Selasa, 20 Maret 2018

SEJARAH KABUPATEN KARAWANG

SEJARAH, Kabupaten Karawang, adalah sebuah kabupaten di Provinsi Jawa Barat, Indonesia. Ibukotanya adalah Karawang. Kabupaten ini berbatasan dengan Kabupaten Bekasi dan Kabupaten Bogor di barat, Laut Jawa di utara, Kabupaten Subang di timur, Kabupaten Purwakarta di tenggara, serta Kabupaten Cianjur di selatan , memiliki luas wilayah 1.737,53 km2, dengan jumlah penduduk 2.125.234 jiwa (sensus 2010) yang berarti berkepadatan 1.223 jiwa per km2, serta merupakan lokasi banyak pabrik serta berbagai aktivitas industri lainnya. Kata karawang muncul pada Naskah Bujangga Manik dari akhir abad ke-15 atau awal abad ke-16. Bujangga Manik menuliskan sebagai berikut: leteng karang ti Karawang, leteng susuh ti Malayu, pamuat aki puhawang. Dipinangan pinang tiwi, pinang tiwi ngubu cai, Dalam bahasa Sunda, karawang mempunyai arti "penuh dengan lubang". Bisa jadi pada daerah Karawang zaman dulu banyak ditemui lubang. Cornelis de Houtman, orang Belanda pertama yang menginjakkan kakinya di pulau Jawa, pada tahun 1596 menuliskan adanya suatu tempat yang bernama Karawang sebagai berikut: Di tengah jalan antara Pamanukan dan Jayakarta, pada sebuah tanjung terletak Karawang. Meskipun ada sumber sejarah primer yaitu Naskah Bujangga Manik dan catatan dari Cornelis de Houtman yang menyebutkan kata Karawang, sebagian orang menyebutnya Kerawang adapula yang menyebut Krawang seperti yang ditulis dalam buku Miracle sight West Java yang diterbitkan oleh Provinsi Jawa Barat. R. Tjetjep Soepriadi dalam buku Sejarah Karawang berspekulasi tentang asal-muasal kata karawang, pertama kemungkinan berasal dari kata karawaan yang mengandung arti bahwa daerah ini terdapat "banyak rawa", dibuktikan dengan banyaknya daerah yang menggunakan kata rawa di depannya seperti, Rawa Gabus, Rawa Monyet, Rawa Merta dan lain-lain; selain itu berasal dari kata kera dan uang yang mengandung arti bahwa daerah ini dulunya merupakan habitat binatang sejenis monyet yang kemudian berubah menjadi kota yang menghasilkan uang; serta istilah serapan yang berasal dari bahasa Belanda seperti caravan dan lainnya. Wilayah Karawang sudah sejak lama dihuni manusia. Peninggalan Situs Batujaya dan Situs Cibuaya yang luas menunjukkan pemukiman pada awal masa moderen yang mungkin mendahului masa Kerajaan Tarumanagara. Penduduk Karawang semula beragama Hindu dan Budha dan wilayah ini berada di bawah kekuasaan Kerajaan Sunda. Setelah Kerajaan Sunda runtuh maka Karawang terbagi dua. Menurut Carita Sajarah Banten, Sunan Gunung Jati membagi Karawang menjadi dua bagian; sebelah timur masuk wilayah Cirebon dan sebelah barat menjadi wilayah Kesultanan Banten.Agama Islam mulai dipeluk masyarakat setempat, pada masa Kerajaan Sunda, setelah seorang patron bernama Syekh Hasanudin bin Yusuf Idofi, konon dari Makkah, yang terkenal dengan sebutan "Syekh Quro", memberikan ajaran; yang kemudian dilanjutkan oleh murid-murid Wali Songo. Makam Syeikh Quro terletak di Pulobata, Kecamatan Lemahabang, Karawang. Pemerintahan mandiri Sebagai suatu daerah berpemerintahan sendiri tampaknya dimulai semenjak Karawang diduduki oleh Kesultanan Mataram, di bawah pimpinan Wiraperbangsa dari Sumedang Larang tahun 1632. Kesuksesannya menempatkannya sebagai wedana pertama dengan gelar Adipati Kertabumi III. Semenjak masa ini, sistem pertanian melalui pengairan irigasi mulai dikembangkan di Karawang dan perlahan-lahan daerah ini menjadi daerah pusat penghasil beras utama di Pulau Jawa hingga akhir abad ke-20. Selanjutnya, Karawang menjadi kabupaten dengan bupati pertama Raden Adipati Singaperbangsa bergelar Kertabumi IV yang dilantik 14 September 1633. Tanggal ini dinobatkan menjadi hari jadi Kabupaten Karawang. Selanjutnya, bupatinya berturut-turut adalah R. Anom Wirasuta 1677-1721, R. Jayanegara (gelar R.A Panatayuda II) 1721-1731, R. Martanegara (R. Singanagara dengan gelar R. A Panatayuda III) 1731-1752, R. Mohamad Soleh (gelar R. A Panatayuda IV) 1752-1786. Pada rentang ini terjadi peralihan penguasa dari Mataram kepada VOC (Belanda). Menjelang kemerdekaan Pada masa menjelang Kemerdekaan Indonesia, Kabupaten Karawang menyimpan banyak catatan sejarah. Rengasdengklok merupakan tempat disembunyikannya Soekarno dan Hatta oleh para pemuda Indonesia untuk secepatnya merumuskan naskah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia pada tanggal 16 Agustus 1945. Kabupaten Karawang juga menjadi inspirasi sastrawan Chairil Anwar menulis karya Antara Karawang-Bekasi karena peristiwa pertempuran di daerah sewaktu pasukan dari Divisi Siliwangi harus meninggalkan Bekasi menuju Karawang yang masih menjadi daerah kekuasaan Republik. Kecamatan Rengasdengklok adalah daerah pertama milik Republik Indonesia yang gagah berani mengibarkan bendera Merah Putih sebelum Proklamasi kemerdekaan Indonesia di Gaungkan.