa. Argyrèsendiri berarti perak yang kemudian ”diterjemahkan” oleh para ahli sebagai Merak.

Kemudian sebuah berita Cina yang berasal dari tahun 132 M menyebutkan wilayah Ye-tiao  yang sering diartikan sebagai Yawadwipa dengan rajanya Pien yang merupakan lafal Cina dari bahasa Sansakerta Dewawarman. Namun tidak ada bukti lain yang dapat mengungkap kebenaran dari dua berita asing tersebut.

Raja-raja SalakanagaraSunting

Daftar nama-nama raja yang memerintah Kerajaan Salakanagara adalah:[2]

Tahun berkuasaNama rajaJulukanKeterangan130-168 MDewawarman IPrabu Darmalokapala Aji Raksa Gapura SagaraPedagang asal Bharata (India)168-195 MDewawarman IIPrabu Digwijayakasa DewawarmanputraPutera tertua Dewawarman I195-238 MDewawarman IIIPrabu Singasagara BimayasawiryaPutera Dewawarman II238-252 MDewawarman IVMenantu Dewawarman II, Raja Ujung Kulon252-276 MDewawarman VMenantu Dewawarman IV276-289 MMahisa Suramardini WarmandewiPuteri tertua Dewawarman IV & isteri Dewawarman V, karena Dewawarman V gugur melawan bajak laut289-308 MDewawarman VISang Mokteng SamuderaPutera tertua Dewawarman V308-340 MDewawarman VIIPrabu Bima Digwijaya SatyaganapatiPutera tertua Dewawarman VI340-348 MSphatikarnawa WarmandewiPuteri sulung Dewawarman VII348-362 MDewawarman VIIIPrabu Darmawirya DewawarmanCucu Dewawarman VI yang menikahi Sphatikarnawa, raja terakhir SalakanagaraMulai 362 MDewawarman IXSalakanagara telah menjadi kerajaan bawahan Tarumanagara

Kerajaan Bawahan SalakanagaraSunting

Salakanagara membawahi kerajaan-kerajaan kecil, yang didirikan oleh orang-orang yang berasal dari dinasti Dewawarman (raja-raja yang memerintah Salakanagara). Kerajaan yang menjadi bawahan Salakanagara antara lain :

Kerajaan Ujung KulonSunting

Kerajaan Ujung Kulon berlokasi di wilayah Ujung Kulon dan didirikan oleh Senapati Bahadura Harigana Jayasakti (adik kandung Dewawarman I). Saat kerajaan ini dipimpin oleh Darma Satyanagara, sang raja menikah dengan putri dari Dewawarman III dan kemudian menjadi raja ke-4 di Kerajaan Salakanagara. Ketika Tarumanagara tumbuh menjadi kerajaan yang besar, Purnawarman(raja Tarumanagara ke-3) menaklukan Kerajaan Ujung Kulon. Akhirnya Kerajaan Ujung Kulon menjadi Kerajaan bawahan dari Tarumanagara. Lebih dari itu, pasukan Kerajaan Ujung Kulon juga ikut membantu pasukan Wisnuwarman(raja Tarumanagara ke-4) untuk menumpas pemberontakan Cakrawarman.

Kerajaan Tanjung KidulSunting

Kerajaan Tanjung Kidul beribukota Aghrabintapura (Sekarang termasuk wilayah Cianjur Selatan). Kerajaan ini dipimpin oleh Sweta Liman Sakti (adik ke-2 Dewawarman I). 

Pengaruh dari IndiaSunting

Pendiri Salakanagara, Dewawarman, merupakan seorang duta keliling, pedagang sekaligus perantau dari Pallawa, Bharata (India) yang akhirnya menetap karena menikah dengan puteri penghulu setempat, sedangkan pendiri Tarumanagara adalah Maharesi Jayasingawarman, pengungsi dari wilayah Salankayana, Bharata karena daerahnya dikuasai an Magada. Sementara Kerajaan Kutai didirikan oleh pengungsi dari Magada, Bharata setelah daerahnya juga dikuasai oleh kerajaan lain.

Bacaan lanjutSunting

Darsa, Undang A. 2004. “Kropak 406; Carita Parahyangan dan Fragmen Carita Parahyangan“, Makalah disampaikan dalam Kegiatan Bedah Naskah Kuna yang diselenggarakan oleh Balai Pengelolaan Museum Negeri Sri Baduga. Bandung-Jatinangor: Fakultas Sastra Universitas Padjadjaran: hlm. 1 – 23.Ekadjati, Edi S. 1995. Sunda, Nusantara, dan Indonesia; Suatu Tinjauan Sejarah. Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar dalam Ilmu Sejarah Fakultas Sastra Universitas Padjadjaran pada Hari Sabtu, 16 Desember `1995. Bandung: Universitas Padjadjaran.Ekadjati, Edi S. 1981. Historiografi Priangan. Bandung: Lembaga Kebudayaan Universitas Padjadjaran.Ekadjati, Edi S. (Koordinator). 1993. Sejarah Pemerintahan di Jawa Barat. Bandung: Pemerintah Provinsi Daerah Tingkat I Jawa Barat.Raffles, Thomas Stamford. 1817. The History of Java, 2 vol. London: Block Parbury and Allen and John Murry.Raffles, Thomas Stamford. 2008. The History of Java (Terjemahan Eko Prasetaningrum, Nuryati Agustin, dan Idda Qoryati Mahbubah). Yogyakarta: Narasi.Z., Mumuh Muhsin. Sunda, Priangan, dan Jawa Barat. Makalah disampaikan dalam Diskusi Hari Jadi Jawa Barat, diselenggarakan oleh Harian Umum Pikiran Rakyat Bekerja Sama dengan Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Jawa Barat pada Selasa, 3 November 2009 di Aula Redaksi HU Pikiran Rakyat.Uka Tjandrasasmita. (2009).  Arkeologi Islam Nusantara.Kepustakaan Populer Gramedia.E. Rokajat Asura. (September 2011). Harisbaya bersuami 2 raja - Kemelut cinta di antara dua kerajaan Sumedang Larang dan Cirebon. Penerbit Edelweiss.Atja, Drs. (1970). Ratu Pakuan.Lembaga Bahasa dan Sedjarah Unpad. Bandung.Atmamihardja, Mamun, Drs. Raden. (1958). Sadjarah Sunda. Bandung. Ganaco Nv.Joedawikarta (1933). Sadjarah Soekapoera, Parakan Moencang sareng Gadjah. Pengharepan.Bandoeng,Lubis, Nina Herlina., Dr. MSi, dkk. (2003). Sejarah Tatar Sunda jilid I dan II. CV. Satya Historica. Bandung.Herman Soemantri Emuch. (1979). Sajarah Sukapura, sebuah telaah filologis. Universitas Indonesia. Jakarta.

| style="width:50%; text-align:left; vertical-align:top;" |

Zamhir, Drs. (1996). Mengenal Museum Prabu Geusan Ulun serta Riwayat Leluhur Sumedang.Yayasan Pangeran Sumedang. Sumedang.Sukardja, Djadja. (2003). Kanjeng Prebu R.A.A. Kusumadiningrat Bupati Galuh Ciamis th. 1839 s / d 1886. Sanggar SGB. Ciamis.Sulendraningrat P.S. (1975). Sejarah Cirebon dan Silsilah Sunan Gunung Jati Maulana Syarif Hidayatullah. Lembaga Kebudayaan Wilayah III Cirebon. Cirebon.Sunardjo, Unang, R. H., Drs. (1983). Kerajaan Carbon 1479-1809. PT. Tarsito. Bandung.Suparman, Tjetje, R. H., (1981). Sajarah Sukapura. BandungSurianingrat, Bayu., Drs. (1983). Sajarah Kabupatian I Bhumi Sumedang 1550-1950.CV.Rapico. Bandung.Soekardi, Yuliadi. (2004). Kian Santang. CV Pustaka Setia.Soekardi, Yuliadi. (2004). Prabu Siliwangi. CV Pustaka Setia.Tjangker Soedradjat, Ade. (1996). Silsilah Wargi Pangeran Sumedang Turunan Pangeran Santri alias Pangeran Koesoemadinata I Penguasa Sumedang Larang 1530-1578. Yayasan Pangeran Sumedang. Sumedang.Widjajakusuma, Djenal Asikin., Raden Dr. (1960). Babad Pasundan, Riwajat Kamerdikaan Bangsa Sunda Saruntagna Karadjaan Pdjadjaran Dina Taun 1580. Kujang. Bandung.Winarno, F. G. (1990). Bogor Hari Esok Masa Lampau.PT. Bina Hati. Bogor.Olthof, W.L. (cetakan IV 2008). Babad Tanah Jawi - mulai dari Nabi Adam sampai tahun 1647.PT. Buku Kita. Yogyakarta Bagikan.A. Sobana Hardjasaputra, H.D. Bastaman, Edi S. Ekadjati, Ajip Rosidi, Wim van Zanten, Undang A. Darsa. (2004). Bupati di Priangan dan Kajian Lainnya Mengenai Budaya Sunda. Pusat Studi Sunda.A. Sobana Hardjasaputra (Ed.). (2008). Sejarah Purwakarta.Nina H. Lubis, Kunto Sofianto, Taufik Abdullah (pengantar), Ietje Marlina, A. Sobana Hardjasaputra, Reiza D. Dienaputra, Mumuh Muhsin Z. (2000). Sejarah Kota-kota Lama di di Jawa Barat. Alqaprint. ISBN 979-95652-4-3.Nina Lubis et al. "Sejarah Propinsi Jawa Barat". ISBN 987-602-98118-8-9 Periksa nilai: invalid prefix |isbn= (bantuan).