[rujukan?] Oleh karena itu selain dikenal dengan sebutan Lumbung Padi Karawang juga sering disebut sebagai Kota Pangkal Perjuangan. Di Rengasdengklok didirikan sebuah monumen yang dibangun oleh masyarakat sekitar, kemudian pada masa pemerintahan Megawati didirikan Tugu Kebulatan Tekad untuk mengenang sejarah Republik Indonesia. Pemerintahan Sejarah Singkat Karawang Sekitar Abad XV Masehi, Agama Islam masuk ke Karawang yang dibawa oleh ulama besar Syeikh Hasanudin bin Yusup Idofi dari Champa yang terkenal dengan sebutan Syeikh Quro. Pada masa itu daerah Karawang sebagian besar masih merupakan hutan belantara dan berawa-rawa. Keberadaan daerah Karawang yang telah dikenal sejak Kerajaan Pajajaran yang berpusat di Daerah Bogor, karena Karawang pada masa itu merupakan jalur lalu lintas yang sangat penting untuk menghubungkan Kerajaan Pakuan Pajajaran dengan Galuh Pakuan yang berpusat di Daerah Ciamis. Luas Wilayah Kabupaten Karawang pada saat itu, tidak sama dengan luas Wilayah Kabupaten Karawang pada masa sekarang. Pada waktu itu luas Wilayah Kabupaten Karawang meliputi Bekasi, Purwakarta, Subang dan Karawang sendiri . Setelah Kerajaan PaJajaran runtuh pada tahun 1579 Masehi, pada tahun 1580 Masehi berdiri Kerajaan Sumedanglarang sebagai penerus Kerajaan Pajajaran dengan Rajanya Prabu Geusan Ulun. Kerajaan Islam Sumedanglarang, pusat pemerintahannya di Dayeuhluhur dengan membawahi Sumedang, Galuh, Limbangan,Sukakerta dan Karawang. Pada tahun 1608 Prabu Geusan Ulun wafat dan digantikan oleh putranya Ranggagempol Kusumahdinata. Pada masa itu di Jawa Tengah telah berdiri Kerajaan Mataram dengan Rajanya Sultan Agung (1613 - 1645). Salah satu cita-cita Sultan Agung pada masa pemerintahannya adalah dapat menguasai Pulau Jawa dan mengusir Kompeni (Belanda) dari Batavia. Ranggagempol Kusumahdinata sebagai Raja Sumendanglarang masih mempunyai hubungan keluarga dengan Sultan Agung dan mengakui kekuasaan Mataram. Maka pada Tahun 1620, Ranggagempol Kusumahdinata menghadap ke Mataram dan menyerahkan kerajaan Sumedanglarang di bawah naungan Kerajaan Mataram. Ranggagempol Kusumahdinata oleh Sultan Agung diangkat menjadi Bupati (Wadana) untuk tanah Sunda dengan batas-batas wilayah disebelah Timur Kali Cipamali, disebelah Barat Kali Cisadane, disebelah Utara Laut Jawa, dan disebelah Selatan Laut Kidul. Pada Tahun 1624 Ranggagempol Kusumahdinata wafat, dan sebagai penggantinya Sultan Agung mengangkat Ranggagede, Putra Prabu Geusan Ulun. Ranggagempol II, putra Ranggagempol Kusumahdinata yang semestinya menerima tahta kerajaan, merasa disisihkan dan sakit hati. Kemudian beliau berangkat ke Banten untuk meminta bantuan Sultan Banten agar dapat menaklukkan Kerajaan Sumedanglarang dengan imbalan apabila berhasil, maka seluruh wilayah kekuasaan Sumedanglarang akan diserahkan kepada Banten. Sejak itu banyak tentara Banten yang dikirim ke Karawang terutama di sepanjang Sungai Citarum, di bawah Pimpinan Sultan Banten bukan saja untuk memenuhi permintaan Ranggagempol II, Tetapi merupakan awal usaha Banten untuk menguasai Karawang sebagai persiapan merebut kembali pelabuhan Banten yang telah dikuasai oleh Kompeni (Belanda), yaitu pelabuhan Sunda Kelapa. Masuknya tentara Banten ke Karawang beritanya telah sampai ke Mataram. Pada Tahun 1624, Sultan Agung mengutus Surengrono (Aria Wirasaba) dari Mojo Agung, Jawa Timur untuk berangkat ke Karawang dengan membawa 1000 Prajurit dengan keluarganya, dari Mataram melalui Banyumas dengan tujuan untuk membebaskan Karawang dari pengaruh Banten, mempersiapkan logistik dengan membangun gudang-gudang beras dan meneliti rute penyerangan Mataram ke Batavia. Langkah awal yang dilakukan Aria Surengrono adalah dengan mendirikan 3 (tiga) Desa yaitu Waringinpitu (Telukjambe), Desa Parakansapi (di Kecamatan Pangkalan yang sekarang telah terendam Waduk Jatiluhur) dan Desa Adiarsa (Sekarang ternlasuk di Kecamatan Karawang Barat), dengan pusat kekuatan di ditempatkan di Desa Waringinpitu. Karena jauh dan sulitnya hubungan antara Karawang dengan Mataram, Aria Wirasaba belum sempat melaporkan tugas yang sedang dilaksanakan kepada Sultan Agung. Keadaan ini menjadikan Sultan Agung mempunyai angqapan bahwa tuqas yang diberikan kepada Aria Wirasaba gagal dilaksanakan. Demi menjaga keselamatan Wilayah Kerajaan Mataram sebelah barat, pada tahun 1628 dan 1629, bala tentara Kerajaan Mataram diperintahkan Sultan Agung untuk melakukan penyerangan terhadap VOC (Belanda) di Batavia. Namun serangan ini gagal disebabkan keadaan medan yang sangat berat. Sultan Agung kemudian menetapkan Daerah Karawang sebagai pusat logistik yang harus mempunyai pemerintahan sendiri dan langsung berada dibawah pengawasan Mataram serta harus dipimpin oleh seorang pemimpin yang cakap dan ahli perang sehingga mampu menggerakkan masyarakat untuk membangun pesawahan guna mendukung pengadaan logistik dalam rencana penyerangan kembali terhadap VOC (belanda) di Batavia. Pada tahun 1632, Sultan Agung mengutus kembali Wiraperbangsa Sari Galuh dengan membawa 1.000 prajurit dengan keluarganya menuju Karawang. Tujuan pasukan yang dipimpin oleh Wiraperbangsa adalah membebaskan Karawang dari pengaruh Banten, mempersiapkan logistik sebagai bahan persiapan melakukan penyerangan terhadap VOC (Belanda) di Batavia, sebagaimana halnya tugas yang diberikan kepada Aria Wirasaba yang dianggap gagal. Tugas yang diberikan kepada Wiraperbangsa dapat dilaksanakan dengan baik dan hasilnya langsung dilaporkan kepada Sultan Agung. Atas keberhasilannya Wiraperbangsa oleh Sultan Agung dianugrahi jabatan Wedana (Setingkat Bupati) di Karawang dan diberi gelar Adipati Kertabumi III serta diberi hadiah sebilah keris yang bernama "Karosinjang". Setelah penganugrahan gelar tersebut yang dilakukan di Mataram, Wiraperbangsa bermaksud akan segera kembali ke Karawang, namun sebelumnya beliau singgah dahulu ke Galuh untuk menjenguk keluarganya.Atas takdir IIlahi Beliau kemudian wafat saat berada di Galuh. Setelah Wiraperbangsa Wafat, Jabatan Bupati di Karawang dilanjutkan oleh putranya yang bernama Raden Singaperbangsa dengan gelar Adipati Kertabumi IV yang memerintah pada tahun 1633-1677. Pada abad XVII kerajaan terbesar di Pulau Jawa adalah Mataram, dengan raja yang terkenal yaitu Sultan Agung Hanyokrokusumo. la tidak menginginkan wilayah Nusantara diduduki atau dijajah oleh bangsa lain dan ingin mempersatukan Nusantara. Dalam upaya mengusir VOC yang telah menanamkan kekuasaan di Batavia, Sultan Agung mempersiapkan diri dengan terlebih dahulu menguasai daerah Karawang, untuk dijadikan sebagai basis atau pangkal perjuangan dalam menyerang VOC. Ranggagede diperintahnya untuk mempersiapkan bala tentara/prajurit dan logistik dengan membuka lahan-Iahan pertanian, yang kemudian berkembang menjadi lumbung padi. Tanggal 14 September 1633 Masehi, bertepatan dengan tanggal 10 Maulud 1043 Hijriah, Sultan Agung melantik Singaperbangsa sebagai Bupati Karawang yang pertama, sehingga secara tradisi setiap tanggal 10 Maulud diperingati sebagai Hari Jadi Kabupaten Karawang. Berawal dari sejarah tersebut dan perjuangan persiapan proklamasi kemerdekaan RI, Karawang lebih dikenal dengan julukan sebagai kota pangkal perjuangan dan daerah lumbung padi Jawa Barat. VERSI BLOG PEMKAB KARAWANG SEJARAH SINGKAT TERBENTUKNYA KABUPATEN KARAWANG Bila kita melihat jauh ke belakang, ke masa Tarumanegara hingga lahirnya Kabupaten Karawang di Jawa Barat, Berturut-turut berlangsung suatu pemerintahan yang teratur, baik dalam system pemerintahan pusat (Ibu Kota). Pemegang kekuasaan yang berbeda, seperti Kerajaan Taruma Negara (375-618) KerajaanSunda (Awal Abad VIII-XVI). Termasuk pemerintahan Galuh, yang memisahkan diri dari kerajaan Taruma Negara, ataupun Kerajaan Sunda pada tahun 671 M. Kerajaan Sumedanglarang (1580-1608, KasultananCirebon (1482 M) dan Kasultanan Banten ( Abad XV-XIX M). Sekitar Abad XV M, agama Islam masuk ke Karawang yang dibawa oleh Ulama besar Syeikh Hasanudin bin Yusuf Idofi, dari Champa, yang terkenal dengan sebutan Syeikh Quro, sebab disamping ilmunya yang sangat tinggi, beliau merupakan seorang Hafidh Al-Quran yang bersuara merdu. Kemudian ajaran agama islam tersebut dilanjutkan penyebarannya oleh paraWali yang disebut Wali Sanga. Setelah Syeikh Quro Wafat, tidak diceritakan dimakamkan dimana. Hanya saja, yang ada dikampung Pulobata, Desa Pulokalapa, Kecamatan Lemahabang Wadas, Kabupaten Karawang, merupakan maqom (dimana Syech Quro pernah Tinggal). Pada masa itu daerah Karawang sebagian besar masih merupakan hutan belantara dan berawa-rawa. Hal ini menjadikan apabila Karawang berasal dari bahasa Sunda. Ke-rawa-an artinya tempat berawa-rawa. Nama tersebut sesuai dengan keadaan geografis Karawang yang berawa-rawa, bukti lain yang dapat memperkuat pendapat tersebut. Selain sebagian rawa-rawa yang masih tersisa saat ini, banyak nama tempat diawali dengan kata rawa, seperti : Rawasari, Rawagede, Rawamerta, Rawagempol dan lain-lain. Keberadaan daerah Karawang telah dikenal sejak Kerajaan Pajajaran yang berpusat di daerah Bogor. Karena Karawang pada masa itu, merupakan jalur lalu lintas yang sangat penting untuk menghubungkan Kerajaan Pakuan Pajajaran denga Galuh Pakuan, yang Berpusat di Ciamis. Sumber lain menyebutkan, bahwa buku-buku Portugis (Tahun 1512 dan 1522) menerangkan bahwa Pelabuhan-pelabuhan penting dari kerajaan Pajajaran adalah : “ CARAVAN “ sekitar muara Citarum”, Yang disebut CARAVAN, dalam sumber tadi adalah daerah Karawang, yang memang terletak sekitar Sungai Citarum. Sejak dahulukala, bila orang-orang yang bepergian akan melewati daerah-daerah rawa, untuk keamanan, mereka pergi berkafilah-kafilah dengan menggunakan hewan seperti Kuda, Sapi, Kerbau atau, Keledai. Demikian pula halnya yang mungkin terjadi pada zaman dahulu, kesatuan-kesatuan kafilah dalam bahasa Portugis disebut “ CARAVAN ” yang berada disekitar muara Citarum sampai menjorok agak ke pedalaman sehingga dikenal dengan sebutan “ CARAVAN “ yang kemudian berubah menjadi Karawang. Dari Pakuan Pajajaran ada sebuah jalan yang dapat melalui Ci leungsi atau Cibarusah, Warunggede, Tanjungpura, Karawang, Cikao, Purwakarta, Rajagaluh Talaga, Kawali, dan berpusat di kerajaan Galuh Pakuan di Ciamis dan Bojonggaluh. Luas Kabupaten Karawang pada saat itu tidak sama dengan luas Kabupaten Karawang masa sekarang. Pada saat itu Kabupaten Karawang meliputi Bekasi, Subang, Purwakarta dan Karawang sendiri. Setelah Kerajaan Pajajaran runtuh pada tahun 1579 M, pada