PranalaSunting

^ Edi S. Ekadjati. Kebudayaan Sunda Zaman Pajajaran, Jilid 2, Pustaka Jatya, 2005.^ Ayatrohaedi: Sundakala, Cuplikan Sejarah Sunda Berdasar Naskah-naskah "Panitia Wangsakerta" Cirebon. Pustaka Jaya, 2005.s

Lihat pulaSunting

Kerajaan KendanKerajaan GaluhKerajaan SalakanagaraKerajaan TarumanagaraKerajaan SundaKerajaan Talaga ManggungKerajaan GalunggungKerajaan Sunda GaluhKerajaan PajajaranKerajaan Sumedang LarangPrabu Geusan UlunKesultanan CirebonKesultanan BantenProvinsi PasundanDaftar provinsi IndonesiaDaftar Tokoh SundaTokoh SundaSunda

Catatan kaki

Linimasa Kerajaan SundaSunting


=

Terakhir disunting 11 bulan yang lalu oleh Erlanggaditya

RELATED PAGES

Sunda

Halaman disambiguasi (jangan diutak-atik)

Kerajaan-kerajaan di Tanah Sunda

Kerajaan Agrabintapura

Konten tersedia di bawah CC BY-SA 3.0kecuali dinyatakan lain.

PrivasiTampilan PC

Silsilah Rundayan Raja-raja Galuh dan Padjadjaran


Berdasarkan data-data yang ada, agar terungkap Sislilah Rundayan Raja-raja Galuh dan Padjadjaran, saya tuliskan silsilahnya agara terungkap sejarah rundayanya sebagai berikut :

A.  Silsilah Rundayan Raja-raja Galuh dan Padjadjaran

Pada  Rundayan  Silsilah Asal Usul Limbangan, Catatan Silsilah  Cinunuk Hilir (Wanaraja Garut), Silsilah Menak-menak Limbangan, Sajarah Cikundul (Cianjur), Cirebon, Kuningan, Panjalu, Galuh Kertabumi, Ciamis, Banten, atau yang lain-lainnya, semuanya selalu mencantumkan nama Prabu Siliwangi sebagai salah satu  leluhurnya.

Misalnya  rundayan menurut versi Sajarah Cirebon susunan Rd. Sastrapraja mulai dari Ciung Wanara sampai dengan  Prabu Siliwangi, urutannya adalah sebagai berikut :
1. Ciung Wanara
2. Dewi Purbasari
3. Prabu Linggahiyang
4. Prabu Linggawesi
5. Prabu Wastu
6. Prabu Susuk Tunggal
7. Prabu Anggalarang
8. Prabu Siliwangi

Rundayan menurut Sajarah Silsilah Asal Usul Limbangan, urutannya sebagai berikut :
1. Ciung Wanara
2. Kidang Kancana
3. Prabu Linggahiyang
4. Prabu Linggawesi
5. Prabu Linggawastu
6. Prabu Susuk Tunggal
7. Prabu Anggalarang
8. Prabu Siliwangi

Menurut kedua naskah tersebut, Prabu Anggalarang sebutan dalam pantun bagi Prabu Dewa Niskala (Raja Galuh/Kawali 1475–1482 M) adalah putra Prabu Susuk Tunggal (Raja Sunda/ Bogor 1382– 1482 M ). Padahal sebagaimana tersurat pada Prasasti BatuTulis Bogor (yang dibuat oleh Prabu Surawisesa pada tahun 1533 M), bahwa   Prabu Dewa Niskala adalah putra Maharaja  Linggawastu Kancana  (1371–1475 M)  dan cucu  Maharaja Linggabuana (1350 -1357M) yang gugur di Bubat.

Prabu Susuk Tunggal dan Prabu Dewa Niskala, keduanya adalah putra dari Maharaja Lingga Wastukancana (lain ibu).
Karena Prabu Jaya Dewata menikah dengan saudara misannya, yaitu Nyai Kentring Manik Mayang Sunda putri Prabu Susuk Tunggal, maka beliau selain sebagai putra mahkota Galuh  juga menjadi Putra  Mahkota Kerajaan sunda (Bogor). Dengan demikian Prabu Jaya Dewata adalah pewaris dua Kerajaan, yaitu Kerajaan Galuh - Kawali  dan Kerajaan Sunda – Bogor.

Ketika Prabu Jaya Dewata diangkat sebagai Raja Galuh – Kawali, juga beliau sebagai Raja Sunda - Bogor. Saat itulah Kerajaan Sunda dan Galuh bersatu kembali (Kerajaan Sunda – Galuh),dimana beliau sebagai rajanya dengan gelar Sri Baduga Maharaja/Prabu Siliwangi (1482 - 1521 M).  

Masyarakat Sunda menyebut Kerajaan Sunda – Galuh itu dengan nama Kerajaan Pakuan Pajajaran.Nama Pajajaran sebenarnya adalah nama Keraton di Kerajaan Sunda yang dahulu dibuat lebih kurang 1330 tahun yang lalu oleh Prabu Tarusbawa, menantu Linggawarman (Raja Tarumanagara ke 12  tahun 666 – 669 M).  Beliau adalah pendiri Kerajaan  Sunda pada 670 M dan  sebagai Raja Galuh Pertama (670 – 723 M).

Selama kurang lebih 9 abad  (abad 7 – abad 16) Keraton Pajajaran ini digunakan oleh raja-raja Sunda  dan raja-raja Pajajaran, sampai ditinggalkannya oleh Raja-raja Pajajaran terakhir  (Prabu Nilakendra dan Prabu Ragamulya), karena ada serbuan dari tentara Banten (tentara Surosowan) yang dipimpin oleh Maulana Hasanudin dan dilanjutkan oleh Maulana Yusuf.  

Pajajaran sebagai nama kerajaan dimulai pada masa pemerintahan Sang Haliwungan/Prabu Susuk Tunggal (1382 – 1482 M). (Yoseph Iskandar hal. 226) .

Apabila yang dimaksud Prabu Linggawesi itu pada Rundayan tersebut di atas adalah Maharaja Linggabuana (Sang Mokteng ing Bubat) yang memerintah Kerajaan Sunda Galuh (1350 – 1357 M) ayah dari Maharaja Linggawastu (1375 – 1475 M), dan Prabu Linggahyang itu Prabu Linggawisesa (1333 -1340 M), apakah mungkin Prabu Linggahiyang (Raja Sunda – Galuh 1333 – 1340  M) putranya Dewi Purbasari/Sang Manistri Raja Galuh 783 -799 M )?

Urutan rundayan dari Prabu Siliwangi ke atas, memang akan sampai pula ke Dewi Puspasari (dalam cerita Lutung Kasarung namanya adalah Dewi Purbasari) putra dari Ciung Wanara atau Sang Manarah Raja Galuh 739 - 783 M ). Atau juga akan sampai kepada Rahyang Banga  Raja Sunda 739 – 766 M.

Ketika penyusun pada tanggal  20  Pebruari 2006  datang mengunjungi Bapak Drs. H. Jaja Sukarja mantan Kasi Kebudayaan Dikbud Kab. Ciamis di rumahnya setelah pulang dari Panjalu Camis, beliau menceritakan Ciamis tempo dulu, diantaranya menjelaskan Sejarah Galuh dan cerita atau dongeng Ciung Wanara dan Lutung Kasarung.  Beliau memberikan respons yang positip, bahwa penulis sedang menelusuri leluhur Limbangan khususnya, umumnya leluhur “Urang Sunda“.

Dewi Purbasari dan Sang Manarah atau Rahyang Banga yang terkenal dalam cerita Pantun “Lutung Kasarung“ dan “Ciung Wanara“. Menurut beliau Ciung Wanara adalah Raja di Kerajaan Galuh demikian pula Dewi Purbasari, sedangkan Aria Banga  atau Rahyang Banga  adalah Raja di Kerajaan Sunda. Aki Balangantrang yang tersebut pada Pantun “Ciung Wanara“ menurut Drs. H. Jaja Sukarja dalam buku susunannya “ Situs Karangkamulyan“  dan Sejarah Jawa Barat  susunan Drs. Joseph Iskandar, namanya adalah Bimaraksa (Patih Galuh) kakek  dari Naganingrum ibu dari Sang Manarah atau  Ciung Wanara.  Bimaraksa adalah putra Jantaka (Raja Resi Wanayasa Bojonggambir) cucu Wrettikandayun (Pendiri Kerajaan Galuh  670 M). Beliau adalah Eyang buyut dari garis ibu (Naganingrum) Sang Manarah/Ciung Wanara.