tahun 1580, berdiri Kerajaan Sumedanglarang, sebagai penerus Kerajaan Pajajaran dengan Rajanya Prabu Geusan Ulun, Putera Ratu Pucuk Umum (Disebut juga Pangeran Istri) dengan Pangeran Santri Keturunan Sunan Gunung Jati dari Cirebon. Kerajaan Islam Sumedanglarang pusat pemerintahannya di Dayeuhluhur dengan membawahi Sumedang, Galuh, Limbangan, Sukakerta dan Karawang. Pada tahun 1608 M, Prabu Geusan Ulum wafat digantikan oleh puteranya Ranggagempol Kusumahdinata, putera Prabu Geusam Ulum dari istrinya Harisbaya, keturunan Madura. Pada masa itu di Jawa Tengah telah berdiri Kerajaan Mataram dengan Rajanya Sultan Agung (1613-1645), Salah satu cita-cita Sultan Agung pada masa pemerintahannya adalah dapat menguasasi Pulau Jawa dan menguasai Kompeni (Belanda) dari Batavia. Rangggempol Kusumahdinata sebagai Raja Sumedanglarang masih mempunyai hubungan keluarga dengan Sultan Agung dan mengajui kekuasaan mataram. Maka pada tahun 1620, Ranggagempol Kusumahdinata menghadap ke Mataram dan menyerahkan Kerajaan Sumdeanglarang dibawah naungan Kerajaan Mataram, Sejak itu Sumedanglarang dikenal dengan sebutan “PRAYANGAN”. Ranggagempol Kusumahdinata, oleh Sultan Agung diangkat menjadi Bupati Wadana untuk tanah Sunda dengan batas-batas wilayah disebelah Timur Kali Cipamali, sebelah Barat Kali Cisadane, dsebelah Utara Laut Jawa dan, disebelah Selatan Laut Kidul. Karena Kerajaan Sumedanglarang ada di bawah naungan Kerajaan Mataram, maka dengan sendirinya Karawang pun berada di bawah kekuasaan Mataram. Pada Tahun 1624 Ranggagempol Kusumahdinata wafat; dimakamkan di Bembem Yogyakarta. Sebagai penggantinya Sultan Agung mengangkat Ranggagede, putra Prabu Geusan Ulun, dari istri Nyimas Gedeng Waru dari Sumedang, Ranggagempo l II, putra Ranggagempol Kusumahdinata yang mestinya menerima Tahta Kerajaan. Merasa disisihkan dan sakit hati. Kemudian beliau berangkat ke Banten, untuk meminta bantuan Sultan Banten, agar dapat menaklukan Kerajaan Sumedanglarang. Dengan Imbalan apabila berhasil, maka seluruh wilayah kekuasaan Sumedanglarang akan diserahkan kepada Sultan Banten. Sejak itu Banyak tentara Banten yang dikirim ke Karawang terutama di sepanjang Sungai Citarum, di bawah pimpinan Pangeran Pager Agung, dengan bermarkas di Udug-udug. Pengiriman bala tentara Banten ke Karawang, dilakukan Sultan Banten, bukan saja untuk memenuhi permintaan Ranggagempol II, tetapi merupakan awal usaha Banten untuk menguasai Karawang sebagai persiapan merebut kembali Pelabuhan Banten, yang telah dikuasai oleh Kompeni (Belanda) yaitu Pelabuhan Sunda Kelapa. Masuknya tentara Banten ke Karawang beritanya telah sampai ke Mataram, pada tahun 1624 Sultan Agung mengutus Surengrono (Aria Wirasaba) dari Mojo Agung Jawa Timur, untuk berangkat ke Karawang denganmembawa 1000 prajurit dan keluarganya, dari Mataram melalui Banyumas dengan tujuan untuk membebaskan Karawang dari pengaruh Banten. Mempersiapkan logistik dengan membangun gudang-gudang beras dan meneliti rute penyerangan Mataram ke Batavia. Di Banyumas, Aria Surengrono meninggalkan 300 prajurit dengan keluarganya untuk mempersiapkanLogistik dan penghubung ke Ibu kota Mataram. Dari Banyumas perjalanan dilanjutkan dengan melalui jalur utara melewati Tegal, Brebes, Cirebon, Indramayu dan Ciasem. Di Ciasem ditinggalkan lagi 400 prajurit dengan keluarganya, kemudian perjalanan dilanjutkan lagi ke Karawang. Setibanya di Karawang, dengan sisa 300 prajurit dan keluarganya, Aria Surengrono, menduga bahwa tentara Banten yang bermarkas di udug-udug, mempunyai pertahanan yang sangat kuat, karena itu perlu di imbangi dengan kekuatan yang memadai pula. Langkah awal yang dilakukan Surengrono membentuk 3 (Tiga) Desa yaitu desa Waringinpitu (Telukjambe), Parakan Sapi (di Kecamatan Pangkalan) yang kini telah terendam air Waduk Jatiluhur ) dan desa Adiarsa (sekarang termasuk di Kecamatan Karawang, pusat kekuatan di desa Waringipitu. Karena jauh dan sulitnya hubungan antara Karawang dan Mataram, Aria Wirasaba belum sempat melaporkan tugas yang sedang dilaksanakan SultanAgung. Keadaan ini menjadikan Sultan Agung mempunyai anggapan bahwa tugas yang diberikan kepada Aria Wirasaba gagal dilaksanakan. Pengabdian Aria Wirasaba selanjutnya, lebih banyak diarahkan kepada misi berikutnya yaitu menjadikan Karawang menjadi “lumbung padi” sebagai persiapan rencana Sultan Agung menyerang Batavia, disamping mencetak prajurit perang. Di desa Adiarsa, sangat menonjol sekali perjuangan keturunan Aria Wirasaba. Walaupun keturunan Aria Wirasaba oleh Belanda hanya dianggap sebagai patih di bawah kedudukan Bupati dari keturunan Singaperbangsa, tetapi ditinjau dari segi perjuangan melawan Belanda, pantas mendapat penghargaan dan penghormatan. Karena perlawanannya terhadap Belanda, akhirnya Aria Wirasaba II ditangkap oleh Belanda dan ditembak mati di Batavia, Kuburannya ada di Manggadua, di dekat Makam Pangeran Jayakarta. Putra Kedua Aria Wirasaba, yang bernama Sacanagara bergelar Aria Wirasaba III, berpendirian sama dengan Aria Wirasaba I dan II, tidk mau tunduk pada Belanda, serta tidak meninggalkan misi sesepuhnya, yaitu memajukan pertanian rakyat, irigasi dan syiar Islam. Aria Wirasaba III meninggalkan kedudukannya sebagai patih, karena dirasakannya hanya menjadi jalur untuk menekan rakyatnya. Setelah wafat beliau dimakamkan di Kalipicung, termasuk desa Adiarsa sekarang. KEMATIAN SINGAPERBANGSA Kematian Singaperbangsa, juga lebih diakibatkan oleh salah tafsir Raden Trunojoyo Bupati Panarukan yang memberontak Pemerintahan Sunan Amangkurat I. Setelah Sultan Agung meninggal dalam usia 55 tahun. Sunan Amangkurat I sebagai Putera Mahkota dilantik menjadi Raja di Mataram. Sebagai pengganti almarhum Ayahnya (Sultan Agung) Sunan Amangkurat I tidak seidiologi dengan perjuangan Ayahnya Sunan Amangkurat I sangat otoriter dan kejam terhadap rakyatnya. Bahkan Istana Mataram dijadikan Mataram tempat untuk mengeksekusi sekitar 300 ulama. Karena dianggap sebagai pembangkang ulama-ulama pemimpin informal itu ditangkapi secara massal, termasuk Eyang dan Ayahnya Trunojoyoyang mati ditangan Sunan Amangkurat I. Selama memerintah Mataram, Sunan Amangkurat I lebih berpihak kepada Kompeni, hal itu membuat rakyat Mataram marah besar. Tatkala Raden Trunojoyo memberontak bersama tentaranya yang dipimpin Natananggala, spontan mendapat dukungan dari semua pihak. Termasuk dari padepokan padepokan Islam Makasar, yang dipimpin Kraeng Galesung. Trunojoyo seorang pemuda yang gagah dan berani, sehingga dalam waktu yang tidak terlalu lama, Pemerintahan Amangkurat I dapat diruntuhkan. Kota Plered, Jawa Tengah sebagai pusat Pemerintahan Mataram dapat dikuasai Trunojoyo. Sedangkan Sunan Amangkurat I melarikan diri menuju Batavia, meminta bantuan Belanda, namun baru sampai di Tegalarum (Tegal) Sunan Amangkurat I Meninggal. Namun sebelum meninggal, ia sempat melantik putranya yakni Amangkurat II. Amangkurat II sebagai Raja Mataram, perjuangannya juga tidak sejalan denga Sultan Agung (Eyangnya), ia lebih cenderung meneruskan perjuangan ayahnya yakni Sunan Amangkurat I yang bekerjasama dengan Belanda, Ia tetap berusaha meminta bantuan Kompeni, Ia meloloskan diri ke Batavia lewat Laut Utara. Sementara perjuangan Aria Wirasaba dan keturunannya, tetap konsisten terhadap perjuangan Sultan Agung terdahulu, bahwa Karawang dijadikan lahan Pertanian Padi untuk memenuhi logistik persiapan menyerang Batavia. Namun Jika Masih ada sebagian generasi sekarang, masih mempertanyakan nasib Aria Wirasaba, sebab kalau mengacu kepada Pelat Kuning Kandang Sapi Besar, Pelantikan Wedana setingkat Bupati, antara Singaperbangsa dan Aria Wirasaba, dilantik secara bersamaan. Saat itu Singaperbangsa sebagai Bupati di Tanjungpura, sedangkan Aria Wirasaba Bupati Waringipitu. Tapi mengapa kini Aria Wirasaba tidak masuk catatan Administratif Pemerintah Daerah Kabupaten Karawang. Perhatikan perkataan Hoofd-Regent (Bupati Kepala) dan Tweeden-Regent (Bupati Kedua) memang datang dari Belanda, yang menyatakan bahwa kedudukan Singaperbangsa lebih tinggi dari Aria Wirasaba. Sebaliknya kalau kita perhatikan sumber kekuasaan ya ng diterima kedua Bupati itu, yaitu PiagamPelat Kuning Kandang Sapi Besar, yang ditulis Sultan Agung tanggal 10 bulan Mulud Tahun Alip, sama sekali tidak menyebut yang satu lebih tinggi dari lainnya “ Tapi dalam menyikapi hal ini, kitapun harus lebih arif dan bijaksana, karena setiap peristiwa memiliki situasi dan kondisi yang berbesa-beda itulah Sejarah “ Demi menjaga keselamatan, Wilayah Kerajaan Mataram di sebelah Barat, pada tahun 1628 dan 1629 bala tentara kerajaan Mataram diperintahkan Sultan Agung untuk melakukan penyerangan terhadap VOC (Belanda) di Batavia Namun serangan ini gagal karena keadaan medan sangat berat berjangkitnya Malaria dan kekurangan persediaan makanan. Dari kegagalan itu, Sultan Agung menetapkan daerah Karawang sebagai pusat Logistik, yang harus mempunyai pemerintahan sendiri dan langsung berada dibawah pengawasan Mataram, dan harus dipimpin oleh seorang pemimpin yang cakap dan ahli perang, mampu menggerakan masyarakat untuk membangun pesawahan, guna mendukung pengadaan logisticdalam rencana penyerangan kembali terhadap VOC(Belanda) di Batavia. Pada tahun 1632, Sultan Agung mengutus kembali Wiraperbangsa dari Galuh dengan membawa 1000 prajurit dan keluarganya menuju Karawang tujuan pasukan yang dipimpin oleh Wiraperbangsa adalah membebaskan Karawang dari pengaruh Banten, mempersiapkan logistik sebagai bahan persiapan melakukan penyerangan kembali terhadap VOC (Belanda) di Batavia, sebagaimana halnya tugas yang diberikan kepada Aria Wirasaba yang telah dianggap gagal. Tugas yang diberikan kepada Wiraperbangsa dapat dilaksanakan dengan baik dan hasilnya dilaporkan kepada Sultan Agung atas keberhasilannya, Wiraperbangsa oleh Sultan Agung dianugerahi jabatan Wedana (setingkat Bupati ) di Karawang dan diberi gelar Adipati Kertabumi III, serta diberi hadiah sebilah keris yang bernama “KAROSINJANG”.Setelah penganugerahan gelar tersebut yang dilakukan di Mataram, Wiraperbangsa bermaksud akan segera kembali ke Karawang, namun sebelumnya beliau singgah dulu ke Galuh, untuk menjenguk keluarganya. Atas takdir Ilahi beliau wafat di Galuh, jabatan Bupati di