Wrettikandayun menurut Sejarah Jawa Barat adalah putra bungsu Sang Kandiawan, Raja Kendan (597 – 612 M) putra Raja Suraliman Sakti (568 – 597 M).  Raja Suraliman Sakti adalah cucu Raja Suryawarman (Raja Tarumanagara 535 – 561 M) dan sebagai menantu Raja Kundungga, Raja Kutai.(Yoseph Iskandar : 105). Hal ini dibenarkan pula oleh Maharaja Srinala Pradita Alpiansyah Rechza Fachlevie Wangsawarman (Pemangku Adat, Raja Kutai Mulawarman Kalimantan Timur) yang pernah datang ke Padepokan “Ki Garut” di Kampung Gugunungan  Kelurahan  Margawati  Kec. Garut Kota  Kab. Garut  pada tanggal 21 Pebruari 2010. 

Raja Suraliman Sakti (568 – 597 M) adalah saudara sepupu Rakryan Sancang(lahir 591 M) putra Raja Kertawarman (Raja Tarumanagara 561 – 618 M).Menurut Kang Deddy  Effendie, Rakryan Sancang inilah yang sering dirancukandengan putra Sri Baduga Maharaja, yaitu Raja Sangara, yang menurut Babad Godog terkenal dengan sebutan Prabu Kian santang atau Sunan Rohmat Suci.

Berdasarkan urutan Rundayan Silsilah, dari Ciung Wanara atau Sang Manarah (739 – 793 M) sampai  Prabu Linggahiyang (1333-1350), menurut naskah Wangsakerta terhalang lebih kurang 20 generasi, yaitu urutan Raja-raja Galuh, Sunda dan Sunda Galuh. Apalagi bila dimulai dari Raja-raja Salakanagara kemudian Tarumanagara, yang menurut Naskah Wangsakerta termasuk leluhur Raja-raja Galuh, Sunda, Sunda Galuh dan Pajajaran.

Menurut Sejarah Jawa Barat susunan Drs. Yoseph Iskandar, Raja Sanjaya  (Raja Sunda Galuh 723 – 732 M) cicit Wrettikandayun, pendiri Kerajaan Galuh (670 M)  adalah  Pendiri Dinasti  Sanjaya 732 M di Jawa Tangah.

Dari Putri Sudiwara putra Dewasinga (Kalingga Selatan), Raja Sanjaya menurunkan Raja–raja Kalingga Utara (Bumi Mataram)  antara lain :
1. Rakai Panangkaran (754 – 782) putra Sanjaya.
2. Rakai Balitung (898 – 910) keturunan Sanjaya
3. Rakai Wawa (924 – 929) menantu Rakai Balitung (Drs. Yoseph Iskandar : 326).

Raja-raja Mataram Jawa Timur, yaitu :
1. Mpu Sindok  (939 – 947) menantu Rakai Wawa
2. Sri Isana Tunggawijaya  (947 – 967) putra Mpu Sindok, ibunya keturunan Sanjaya.
3. Makutawangsawardana (967 – 991) putra  Sri Isana Tunggawijaya.
4. Airlangga (1016 – 1042) putra Mahendradata cucu Sri Isana Tunggawijaya dan ayahnya adalah Prabu Udayana dari Bali. (Drs. Yoseph Iskandar : 326).

Raja-raja yang pernah berkuasa di Karajaan Mataram (Kediri) Jawa Timur adalah sebagai berikut :

Raja-raja yang pernah berkuasa di Karajaan  Kediri  (Jawa Timur)  *)
1. Sri Jayawarsa (1104 – 1115) putra menantu Airlangga, Samarotsaha Kamakesana (Janggala  1049  – 1104).
2. Sri Kameswara I (1115 – 1130) putra Sri Jayawarsa.
3. Sri Jayabaya (1130 – 1160)  putra Sri Kameswara I.
4. Sri Sarweswara (1160 – 1171) putra Sri Jayabaya.
5. Sri Aryeswara (1171 – 1181) putra Sri Sarweswara (Dalam wawacan beliau terkenal dengan nama "Angling Darma")
6. Sri Gandra (1181 – 1185)  putra Sri Aryeswara.
7. Sri Kameswara II (1185 – 1194) putra Sri Gandra
8. Sri Sarweswawa II ( 1194 – 1200) putra Sri Kameswara II.
9. Sri Kertajaya (1200 – 1222) putra Sri Sarweswara II, Raja Kediri terakhir. 

(Drs. Yoseph Iskandar : 327).
Keterangan : *) Dalam cerita kentrungan, yaitu cerita tradisional klasik orang Jawa Timur, disebutkan bahwa Kerajaan Galuh Besar dari tatar Sunda (yaitu sebelum Galuh dibagi dua, Kerajaan Sunda dan Kerajaan Galuh), kekuasannya sampai ke wilayah Timur. Jawa Tmur juga termasuk Galuh.  Di daerah Surabaya ada nama kampung Galuhan. Orang Galuhan (Surabaya) sampai sekarang tetap mengaku bahwa leluhur mereka dari Galuh (Tatar Sunda).  (Ujung Galuh  7 : 54).

Dan setelah itu barulah berdiri Kerajaan Singosari (1222 M), Majapahi (1293 M), Demak (1518 M),  Pajang dan Kesultanan Mataram.

Kembali kepada Leluhur Prabu  Jaya Dewata (Prabu Sliwangi),  hampir semuanya dimulai dari Ratu Galuh, tetapi siapa asal mulanya, kapan awal keberadaannya, bagaimana riwayatnya, bagaimana bahasanya, keyakinannya dan apa saja kekayaan seni budayanya dan sebagainya, pada buku-buku Silsilah tidak disebutkan.

Menurut almarhum Bapak Sobarnas - Ketua Simpay Tresna Garut, hal tersebut disebabkan karena kepentingan Sejarah belum menjadi kebutuhan masyarakat, sehingga masyarakat Sunda dalam membuat Sejarah atau Silsilah Leluhurnya, masih lewat cerita Legenda, Babad, Pantun, Wawacan dan sebagainya. Tetapi apabila mengingat kepentingan  “Kebudayaan Sunda", yang sampai sekarang masih meraba-raba, Sejarah dapat dijadikan landasan yang kuat untuk menentukan  "Nilai Budaya".  (Sobarnas : 53 ).

Pada pelajaran Sejarah Indonesia di SD dan SMP  tahun 60-an, para siswa SD  atau SMP di wilayah Pasundan (Jawa Barat), lebih hapal nama-nama Raja Kalingga, Kediri, Janggala, Singosari, Majapahit, Demak, Pajang dan Mataram   di Jawa Tengah dan Jawa Timur daripada nama-nama Raja Tarumanagara, Galuh, Sunda atau Pajajaran, Sultan-sultan Cirebon dan Banten. Atau paling tidak di Jawa Barat  hanya mengenal nama Raja Purnawarman (Tarumanagara),  Sri Baduga Maharaja dan Raja Samian atau Raja Surawisesa (Pajajaran).

Padahal  “urang Sunda“  tidak ada bedanya dengan suku-suku bangsa lainnya di Nusantara (Indonesia) seperti Jawa, Aceh, Minangkabau dan lain-lainnya. Oleh sebab itu “urang Sunda“  (Jawa Barat, Banten dan Jakarta) sama dengan suku-suku lainnya mempunyai “Hak Sejarah“.

Bahkan kerajaan besar di  Jawa Timur, yaitu Majapahit dari mulai Raden Wijaya (1293 – 1299 M) sampai Brawijaya V atau Prabu Kertabumi (1447 – 1451) tercantum dalam pelajaran Sejarah Indonesia. Padahal menurut  Joseph Iskandar, Raden Wijaya  adalah putra Rahiyang Jayagiri dan cucu dari Prabu Darmasiksa, Raja Sunda Galuh Galunggung, 1157 – 1297 M.

Atau mungkin sebagaimana dituturkan oleh kang Aan  Merdeka Permana dari Majalah Sunda Ujung Galuh, yang terjemahannya sebagai berikut : “Bila mengikuti kehendak ilmuwan, dimana sejarah itu harus ada bukti arkeologi dan catatan tertulis (prasasti, catatan kuno dan sebagainya), itulah kekurangan  “sejarah Sunda“, kekurangan bukti otentik. Untuk ukuran sejarawan/ilmuwan, mungkin dianggapnya bahwa orang Sunda (Jawa Barat – pen.) tidak mempunyai sejarah sebab semuanya hanya dianggap cerita/dongeng. Apakah betul ?  ( Ujung Galuh 06/2008 : 4).