Karawang, dilanjutkan oleh putranya yang bernama Raden Singaperbangsa dengan gelar Adipati Kertabumi IV yang memerintah pada tahun 1633-1677, Tugas pokok yang diemban Raden Adipati Singaperbangsa, mengusir VOC (Belanda) dengan mendapat tambahan parjurit 2000 dan keluarganya, serta membangun pesawahan untuk mendukung Logistik kebutuhan perang. Hal itu tersirat dalam piagam Pelat Kuning Kandang Sapi Gede yang bunyi lengkapnya adalah sebagai berikut : “ Panget Ingkang piagem kanjeng ing Ki Rangga gede ing Sumedang kagadehaken ing Si astrawardana. Mulane sun gadehi piagem, Sun Kongkon anggraksa kagengan dalem siti nagara agung, kilen wates Cipamingkis, wetan wates Cilamaya, serta kon anunggoni lumbung isine pun pari limang takes punjul tiga welas jait. Wodening pari sinambut dening Ki Singaperbangsa, basakalatan anggrawahani piagem, lagi lampahipun kiayi yudhabangsa kaping kalih Ki Wangsa Taruna, ingkang potusan kanjeng dalem ambakta tata titi yang kalih ewu; dipunwadanahaken ing manira, Sasangpun katampi dipunprenaharen ing Waringipitu ian ing Tanjungpura, Anggraksa siti gung bongas kilen, Kala nulis piagem ing dina rebo tanggal ping sapuluh sasi mulud tahun alif. Kang anulis piagemmanira anggaprana titi “. Terjemahan dalam Bahasa Indonesia : “Peringatan piagam raja kepada Ki Ranggagede di Sumedang diserahkan kepada Si Astrawardana. Sebabnya maka saya serahi piagam ialah karena saya berikan tugas menjaga tanah negara agung milik raja. Di sebelah Barat berbatas Cipamingkis, disebelah Timur berbatas Cilamaya, serta saya tugaskan menunggu lumbung berisi padi lima takes lebih tiga belas jahit. Adapun padi tersebut diterima oleh Ki Singaperbangsa. Basakalatan yang menyaksikan piagam dan lagi Kyai Yudhabangsa bersama Ki Wangsataruna yang diutus oleh raja untuk pergi dengan membawa 2000 keluarga. Pimpinannya adalah Kiayi Singaperbangsa serta Ki Wirasaba. Sesudah piagam diterima kemudian mereka ditempatkan di Waringinpitu dan di Tanjungpura. Tugasnya adalah menjaga tanah negara agung di sebelah Barat. Piagan ini ditulis pada hari Rabu tanggal 10 bulan mulud tahun alif. Yang menulis piagam ini ialah anggaprana, selesai. Tanggal yang tercantum dalam piagam pelat kuningan kandang sapi gede ditetapkan sebagai hari jadi Kabupaten Karawang berdasarkan hasil penelitian panitia sejarah yang dibentuk dengan Surat Keputusan Bupati Kepala Daerah Tingkat II Karawang nomor : 170/PEM/H/SK/1968 tanggal 1 Juni 1968 yang telah mengadakan penelitian dari pengkajian terhadap tulisan : 1. Dr. Brandes dalam “ Tyds Taal-land En Volkenkunde “ XXVIII Halaman 352,355, menetapkan tahun 1633; 2. Dr. R Asikin Wijayakusumah dalam ‘ Tyds Taal-land En Volkenkunde “ XXVIII 1937 AFL, 2 halaman 188-200 (Tyds Batavissc Genot Schap DL.77, 1037 halaman 178-205) menetapkan tahun 1633; 3. Batu nisan makam panembahan Kiyai Singaperbangsa di Manggungjaya Kecamatan Cilamaya tertulis huruf latin 1633-1677; 4. Babad Karawang yang ditulis oleh Mas Sutakarya menulis tahun 1633. Hasil Penelitian dan pengkajian panitia tersebut menetapkan bahwa hari jadi Kabupaten Karawang pada tanggal 10 rabi’ul awal tahun 1043 H, atau bertepatan dengan tanggal 14 September 1633 M atau Rabu tanggal 10 Mulud 1555 tahun jawa/saka. SILSILAH KEPALA DAERAH KABUPATEN KARAWANG . 1. RADEN ADIPATI SINGAPERBANGSA (1633-1677) Raden Adipati Singaperbangsa putra Wiraperbangsa dari Galuh (Wilayah Kerjaaan Sumedanglarang) Bergelar Adipati Kertabumi IV. Pada masa pemerintahan Raden Adipati Singaperbangsa, pusat pemerintahan Kabupaten Karawang berada di Bunut Kertayasa. Sekarang termasuk wilayah Kelurahan Karawang Kulon, Kecamatan Karawang Barat. Dalam melaksanakan tugasnya Raden Adipati Singaperbangsa didampingi oleh Aria Wirasaba, yang pada saat itu oleh kompeni disebut sebagai “ HET TWEEDE REGENT “, sedangkan Raden Adipati Singaperbangsa sebagai “HOOFD REGENT”. Raden Adipati Singaperbangsa, wafat pada tahun 1677, dimakamkan di Manggung Ciparage, Desa Manggung Jaya Kecamatan Cilamaya Kulon. Raden Adipati Singaperbangsa, dikenal pula dengan sebuatn Kiai Panembahan Singaperbangsa, atau Dalem Kalidaon atau disebut juga Eyang AMnggung. 2. RADEN ANOM WIRASUTA (1677-1721) Raden Anom Wirasuta Putra raden Adipati Singaperbangsa bergelar Adipati Panatayudha I.Beliau dilantik menjadi Bupati di Citaman Pangkalan. Beliau setelah wafat, dimakamkam di Bojongmanggu Pangkalan, Karena beliau dikenal pula dengan sebutan Panembahan Manggu. 3. RADEN JAYANEGARA (1721-1731) Raden Jayanegara adalah putra Anom Wirasuta, bergelar Adipati Panatayudha II. Setela wafat beliau dimakamkan di Waru Tengah Pangkalan. Karena itu beliau dikenal juga sebagai Panembahan Waru Tengah 4. RADEN SINGANAGARA (1731-1752) Raden Singanagara, putra Jayanegara, bergelar Raden Aria Panatyudha III. Raden Singanagara dikenal juga dengan nama Raden Martanegara. Setalh wafat dimakamkan di Waru Hilir, Pangkalan. Karena itu beliau dikenal dengan Panembahan Waru Hilir. Pada tanggal 28 November 1994, makam Raden Anom Wirasuta (Bupati Karawang ke-2), makam Raden Jayanegara (Bupati Karawang ke-3) dan Raden Singanagara (Bupati Karawang ke-4) dipindahkan ke Areal dekat makam Raden Adipati Singaperbangsa di Manggung Ciparage, Desa Manggungjaya, Kecamatan Cilamaya Kulon. 5. RADEN MUHAMMAD SALEH (1752-1786) Raden Muhammad Saleh, putra Raden Singanagara, bergelar Raden adipati Panatayudha IV. Raden Muhammad Saleh dikenal pula dengan nama Raden Muhammad Zaenal Abidin atau Dalem Balon. Setelah wafat beliau dimakamkan di Serambi Mesjid Agung Karawang. Karena itu Raden Muhammad Saleh dikenal juga dengan sebutan Dalem Serambi. Pada tanggal 5 Januari 1994 Makam Raden Muhammad Saleh dipindahkan juga kea real Manggung dekat dengan makam Raden Adipati Singaperbangsa, di Manggung Ciparage, Desa Manggungjaya, Kecamatan Cilamaya Kulon 6. RADEN SINGASARI (1786-1809) Raden Singasari, putra mantu Raden Muhammad Saleh, bergelar Raden adipati Aria Singasari atau Pantayudha IV. Pada tahun 1809 Raden Aria Singasari dialihtugaskan menjabat Bupati Brebes Jawa Tengah. Raden Adipati Aria Singasari wafat pada tahun 1836 dan dimakamkan di Duro Kebon agung Jati Barang, Brebes Jawa Tengah. Karena beliau dikenal juga dengan sebutan Dalem Duro. 7. RADEN ARIA SASTRADIPURA (1809-1811) Raden Aria Sastradipura, putra Raden Muhammad Saleh, beliau ditugaskan sebagai Cutak (Demang) setingkat Patih dengan tugas pekerjaan Bupati. 8. RADEN ADIPATI SURYALAGA (1811-1813). Raden Adipati Suryalaga, pada waktu kecil bernama Raden Ema, beliau putra Sulung Raden Adipati Suryalaga, Bupati Sumedang (1765-1783) Raden Suryalaga, adalah saudara misan dan menantu Pangeran Kornel, yaitu Suami dan Putri Pangeran Kornel yang bernama Nyi Raden Ageng, Raden Adipati Suryalaga wafat di Talun Sumedang. Karena itu beliau dikenal pula dengan sebutan Dalem Talun. 9. RADEN ARIA SASTRADIPURA (1831-1820) Raden Aria Sastradipura, putra Muham mad Saleh ( Bupati Karawang ke-5). Beliau untuk kedua kalinya ditugaskan sebagai Cutak di Karawang, setelah yang pertama pada Periode tahun 1809-1811. Pada tahun 1813 Kabupaten Karawang dihapuskan, tetapi pada tahun 1821 dibentuk kembali dengan pusat pemerintahan berkedudukan di Wanayasa, Purwakarta. PARA BUPATI KARAWANG YANG BERKEDUDUKAN DI PURWAKARTA. 10. RADEN ADIPATI SURYANATA (1821-1828) Raden Adipati Suryanata, putra RAden Adipati Wiranata Dalem Sepuh Bogor Keturunan Cikundul. Raden Adipati Suryanata Menikah dengan Nyi Salamah, putrid Aria Sastradipura, (Bupati Karawang ke- 9). Pada masa Pemerintahan Raden Adipati Suryanata, kantor dipindahkan dari Karawang ke Wanayasa (Purwakarta). Raden Adipati Suryanata wafat pada tahun 182 dimakamkan di Nusa Situ Wanayasa, Purwakarta. 11. R. ADIPATI SURYAWINATA (1828-1849) Raden Suryawinata alias Raden Haji Muhammad Sirod, putra Raden Adipati Wiranata Dalem Sepuh Bogor, (adik Raden Adipati Suryanata Bupati Karawang yang memerintah tahun 1821-1828). Pada awal masa pemerintahan beliau, pusat pemerintahan masih di Wanayasa, selama 2 tahun, dan pada tahun 1830, pusat Pemerintahan dipindahkan dari Wanayasa ke Sindangkasih serta menamakan daerah tersebut Purwakarta. Purwa artinya permulaan dan Karta, sama dengan Ramai atau hidup, dengan demikian nama Purwakarta baru dikenal pada masa pemerintahan Raden Adipati Suryawinata. Pada tahun 1849 Raden Adipati Suryawinata dialihtugaskan menjadi Bupati Bogor hingga wafat tahun 1872. Raden Adipati Suryawinata Dikenal pula den gan sebutan Dalem Solawat atau Dalem Santri. 12. RADEN MUHAMMAD ENOH (1849-1854) Raden Muhammad Enoh, putar Dalem Aria Wiratanudatar VI, bergelar Raden Sastranagara. Taden Muhammad Enoh, wafat pada tahun 1854 dan dimakamkan di Masjid agung Purwakarta. 13. RADEN ADIPATI SUMADIPURA (1854-1863). Raden Adipati Sumadipura, putra Raden Adipati Sastradipura (Bupati Karawang Ke-8) yang dilahirkan pada tahun 1814 dengan sebutan lainnya Uyang Ajian, atau Dalem Sepuh. Raden Adipati Sumadipura, bergelar Raden Tumenggung Aria Sastradiningrat I. Beliau yang membangun Pendopo Kabupaten, Mesjid Agung dan Situ Buleud di Purwakarta. Raden Adipati Sumadipura, wafat pada tahun 1863 di Purwakarta dan dimakamkan di Masjid Agung Purwakarta. 14. RADEN ADIKUSUMNAH (1863-1886) Raden Adikusumah alias Apun Hasan, putra Uyang Ajian yang bergelar Raden Adipati Sastradiningrat II. Beliau dilahirkan pada tahun 1837, wafat pada tahun 1886 dan, dimakamkan di Masjid Agung Purwakarta. 15. RADEN SURYAKUSUMAH ( 1886-1911) Raden Suryakusumah alias Apun Harun, putra Raden Adikusumah, bergelar Raden Sastradiningrat III, Raden Suryakusunah, wafat pada tahun 1935 dan dimakamkan di Masjid Agung Purwakarta. 16. RADEN TUMENGGUNG ARIA GANDANAGARA (1911-1925) Raden Tumenggung Aria Gandanagara, Adik Raden Suryakusumah, bergelar Raden Adipati Sastradiningrat IV, Beliau juga dikenal dengan sebutan Dalem Aria. Raden Tumenggung Aria Gandanagara wafat pada tahun 1940 dimakamkan di Masjid Agung Purwakarta. 17. RADEN ADIPATI SURYAMIHARJA (1925-1942) Raden Suryamiharja, putra Raden Rangga Haji Muhammad Syafe’I asal Garut, bergelar Raden Adipati Songsong Kuning, Raden Adipati Aria Suryamiharja, merupakan Bupati Karawang terakhir masa pendudukan Jepang. 