B. Seuweu Siwi Sri Baduga Maharaja (Prabu Siliwangi)

Adapun putra-putri Prabu Jaya Dewata/Sri Baduga Maharaja/Prabu Siliwangi yang menurunkan seuweu-siwi Keluarga Besar Cirebon, Banten. Galuh, Karawang, Limbangan (Garut), Cianjur (Cikundul), Bandung Timbanganten dsb, sebagaimana tercatat dalam buku Sejarah Jawa Barat/ Sejarah Cirebon, Sejarah Banten, Sejaran Timbanganten, Sejarah Panjalu Ciamis, Sejarah Limbangan, Sejarah Karawang  dll diantaranya  sebagai berikut :

I. Rd. Walangsungsang/Pangeran Cakrabuana (Lahir tahun 1423 M)

Pangeran Cakrabuana  adalah pendiri dan Raja Caruban Larang (1456 – 1479 M) dengan diberi gelar oleh ayahnya “Sri Mangana“. Banyak sejarawan mengatakan bahwa, berdirinya kerajaan-kerajaan Islam (Cirebon, Demak dan Banten) adalah juga tanda masuknya Islam ke tanah Jawa. Padahal Kesultanan Cirebon, bagaimana mungkin terbentuk tiba-tiba, tanpa menyiapkan basis sosial masyarakat muslim  yang telah mengakar dan tersebar di sepanjang pesisir Utara wilayah Cirebon. Mungkin beberapa puluh tahun sebelum Pangeran Walangsungsang lahir, masyarakat Islam telah menetap dan tinggal membentuk komunitas  bersama dengan masyarakat yang lainnnya (KH Rahmat Abdullah-ed. ).

Bahkan menurut Pak H. Jaja Sukarja  (mantan Kasi  Kebudayaan Dikbud Ciamis), ada putra Bunisora (saudaranya  Maharaja Linggabuana – Sang Mokteng ing Bubat), yaitu Bratalegawa yang telah memeluk agama Islam dan menikah dengan wanita Gujarat  India (Farhana binti Muhammad). Bratalegawa  adalah seorang saudagar dan setelah menunaikan ibadah  haji dengan isterinya, ia mendapat julukan Haji Baharuddin Al Jawi.

II. Ny. Hj. Syarifah Mudaim/Nyimas Rara Santang (Lahir 1426 M )

Ny. Hj. Syarifah Mudaim adalah saudaranya Rd. Walangsungsang. Setelah ibunya (Nyai Subanglarang) wafat, bersama kakaknya (Pangeran Walangsungsang) meninggalkan Pakuan pergi ke Cirebon dan  menjadi murid Syekh Dzatuk Kahfy dan beberapa tahun kemudian pergi bersama kakaknya menunakan ibadah haji ke Mekah.

Di kota Suci Mekah kedua kakak beradik itu  bermukim beberapa bulan  di rumah  Syekh Bayanullah sambil menambah ilmu Agama Islam. Di sinilah terjadi peristiwa penting, yaitu dinikahinya Ratu Rara Santang oleh seorang pembesar Kota Isma’iliyah bersama Syarif Abdullah  bin Nurul Alim dari suku Bani HasyimPada masa itu Pusat Pemerintahan Islam berada di Istambul Turki. Dan untuk lebih dekat dengan lingkungan, maka Syarif Abdulah mengganti nama Rara Santang dengan nama Syarifah Mudaim. Dari perkawinan itu kemudian dikaruniai dua orang putra, masing-masing Syarif Hidayatulah dan Syarif Nurulllah (Hasan Basyari : 12)

Syarif Abdullah bin Syekh Nurul Alim adalah saudara sepupu Syekh Rahmatullah  bin Syekh Ibrahim Al Ghazi (Sunan Ampel), keduanya adalah cucu Syekh Jamaludin Kubro Al Husein. Syarif Hidayatulah yang pada tahun 1479 M menggantikan Pangeran Cakrabuana/Pangeran Walangsungsang (karena usianya sudah sepuh – pen.) sebagai Sultan Cirebon dengan gelar Susuhunan atau Sunan.

Menurut salah satu sumber ketika itu kakek beliau (Sri Baduga Maharaja/Prabu Sliwangi) mengirimkan paket kayu jati, yang sekarang masih ada tersimpan  di kompleks Gunung Sembung yang dikenal dengan sebutan Balemangu Pajajaran.

Syarif Hidayatullah  atau  Sunan Gunung Jati (Sultan Cirebon 1482 – 1552) adalah yang menurunkan para Sultan  Cirebon dan seweu-siwinya.
Para Sultan Cirebon, sejak Syarif Hidayat sebagai berikut :
1. Syarif Hidayatullah/Sunan Gunung Jati (1482 – 1552)
2. Moch. Arifin/Pangeran Pasarean  (1552 – 1555 M)
3. Pangeran Sawarga/Aria Kamuning/Dipati Cirebon
4. Panembahan Ratu
5. Pangeran Made Gayam
6. Pangeran Adiningkusumah/Pangeran Girilaya
7. Pangeran Martawijaya/Raja Syamsudin/Kasepuhan, putra 6
8. Pangeran Kertawijaya/Raja Badrudin/Kanoman, putra 6
9. Pangeran Wangsakerta, putra 6 (lain ibu  dengan no. 7 + 8)

Menurut Yoseph Iskandar, sebagai haji pertama di Kerajaan Galuh, ia dikenal dengan Nama Haji Purwa Galuh. Walaupun Haji Purwa beserta anak cucunya berbeda agama, ketika Prabu Wastu Kancana menjadi raja, dia tidak memusuhinya. Hubungan kekeluargaan mereka harmonis, sebab Haji Purwa adalah adik sepupunya dan sekaligus kakak ipar Prabu Niskala Wastu Kancana. (Yoseph Iskandar : 250 ).

Kalau menurut silsilah, Bratalegawa atau Haji Baharuddin Al Jawi masih termasuk eyang/kakek  (aki ti  gigir) dari Pangeran Walangsungsang (cucu dari  Ratu Mayangsari  saudaranya  Bratalegawa).

Putranya Pangeran Walangsungsang adalah Nyi Pakungwati yang menikah dengan saudara sepupunya Syarif Hidayatullah putra Syarif Abdullah dari Ny.Hj. Syarifah Mudaim (Nyimas Rara Santang).

Pada tahun 1529 M beliaulah yang memimpin tentara gabungan Cirebon dan Demak ke Kerajaan Maja dan Talaga yang selanjutnya dlanjutkan oleh Fatahillah (menantu Syarif Hidayatulla ).

Makam Syarif Hidayatullah berada di kompleks permakaman Gunung Sembung Cirebon. Ada wasiat Syarif Hidayatulah (Sunan Gunung Jati) yang ditujukan bagi seuweu siwinya pada khususnya dan umat Islam ada umumnya, yang bunyinya “ Ingsun titip tajug lan fakir- miskin “.

Nama Sunan  Gunung Jati sering dirancukan dengan Fatahilah menantunya, yang memimpin tentara gabungan Demak dan Cirebon ketika merebut pelabuhan Sunda Kalapa pada tahun 1527 M.

Menurut Silsilah, sebenarnya Fatahillah bukan  Syarif Hidayatullah atau Sunan Gunung Jati, tetapi keduanya ada hubungan kekerabatan.  Kakek Syarif Hidayatullah dari ayah ( Syarif Abdullah ), yaitu Syekh Ali Nurul Alim dengan kakek buyut Fatahillah, yaitu Syekh Barkat Jainal Alim masih bersaudara, putra dari Jamaludin Al Kubro (Campa).

III. Raja Sangara  (Lahir 1428 M)
Menurut Sejarah Cirebon, beliau datang ke Cirebon bersama dengan ayahnya (Prabu Jaya Dewata) ketika memberikan gelar “Sri Mangana“ kepada  kakaknya (Pangeran Cakrabuana) sebagai Raja Caruban Larang. Mungkin Raja Sengara setelah bersama-sama berkumpul dengan kakaknya (Prabu Walangsungsang), beliau menjadi murid dari Syekh Dzatul Kahfy pula. Raja Sangara menuntut ilmu Islam dan mengembara hingga ke Timur Tengah. Kemudian menyebarkan agama Islam di tatar selatan dengan sebutan Prabu Kian Santang (Sunan Rohmat).

Rajasengara menurut Sejarah Limbangan atau Sejarah Godog terkenal dengan sebutan Prabu Kiansantang atau Sunan Rohmat. Raja Sangara inilah yang kelak menjadi penyebar dan pengembang agama Islam di pedalaman wilayah Galuh, yang pusatnya di daerah Godog Suci Karangpawitan Garut,  tepatnya di wilayah Keprabuan Galeuh Pakuan - Limbangan yang penguasanya masih keturunan dari Sri Baduga Maharaja, yaitu Adipati Limansenjaya atau Sunan Cipancar.

Catatan : Menurut Sejarah Jawa Barat, Nyai Subanglarang  adalah saudara sepupu Prabu Jaya Dewata. Beliau adalah putra Ki Gedeng Tapa, Syahbandar Muarajati Cirebon (menggantikan kakaknya Surawijaya Sakti)  yang telah memeluk agama Islam. Ki Gedeng Tapa mengirimkan putranya untuk menjadi santri Syekh Quro (Syekh Hasanudin) Karawang.

Ketika itu daerah Karawang, Subang, Purwakarta dan Majalengka masih termasuk  wilayah  Kerajaaan Sindangkasih (dibawah Kerajaan Sunda Galuh) yang ketika itu rajanya adalah Maharaja Wastu Kancana  (1371 – 1475 M) ayah dari kelima putranya, yaitu Prabu Susuk Tunggal, Prabu Dewa Niskala, Surawijaya Sakti, Ki Gedeng Sindangkasih dan Ki Gedeng Tapa.

Syekh Quro adalah sesepuh pesantren pertama di pesisir Utara wilayah Kerajaan Sunda Galuh tahun 1428 M. Ketika menikah dengan Nyai Subanglarang, Prabu Jaya Dewata  masih remaja dengan nama Raden Pamanah Rasa atau Keukeumbingan Raja Sunu.

Adapun “guru agama Islam“ putra-putranya sebagaimana tersebut di atas, adalah Syekh Idlofi/Syekh Dzatuk Kahfi/Syekh Nurjati, seorang ulama keturunan Hadramaut yang berasal dari Mekah dan menyebarkan agama Islam di berbagai daerah di Kerajaan Sunda (Jawa Barat) dan selanjutnya menjadi sesepuh Pesantren Pasambangan  Gunung Jati Cirebon.

Salah satu cicit Syekh Dzatuk Kahfy adalah Pangeran Panjunan (Syekh Abdurahman). Cucu Pangeran Panjunan adalah  Pangeran Santri (Ki Gedeng Sumedang) putra Pangeran  Muhammad (Pangeran  Panjunan).  Pangeran Santri  (Ki Gedeng Sumedang)  adalah isteri dari Nyimas Ratu Inten Dewata (Ratu Pucuk Umum Sumedanglarang).

Dari Nyimas Ratu Inten Dewata (Ratu Pucuk Umum Sumedanglarang), Pangeran Santri dikaruniai  6 orang putra, diantaranya yaitu :
1. Pangeran Angkawijaya (Prabu Geusan Ulun).
2. Santowan Wirakusumah, yang keturunannya berada di Pagaden, Pamanukan dan Subang dll

Dari garis ibu dan neneknya Prabu Geusan Ulun adalah keturunan Bimaraksa (Patih Galuh) atau Aki Balangantrang yang menurunkan putra Prabu Guru Aji Putih, yang rundayaannya sebagai berikut :
1. Prabu Guru Aji Putih – Kerajaan Tembong Agung – Darmaraja
2. Prabu Tajimalela/Prabu Agung Resi Cakrabuana
3. Prabu Gajah Agung/Wirajaya/Sunan Pagulingan
4. Sunan Guling/Mentalaya
5. Sunan Tuakan/Tirtakusumah
6. Nyimas Ratu Isteri Patuakan 1450 – 1530 M, isteri Sunan Corenda
7. Nyimas Ratu Inten Dewata/Dewi Setyasih/Ratu Pucuk Umum 1530 – 1578, isteri Pangeran Santri.
8. Prabu Geusan Ulun

Dari kakeknya Garis ibu Prabu Geusan Ulun adalah keturunan Suryadewata atau Batara Gunung Bitung (pamannya Maharaja Linggabuana, Raja Sunda Galuh), yang rundayaannya sebagai berikut :
1. Suryadewata (Batara Gunung Bitung)
2. Sudayosa (Kang katetek ing wanaraja)
3. Darmasuci (Raja Talaga)
4. Sunan Talagamanggung
5. Ratu Simbarkancana, isteri Kusumalaya (adiknya Prabu Jaya Dewata/Sri Baduga/Prabu Siliwangi )
6. Batara Sakawayana (Sunan Corenda), suami Nyimas Ratu Isteri Patuakan
7. Nyimas Ratu Inten Dewata/Dewi Setyasih/Ratu Pucuk Umum  1530 – 1578, isteri Pangeran Santri.
8. Prabu Geusan Ulun

Dari garis laki-laki Prabu Geusan Ulun adalah keturunan Syekh Dzatuk Kahfy, yang rundayaannya sebagai berikut :
1. Syekh  Dzatuk Kahfy
2. Pangeran Panjunan (Syekh Abdurahman)
3. Pangeran Muhammad
4. Pangeran Kusumadinata/Pangeran Santri, suami Nyimas Dewi Inten Dewata (Ratu Pucuk Umum Sumedang)
5. Prabu Geusan Ulun

Kelak keturunan Pangeran Angkawijaya  atau Prabu Geusan Ulun (Raja Sumedanglarang 1578 – 1601 M) secara turun temurun menjadi para Bupati Sumedang kecuali 1 (anak tiri), 11, 12 dan 13, yaitu  :
1.  Pangeran Aria Suriadiwangsa/Pangeran Rangga Gempol I  (1601 – 1625).  Anak Tiri Prabu Geusan Ulun dari Ratu Harisbaya. Beliau adalah putra dari Panembahan Ratu (Sultan Cirebon). *)
2.   Pangeran Rangga Gede (1625 – 1633) Putra Prabu Geusan Ulun
3.   Raden Bagus Weruh Kusumadinata /Pangeran Rangga Gempol II (1633 – 1656)
4.   Pangeran Rangga Gempol III/Pangeran Panembahan (1656 – 1705)
5.   Dalem Adipati Tanumaja (1705 – 1709) mertua Dalem Wangsadita I 

      (Bupati Limbangan 3 1740 – 1744 M ).

6.   Pangeran Kusumadinata/Pangeran Karuhun (1709 – 1744)
7.   Dalem Istri Rajaningrat (1744 – 1759) isteri saudara sepupunya Dalem Surianagara I 

      (putra Dalem Wangsadita I  Bupati Limbangan 3).
8.   Dalem Adipati Kusumadinata /Dalem Anom ( 1759 – 1761) Putra 7.
9.   Dalem Adipati Surianagara II (1761 – 1765) Putra 7.
10. Dalem  Adipati Surialaga I/ Dalem Panungtung (1765 – 1773) Putra 7.
11. Dalem Adipati  Tanubaya (1773 – 1775)  asal Parakanmuncang.
12. Dalem Adipati  Patrakusumah (1776 – 1789) menantu 11.
13. Dalem Aria Sacapati   (1789 – 1791).
14. Rd. Jamu/ Pangeran Kusumadinata/Pangeran Kornel (1791 – 1828) Putra 9.
15. Dalem Adipati Kusumahyuda I /Dalem Ageung (1828 – 1833)
16. Dalem Adipati Kusumahdinata/Dalem Alit (1833 – 1834) putra Dalem Adipati Adiwijaya 

      (Bupati Limbangan Garut 1813 – 1833).
17. Rd. Tumenggung Suriadilaga/Dalem Sindangraja (1834 – 183)
18. Rd. Somanagara/ Pangeran Suriakusumah Adinata/ Pangeran Sugih  (1836 – 1882) putra 15.
19. Pangeran Aria Suriaatmaja/Pangeran Mekah (1882 – 1919)
20. dan seterusnya.

*) Pangeran Rangga Gempol I (Rd. Aria Suradiwangsa) adalah mertua Pangeran Kusumadiningrat leluhur Dalem Wirawangsa (Bupati Sukapura).

Adapun Nyi Rd. Rajanagara, kakaknya Pangeran Karuhun/Kusumadinata putra Dalem Tanumaja menikah dengan Dalem Wangsadita I (Bupati Limbangan 3 1740 -1744) mempunyai putra Dalem Surianagara I (yang menurunkan para Bupati Sumedang sebagaimana tersebut. di atas), Wangsadita II dan saudara-saudara yang menurunkan para Bupati Limbangan). (Riwayat dan Rundayan Dalem Wangsadita I lihat di bawah ).

IV. Prabu Munding Surya Ageung (Raja Maja)
Menurut Sejarah Panjalu Ciamis, Prabu Munding Surya Ageung adalah ayah dari Rd.Ranggamantri/Parunggangsa (Raja Maja terakhir). Rd. Ranggamantri selanjutnya menikah dengan Ratu Dewi Sunyalarang (Ratu Parung  - 1500 M) putra Sunan Parung/Batara Sakawayana (Raja Talaga – 1450 M) dan akhirnya merangkap sebagai Raja Talaga terakhir. Diislamkan oleh Syarif Hidayatullah tahun 1529 M, Rd. Ranggamantri/Parunggangsa diberi julukan “Pucuk Umum“.
Rd. Ranggamantri (+ 1530 M) mempunyai 3 orang putra, yaitu : Prabu Haurkuning, Rd. Rangga Gumilang dan Sunan Wanaperih
     
IV.1. Prabu Haurkuning
Prabu Haurkuning adalah Pendiri Kerajaan Galuh Pangauban. Beliau mempunyai 3 orang putra, yaitu  :
Maharaja Upama, Maharaja Cipta Sanghiang dan Sareupeun Agung.
IV.1.1. Maharaja Upama, Maharaja Cipta Sanghiang dan 
Menggantikan ayahnya sebagai Raja Galuh Pangauban di Putra Pinggan.

IV.1.2. Maharaja Cipta Sanghiang
Menjadi raja di Galuh Salawe (daerah Cimaragas Sekarang). Maharaja Cipta Sanghiyang, mempunyai 3 orang putra, yaitu :
Nyi Tanduran Ageung, Cipta Permana dan Sanghiyang Permana

IV.1.2.1. Nyi Tanduran Ageung
Beliau adalah isteri Pangeran Rangga Permana putra Prabu Geusan Ulun yang mendirikan Kerajaan Galuh Kertabumi (Raja Galuh Kertabumi 1585 – 1602 M). Menurut catatan Rd. Yusuf Suriadiputra (Bupati Ciamis 1954 – 1958 M) salah satu keturunan Rd. Wirasuta (Bupati Karawang pertama) bahwa Nyi Tanduran Ageung mendapatkan wilayah sebelah Timur alun-alun Ciamis sekarang meliputi Kec. Ciamis, Cijeungjing (Bojong ), Rancah, distrik Banjar sampai ke sebelah Selatan.
Pangeran Rangga Permana (Prabu di Muntur) dengan Nyi Tanduran Ageung berputrakan 2 orang yaitu :
a.  Maraja Cipta (Adipati Kertabumi II)
Beliau adalah mertua Adipati Panaekan (Bupati Nagara Tengah).

b . Rd. Kanduruan Singaperbangsa (Adipati Kertabumi III) Beliau yang menurunkan para Bupati Galuh Kertabumi/Ciancang, yaitu :
1.  Rd.Adipati Singaperbangsa II atau Rd. Pagergunung dan disebut Adipati Kertabumi IV (1618 – 1641). Putra Adipati Kertabumi III.
2.  Kanduruan Singaperbangsa III (Adipati Kertabumi  V) ( (1641– 1654 ).
3.  Rd. Wirasuta disebut Mas Galak atau Kanduruan Singaperbangsa IV (1654 – 1656 ), Bupati Galuh Kertabumi terakhir, kemudian pindah ke Karawang menjadi Bupati Karawang 1 dengan gelar Dalem Panatayuda I (1679 – 1721) putra 2
4.  Rd. Candramerta  (1676 - 1681) 
5.  Rd. Jayanagara (1681 – 1683) 
6.  Rd. Puspanagara (1683 – 1685) 
7.  Panembahan Wargamala (1685 – 1700)
8.  Dalem Candranagara (1700 – 1714) 
9.  Nyi Rd. Ayu Rajakusumah (Bupati Istri) (1714 – 1718) 
10. Dalem Kertayana/ Dalem Wiramantri I (1718 – 1736) suami Nyi Rd. Ayu Rajakusumah.
11. Dalem Wiramantri II (1736 – 1762) 
12. Dalem Wiramantri III (1762 – 1787) 
13. Dalem Wiramantri IV (1787 – 1803) (Kabupaten Utama).
14. Rd. Demang Wirantaka (1803 – 1811) Bupati terakhir
Pada tahun 1811 Kabupaten Utama – Ciamis – Banagara disatukan menjadi satu Kabupaten Ciamis, sampai dengan sekarang.   
Keterangan : *).Karena pada tahun 1679 M daerah Karawang dijadikan Kabupaten, maka beliau yang menjadi Bupati Karawang pertama  (1679 – 1721 M) dengan gelar Dalem Panatayuda I. Beliaulah yang menurunkan para Bupati Karawang sebagai berikut :
1.  Dalem Panatayuda II (1721 – 1732).
2.  Dalem Panatayuda III (1732 – 1752).
3.  Rd. Apun Balon/Dalem Panatayuda IV (1752 – 1783).
4.  Rd. Singasari/Dalem Panatayuda V (1783 – 1809).
Dalem Panatayuda V pada tahun 1809 dipindahan menjadi Bupati Brebes  dengan gelar Dalem Singasari Panatayuda I, putranya Rd.Sastrapraja (Demang Karawang) menjalankan pemerintahan Kab. Karawang sampai kekosongan Bupati diisi oleh Dalem Surialaga II  (1811 – 1813 M) putra Dalem Surialaga I (Bupati Sumedang).
Sejak tahun 1813 – 1821 M pemerintah tidak mengangkat Bupati di Karawang, dan daerah Karawang dipegang oleh RA Sastradipura. Baru ada tahun 1821 M Kabupaten Karawang didirikan kembali sampai dengan sekarang.
            
IV.1.2.2. Cipta Permana
Beliau adalah Raja Galuh Kawasen  (1595 – 1615 M) yang wilayahnya sebelah Barat alun-alun Ciamis sekarang sampai perbatasan Tasikmalaya ditambah Ciancang dan Pasirjeungjing. Beliau tinggal di Nagara Tengah (Ciancang).
Selanjutnya Cipta Permana diganti oleh putranya Dipati Panaekan sebagai Bupati Nagara Tengah. Putranya adalah Dalem Imbananagara, yang menurunkan  para Raja/Bupati Galuh Imbanagara, yaitu sebagai berikut :
1. Dalem Adipati Panji Jayanagara (1635 – 1674 M)
2. Dalem Angganagara (1674 – 1678 M)
3. Dalem Anggapraja (1678 – 1679)
4. Raden Adipati Angganaya (1679 – 1693) 
5. Dalem Sutadinata (1693 – 1706 M) 
6. Dalem Kusumadinata I (1727 – 1732 M) 
7. Dalem Jagabaya (1732 – 1751 M) 
8. Dalem Kusumadinata III (1751 – 1801 M)
9. Dalem Natadikusumah (1801 – 1806 M) 
Setelah Dalem Natakusumah, selanjutnya sebagai Bupati Galuh Imbanagara terakhir adalah Dalem Surapraja (1806 – 1811 M) putra Dalem Suriapraja I (Rangga Bungsu) Bupati Limbangan ke 5 (1744 – 1755 M). Menurut  Sajarah Limbangan, beliau terkenal dengan sebutan Dalem Imbanagara. Beliau adalah menantu Tumenggung Jengpati I ( keturunan Sanghiyang Permana ).
           
IV.1.2.3. Sanghiyang Permana 
Sanghiyang Permana meneruskan pemerintah ayahnya di Galuh Salawe.
Menurut Ds. Jaja Sukarja, Sanghiyang Permana dikaruniai 2 orang putra, yaitu :
a. Sangadipati
Secara turun temurun rundayannya sebagai berikut :
Sangadipati – Rd. Tumenggung Kabolotan – Nyai  Gede Kaliangis – Kyai Hameng Jaya – Rd. Tumenggung Pamulihan – Rd. Tumenggung Panembahan.
Kemudian Rd. Tumenggung Panembahan mempunyai 2 orang putra, yaitu :
1. Rd. Tumenggung Wiranagara (Cibodas) 
2. Rd. Tumenggung Jengpati.
Rd. Tumenggung Jengpati I adalah Bupati Camis di Cibitu.  Beliau mempunyai 2 orang putra, yaitu :  1. ……….yang dijadikan isteri Dalem Surapraja putra Dalem Suriapraja I ( Bupati Limbangan ke 6 ) cucu Dalem Wangsadita I    Bupati Limbangan 3 ), yang diangkat menjadi Bupati Imbanagara pada tahun  1806 – 1811, sehingga diberi beliau disebut Dalem Imbanagara.  2. Penambahan Sutadirana.
b. Rd. Jakkah (Ciawi)
Petualangan Rd. Jakkah telah disusun dalam bentuk cerita wawacan  oleh Rd. Wangsa Muhammad (Pangeran Papak) pada pertengan abad 19 M. Beliau adalah  salah seorang sesepuh di Cinunuk Wanaraja Garut, yang masih keturunan Sunan Cipancar Limbangan.
Catatan : Pada tahun 1811 M, Kab. Galuh Kertabumi, Galuh Imbanagara dan Kab. Panjalu digabungkan menjadi Kabupaten Ciamis.
               
IV.1.3. Sareupeun Agung.
Beliau menjadi Raja Cijulang (Ciamis . Secara  turun temurun rundayannya secara berurutan sebagai berikut : Sareupeun Agung – Santowan Kolet -  Kiai Gede Utama – Jengpati Jangabaya – Tumenggung Jengpati II (Bupati Ciamis di
Cibitu) – Tumenggung Jengpati III (Bupati Ciamis) – Tumenggung Jengpati Wira Utama (Bupati Ciamis).
Tumenggung Jengpati Wira Utama mempunyai 3 orang putra, yaitu :
1.  Rd. TumenggungJengpati IV (Bupati Ciamis)
2.  Rd. Tumenggung Jeng Raya 
3.  Rd. Tumenggung Sacakusuma atau Tumenggung Wiramantri (Bupati Utama).
Tumenggung Jengpati IV mempunyai putra Rd. Tumenggung Jengpati V (Bupati Ciamis di Pasirmanggu). Beliau mempunyai  13 orang putra, yaitu :
1.  Rd. Tumenggung. Jayengpati
2.  Nyi Rd. Dewi Aliya
3.  Rd. Wirakusumah
4.  Rd. Kartanagara
5.  Rd. Sutanagara
6.  Rd. Martanagara
7.  Rd. Adipati Sindungmangga
8.  Rd. Demang Sumapraja
9.  Nyi Rd. Mojadewi
10. Rd. Praja Wijaya
11. Rd. Mangkunagara
12. Nyi Rd. Madu
13. Rd. Nata Dewi 

IV.2. Rd. Rangga Gumilang
Rangga Gumilang adalah pendiri Kerajaan Panjalu (+ 1530 M ). Beliaulah yang menurunkan para Raja/Bupati Panjalu.
Para Raja/Bupati Panjalu :
1.  Rangga Gumilang
2.  Lembu Sampulur
3.  Prabu Cakradewa 
4.  Prabu Boros Ngora
5.  Hariang Kuning 
6.  Hariang Kencana 
7.  Hariang Kuluk Kukunang Teko
8.  Dipati Kariang Kanjut Kandali Kancana
9.  Dipati Hariang Martabaya
10. Dipati Hariang Kunang Natabaya
11. Aria Sumalah 
12. Aria Secamata
13. Rd. Aria Wirabaya 
14. Dalem Wirapraja
15. Rd.Prajasasana (Cakranagara I) (putra Rd.Aria Wiradipa)
16. R.Cakranagara II
17. R. Cakranagara III (Bupati Panjalu terakhir).
Ada Cerita Rakyat Panjalu, bahwa Prabu Boros Ngora bertemu dengan Baginda Ali sahabat Nabi dan setelah masuk Islam dia diperintahkan untuk menyebarkan ilmu agama Islam di negerinya dan sebagai kenang-kenangan dia diberi sebilah pedang, cis, pakaian kehajian dan segayung air zam-zam. Cerita rakyat seperti ini hampir mirip dengan cerita mengenai Prabu Kiansantang di Godog (Suci Karangpawitan Garut) atau "Sejarah Duhung" di Cinunuk Hilir Wanaraja Garut atau juga “Wawacan Gagak Lumayung“. Wallohu’alam.
Pada tahun 1819 Kawali, Panjalu dan Rancah resmi menjadi wilayah tatar Galuh dengan ibu kota di Ciamis , berada dibawah pemerintahan Bupati Rd. Adipati Adikusumah ( 1819 – 1839 ). ( H. Djadja Sukardja : 35 ).
Catatan : Setelah Prabu Jaya Dewata/Prabu Siliwangi memindahkan pusat kekuasaanya ke Bogor, Kerajaan Galuh di Kawali diserahkan kepada saudaranya Sang Ningratwangi, sebagai Raja Kawali (1482 – 1507 M)  kemudian putranya Prabu Jayaningrat (1507 – 1529 M) saudara sepupu Prabu Surawisesa (Raja Pakuan Pajajaran 1521 – 1535 M).
Ketika tahun 1529 M Kerajaan Galuh (Kawali) dikalahkan oleh tentara gabungan Demak, akhirnya Kerajaan Galuh Kawali dibawah Kesultanan Cirebon. Raja Galuh Kawali atas penunjukkan Syarif Hdayatullah diangkat Pangeran Dungkut putra Langlangbuana (Raja Kuningan) menggantkan mertuanya (Prabu Jayaningrat) sebagai Raja Galuh Kawali (1529 – 1575 M).
Setelah Pangeran Dungkut   yang menurunkan para Raja Kawal/Bupati Kawali sebagai berikut :
1.  Pangeran Bangsit (Mas Palembang) (1575 – 1592 M)
2.  Pangeran Mahadikusumah (1592 – 1643 M).
3.  Pangeran Usman (1643 M), menantu 2.
4.  Dalem Adipati Singacala (1643- 1718 M),Bupati pertama Kawali.
5.  Dalem Satia Meta (1718 – 1745 M).
6.  Rd. Adipati Mangkupraja I (11745 – 1772 M).
7.  Rd. Adipati Mangkupraja II (1772 – 1801 M).
8.  Rd. Adipati Mangkuparaja III (1801 – 1810 M) Bupati terakhir Kabupaten Kawali.
Pada tahun 1810 M disatukan dengan Kab. Panjalu. (Drs. Jaja Sukarrja : 34).

IV.3. Sunan Wanaperih
Sunan Wanaperih adalah yang menggantikan Rd. Ranggamantri sebagai Bupati Talaga terakhir.
Cucu Sunan Wanaperih yaitu Aria Wangsa Goparana putra Sunan Cibinong Wanapeurih (Sunan Ciburang) yang memulai membabat hutan di tempat yang nantinya menjadi cikal bakal Kota Cianjur. Salah seorang putranya, yaitu Dalem Adipati Aria Wiratanudatar I ( Dalem Cikundul ) sebagai pendiri Kab. Cianjur  dan menjadi  Bupati pertama Kab. Cianjur ( 1567 – 1600 M ).
Beliaulah yang menurunkan para Wiratanudatar (Bupati Cianjur), Bogor dan seuweu siwinya.
Salah seorang putra keturunan Dalem Cikundul adalah Rd. Abas putra sulung DAA Wiratanudatar VI. Pada tahun 1833 Rd. Abas ini dibawa ke Sumedang dan dibesarkan oleh Pangeran Kornel (Bupati Sumedang  1791 – 1828 M), bahkan setelah dewasa ditikahkan dengan keluarganya bernama Nyi Raden Purnama, yaitu putri Tumenggung Kusumadinata (Bupati Limbangan Garut  1833 – 1834 M).
Dan selanjutnya ketika  Tumenggung Kusumadinata dipindahkan  ke Sumedang, maka Raden Abas juga  diangkat menjadi Bupati Limbangan Garut mengganti mertuanya dengan gelar Adipati Aria Surianatakusuma (1833 – 1871).
Catatan : Nyimas Ratu Patuakan (Dewi Sintawati) putra Sunan Patuakan (keturunan Prabu Tajimalela) adalah menantu Ratu Simbarkancana ( Ratu  Talaga )/Kusumalaya. Kusumalaya adalah adiknya Prabu Jaya Dewata/Sri Baduga Maharaja/Prabu Siliwangi. 
Ratu Simbarkancana adalah cucu  Pendiri Kerajaan Talaga, yaitu Prabu Darmasuci putra Sudayosa, saudara sepupu Maharaja Linggabuana 1350 – 1357 M). 
Menurut Drs. Joseph Iskandar, ayah Sudayosa yaitu Prabu Suryadewata putra Prabu Ajiguna Linggawisesa (Raja Sunda Galuh 1333 – 1340 M) dari permaisuri Ratu  Umi Lestari.  Prabu Suryadewata tewas ketika sedang berburu di dalam hutan daerah Wanaraja Garut sekarang (  sang mokta ing wanaraja ) (Yoseph Iskandar : 242 ).
Dari Sunan Corenda, Nyimas Patuakan melahirkan seorang putra :  Nyimas Ratu Dewi Inten Dewata atau Dewi Satyasih.
Nyimas Ratu  Inten Dewata/Ratu Pucuk Umum Sumedang (1530 – 1578 M) menikah dengan Pangeran Santri/Pangeran Kusumadinata (keturunan  Syekh Dzatuk Kahfy)  dan mempunyai  keturunan sebagaimana telah dijelaskan di atas.

V. Prabu Surawisesa
Ibunya adalah Nyai Kentring Manik Mayang Sunda putra Prabu Susuk Tunggal - Raja Sunda Bogor (1382 – 1482 M),
Dalam buku Sejarah Indonesia, namanya adalah Raja Samian. Beliau adalah Raja Pakuan Pajajaran (1521 – 1535 M) menggantikan Sri Baduga Maharaja/Prabu Siliwangi. Pada taun 1533 M, untuk mengenang ayahnya, Prabu Surawisesa membuat Prasasti Batu Tulis Bogor.
Petualangan Prabu Surawisesa, diceritakan dalam cerita Pantun/wawacan  dengan nama Guru Gantangan atau Mundinglaya Dikusumah.
Pada masa Prabu Surawisesa inilah, terjadinya penyerangan ke Banten oleh tentara Gabungan Demak dan Cirebon dibawah pimpinan Fatahilah pada tahun 1525.
Setelah beliau wafat secara turun temurun yang memerintah Kerajaan Pakuan Pajajaran adalah  :
1. Dewata Buana (1535 – 1543 M).
2. Ratu Sakti (1543 – 1551 M)
3. Prabu Nilakendra (1551 – 1567 M)
4. Prabu Ragamulya/Suryakancana (1567 – 1579 M).
Prabu Ragamulya ini pernah membuat wangsit atau wasiat kepada para ponggawanya dan rakyat Pajajaran yang masih setia, yaitu Wangsit Siliwangi atau  Uga Lebak Cawene (Sobarnas : 23).
Menurut Kang Aan Merdeka Permana dalam Majalah Ujung Galuh 6 : 65 meriwayatkan bahwa karena beliau  (Prabu Ragamulya – pen.) telah merasa bahwa Pajajaran akan mulai berakhir, maka Prabu Ragamulya telah mengutus putranya Aji Mantri untuk menyerahkan mahkuta raja kepada Prabu Geusan Ulun di Sumedang Larang. Aji Mantri dikawal 4 patih yaitu Jaya Perkosa, Terongpeot, Sayang Hawu dan Suradijaya.
Pada zaman Prabu Ragamulya Suryakencana  ( Prabu Siliwang terakhir) inilah Pakuan Pajajaran sirna ing bhumi, pada tanggal 11 bulan Wesa tahun 1501 Saka" bertepatan dengan tanggal 11 Rabiulawal 987 H atau tanggal 8 Mei 1579 M. 
Keraton Pajajaran yang pertama kali dibuat oleh pendiri Kerajaan Sunda, yaitu Tarusbawa sebagaimana telah dijelaskan di atas  dan berdiri selama hampir 900 tahun, sekarang tinggal menjadi kenangan “wargi- wargi Sunda”  (Jawa Barat dan Banten).

VI.  Surasowan (Adipati Banten )
Surasowan adalah saudara seibu sebapa dari  Prabu Surawisesa. Nyi Kawunganten putra Surasowan adalah isteri Syarif  Hidayatullah/Sunan Gunung Jati Cirebon. Syarif Hidayatullah dari Nyi Kawunganten dikaruniai 2 orang putra, yaitu Ratu Kalinyamat dan Maulana Hasanudin (Sultan  Banten 1552 – 1570 M). Dari Maulana Hasanudin menurunkan para Sultan Banten sebagai berikut :
1.Maulana Yusuf  (1570 – 1580 M)
2. Maulana Muhammad (1580 – 1596 M)
3. Abdul Mufakir (1624 – 1651 M)
4. Abdul Fatah/Sultan Ageng Tirtayasa (1651 – 1682 M)
5. Sultan Haji (1682 – 1687 M) * )
6. Sultan Abu’l Fadhl (1687 – 1690 M) 
7. Sultan Abu’l Mahasin Muh. Zaenal Abidin (1690 – 1733 M)
8. Sultan Abu’lfathi Muh. Arifin (1733 – 1750 M)
Keterangan :*) Sultan Haji (1682 – 1687 M), setelah tidak menjadi Sultan, beliau menjadi ulama terkenal dengan sebutan Syekh Maulana Mansur. Beliau adalah salah satu ulama penyebar dan pengembang agama Islam di tatar  Pasundan. Ulama yang sejaman dengan beliau adalah Syekh Jafar Sidik (Cibiuk Garut) dan Syekh Abdul Muhyi  (Pamjahan Tasikmalaya).
Menurut Catatan Silsilah, ada diantara beberapa  keturunan Syeh Maulana Hasanudin ( Banten ) ada pula yang berbaur dengan Keluarga Besar Sunan Cipancar Limbangan atau Bani Nuryayi atau mungkin sekeseler lainnya di daerah Garut dan sekitarnya, misalnya yaitu Nyi Rd. Syarifah Aisah,  isteri dari Kyai Rd. Moh. Aonilah yang terkenal dengan sebutan Mama Serang Cibiuk (  Cibiuk/ Limbangan ).  Atau juga KH Tb. Aliban menantu dari Ny Rd. Dhomah cucu Embah Nuryayi – Suci/ Nyi Rd. Bathiyah – Cimalaka Wanaraja/Limbangan. Lihat riwayat dan rundayannya pada Bagian lain.
Kakak ipar Syarif Hidayatullah adalah Aria Surajaya putra  Surasowan. Pada tahun 1525 M, keratonnya diduduki oleh tentara gabungan Demak dan Cirebon. Aria Surajaya  beserta keluarga dan sebagian   pembesar yang masih hidup terpaksa melarikan diri masuk ke dalam hutan lebat untuk menuju Pakuan (Bogor) (Yoseph  Iskandar :  284).
Untuk menghormati kakeknya, Maulana Hasanudin menggunakan nama Surasowan sebagai nama pasukan Banten, yaitu pasukan Surasowan.

VII. Sunan Dayeuhmanggung
Ibunya adalah Nyai Putri Inten Dewata  putra Sunan Permana Puntang atau Dalem Pasehan   dari Kerajaan Timbanganten .
Sunan  Dayeuhmanggung adalah Raja di Kerajaan Permana Puntang Timbanganten. Menurut Naskah Silsilah Menak-menak Limbangan, beliau adalah mertua Prabu Mundingwangi ( Sunan Cisorok ) putra Sunan Rumenggong ( Limbangan ).
   
VIII. Sunan Derma Kingkin (Sunan Gordah)
Sunan Derma Kingkin adalah saudaranya Sunan Dayeuhmanggung. Beliau adalah Raja di Kerajaan Permana Puntang Timbanganten. Menurut Sejarah Asal Usul Limbangan dan Timbanganten, beliaulah mempunyai 3 orang putra , yaitu :
1. Sunan Ranggalawe
2. Sunan Rumenggong
Akan dijelaskan pada Bagian Selanjutnya
3. Sunan Patinggi.

IX. Prabu Layakusumah
Ibunya adalah Ratu Anten dari Pakuan Raharja ( Sukabumi ). Beliau adalah raja di Keprabuan Pakuan Raharja (Cicurug Sukabumi) sebagai vazal (bawahan) Kerajaan Pakuan Pajajaran.
Prabu Layakusumah adalah suami Nyi Putri Buniwangi putra Sunan Rumenggong, yang  menurunkan Para Raja/Bupati/Dalem Galeuh Pakuan/Limbangan/Sudalarang/Sumedang/Garut dan seuweu siwinya (Keluarga Besar Limbangan). (Lihat Selanjutnya).

Dengan melihat putra-putra Prabu Jaya Dewata/Sri Baduga Maharaja/Prabu Siliwangi tersebut di atas, maka sebenarnya antara Keluarga Besar Galuh, Karawang, Sukapura, Cirebon, Banten, Bandung, Timbanganten, Limbangan, Garut, Parakanmuncang, Cianjur dll, baik langsung ataupun tidak langsung, masih ada tali kekerabatan diantara mereka.

Sebagai contoh  : Rd. H. Muhammad Musa (Hoofz Penghulu Limbangan Garut).  Beliau termasuk Keluarga Besar Sunan Cipancar Limbangan dan mungkin pula tercatat pula dalam Rundayan Menak-menak Timbanganen (Tarogong Garut), Panjalu (Ciamis) dan Cianjur. Karena memang demikianlah kenyataannya.

Ibunya Rd. H. Muhamad Musa, yaitu Nyi Rd. Mariyah keturunan Dalem Jiwanagara I (Cinunuk Wanaraja Garut) putra Dalem Tumenggung Wijayakusumah dan keturunan Rd. Rajasuta (Limbangan)/Nyi Rd. Ajeng Karaton (Timbanganten), ayahnya (Rd. Rangga Suriadiusumah – Patih Limbangan) adalah cucu Rd. Jayanagara putra Dalem Secamata (Bupati Panjalu)  dan Nyi Rd Lenggang Nagara putra Rd. Tumenggung. Natanagara (Bupati Bogor) keturunan Dalem Wiratanudatar I (Dalem Cikundul Cianjur).

Demikian pula tokoh–tokoh  (para Dalem, Bupati, Patih Penghulu dsb) di Limbangan Garut, Timbanganten, Sukapura, Galuh, Sumedang, Cianjur dan tempat-tempat lainnya di  daerah Pasundan. Hal ini dikarenakan   antara  “wargi-wargi “ Limbangan, Sukapura, Cianjur, Sumedang dlsb. terjalin tali persaudaraan melalui hubungan perkawinan, sejak dahulu, sekarang bahkan mungkin di masa-masa yang akan datang.

Menurut Catatan Dewan Wargi-wargi Sunda tertanggal 8 April 1968, bahwa pada tanggal 7 April 1968 telah diadakan pertemuan silaturahmi “Dewan Wargi-wargi Sunda“ di Panti Karya Bandung. Jumlah yang hadir semuanya ada 76 orang perwakilan dari wargi-wargi Sumedang Sukapura, Galuh, Bandung, Timbanganten, Limbangan, Banten, Parakanmuncang, Cidamar, Cukundul dan Karawang. Ketuanya saat itu adalah RAA Suria Danoeningrat (Bandung).

Keluarga Besar Limbangan (Garut) dan selintas Riwayat/Rundayan Timbanganten, yang penulis susun mudah-mudahan jadi obor penerang bagi seuweu siwi Limbangan Garut (termasuk Timbanganten) khususnya dan  seuweu siwi Sunda (Jawa Barat  dan Banten) yang masih kegelapan, mudah-mudahan tersingkap dan menjadi pembuka pintu untuk meneliti Sejarah/Rundayannya.

Ada nasehat dari  alm. Bapak Sobarnas (Ketua Simpay Tresna Garut) dalam bahasa Sunda sebagai berikut :
“...Bumi muntir, jaman robah, atuh Kabudayaan urang Sunda oge milu robah, ngindung ka waktu mibapa ka jaman, hususna di widang Sajarah tina sawangan sastra (babad, dongeng, carita pantun, carita rayat – pen) sing ngajaul kana sawangan sajarah sacara ilmiah, sangkan sajarah Tatar Sunda henteu terus-terusan poek peteng, pesek “falsafah, siloka, perlambangna“. Anu heubeul  pikeun eunteung (neuleuman sajarah ngan ku sawangan sastra – babad – sasakala – dongeng). Ayeuna garapeun (cing urang sasarengan  kokoreh bukti sajarah sacara ilmiah)....Bral miang sing panjang natar lalakon kasmaran picaritaeun. Prak rumat  budaya urang, sangkan ngajega nepi ka  jaga“ (Sobarnas : 2).

Cag ah braya...seuweu-siwi putu Galuh dan Padjadjaran nu anyar