18. RADEN PANDUWINATA (1942-1945) Raden Panduwinata dikenal pula dengan sebutan Raden Kanjeng Pandu Suryadiningrat. Merupakan Bupati pada masa pendudukan Jepang. PARA BUPATI KARAWANG YANG BERKEDUDUKAN DI SUBANG 19. Raden Juarsa (1945-1948) Berhubung sedang bergejolaknya Revolusi, maka pada masa Pemerintahan Raden Juarsa, Pusat Pemerintahan Kabupaten Karawang dipindahkan dari Purwakarta ke Subang. 20. RADEN ATENG SURAPRAJA DAN, R. MARTA (1948-1949) Pada tahun 1948-1949 di Kabupaten Karawang ditunjuk dua orang Bupati oleh dua Pemerintahan yang berbeda, yaitu, a. Radeng Ateng Surya Praja, adalah Bupati Karawang yang ditunjuk oleh Negara Pasundan (Bentuk Recomban). b. R. Marta adalah Bupati Karawang jaman Gerilya yang ditunjuk oleh Pimpinan Badan Pemerintahan Sipil Jawa Barat Bulan Oktober 1948. PARA BUPATI KARAWANG YANG BERKEDUDUKAN KEMBALI DI KARAWANG 21. R.M. HASAN SURYA SACA KUSUMAH (1949-1950) R.M. Surya Saca Kusumah, Bupati Karawang yang di angkat oleh Republik Indonesia, Serikat (RIS) Sesuai dengan Undang-undang Nomor 14 tahun 1950 tentang pembentukan daerah Kabupaten di lingkungan Pemerintahan Provinsi Daerah Tingkat I Jawa Barat. Maka pada saat itu Kabupaten Karawang terpisah dari Kabupaten Purwakarta, Ibukota Kabupaten Karawang adalah di Karawang. Sedang Ibukota Purwakarta tetap di Kabupaten Subang. Dalam Sumber lain dikatakan bahwa menurut Keputusan Wali Negeri Pasundan nomor 12 tanggal 29 Januari 1949. Kabupaten Karawang dibagi menjadi dua Bagian yaitu Kabupaten Karawang Barat dan Kabupaten Karawang Timur (Kabupaten Purwakarta) di Subang, Kabupaten Karawang Barat meliputi daerah kewedanan Karawang, Rengasengklok, Cikampek, Cikarang, Tambun, dan Sarengseng. Se dangkan Kabupaten Karawang Timur (Purwakarta) meliputi daerah kewedanan Subang, Ciasem, Pamanukan, Sagalaherang dan Kewedanan Purwakarta. 22. RADEN RUBAYA (1950-1951) Raden Rubaya putra Raden Suryanatamiharja, asal Sumedang, yang menjabat Wedana Leles, di Garut. Raden Rubaya memegang jabatan Bupati Karawang pada tahun 1950-1951. 23. MOH. TOHIR MANG KUDIJOYO (1951-1960) Moh Tohir Mangkudijoyo Putra Jaka, Asal Plered Purwakarta, pada masa Pemerintahannya, Beliau didampingi oleh Kepala Daerah Moh.Ali Muchtar, putra Cakrawiguna (Komis Pos Plered) asal Jatisari. Pada Tahun 1950 sampai 1959 Kabupaten mengalami tiga macam pergantian pemerintahan daerah.  PERTAMA; Pemerintahan Daerah Sementara, yang berlangsung pada tanggal 30 Desember 1950 sampai dengan tanggal 22 September, 1956 yang terdiri atas. a. Dewan Perwakilan Rakyat Sementara (DPRS) se bagai unsur Legislatif diketuai oleh M. Sukarmawijaya. b. Dewan Pemerintahan Daerah Sementara (DPRS) sebagai Eksekutif. Diketuai oleh Moh. Tohir Mangkudijoyo, dengan Wakil Ketua Suhud Hidayat. KEDUA; Pemerintah Daerah Peralihan yang berlangsung tanggal 22 September 1956 – 23 Januari 1958, terdiri dari : a. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Peralihan (DPRDP), sebagai unsure Legislatif, diketuai oleh A.Samosir Gultom. b. Dewan Pemerintahan Rakyat Daerah Peralihan (DPDP).sebagai unsure Eksekutif diketuai oleh Moh. Tohir Mangkudijoyo. KETIGA; Pemerintahan Daerah HAsil Pemilihan Umum tahun 1955 yang berlangsung dari tanggal 25 Januari 1958 sampai dengan 20 Oktober 1959, terdiri dari: a. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRDP) sebagai unsure Legislatif diketuai oleh Samosir Gultom. b. Dewan Pemerintahan Daerah (DPD) sebagai unsure Eksekutif diketuai oleh Moh. Tohir Mangkudijoyo. 24. LETKOL INF.H.HUSNI HAMID (1960-1971) Letnan Kolonel INF. H. Husni Hamid, putra ketiga haji Abdul Hamid asal Cilegon Banten. Sebelum menjabat Bupati Kepala Daerah Tingkat II Karawang Jabatan Beliau adalah Dandim 0604 Karawang. Berdasarkan Dekrit Presiden tanggal 5 Juli 1959 dan Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 1960, Jabatan Bupati merangkap sebagai Kepala Daerah dan Ketua DPRD-GR, namun peraturan tersebut dirubah lagi oleh undang-undang Nomor 19 tahun 1963, yang menyatakan bahwa Jabatan Bupati tidak lagi merangkap sebagai ketua DPRD-GR, pada periode tahun 1964-1968, Bupati Karawang Letnan Kolonel INF H.Husni Hamid, didampingi Ketua DPRD -GR Kosim Suchuri, putra Haji Ahmad Sa’id. Letnan Kolonel INF.Husni Hamid, wafat tahun 1980 dan dimakamkan di Cikutra Bandung, Pada masa ini telah di mulai di laksanakan Pembangunan Kota Karawang sebelah Utara. 25. KOLONEL INF.SETIA SYAMSI (1971-1976) Kolonel INF, Setia Syamsi, putra E. Suparman asal Bandung, dilahirkan pada tanggal 3 April 1926, Jabatan Beliau sebelum menjadi Bupati Karawang, adalah Dan Dim 0604 Karawang (1964-1969) Kepala Staf. Brig.12 / Guntur Dam, VI/Siliwangi di Cianjur (1969-1971). 26. KOLONEL INF. TATA SUWANTA HADISAPUTRA (1976-1981) Kolonel INF.Tata Suwanta Hadisaputra, putra Taslim Kartajumena, asal Cirebon, dilahirkan di Bandung pada tanggal 23 April 1924, Jabatan Beliau sebelum menjadi Bupati Kepala Daerah Tingkat II Karawang, adalah Dan Dim Garut, kemudian dialihtugaskan ke Korem Tarumanegara di Garut, Anggota DPRD TK I Jawa Barat, di Bandung. Kolonel INF. Tata Suwanta Hadisaputra sewaktu menjabat Bupati Kepala Daerah Tk .II Karawang didampingi oleh Ketua DPRD Letnan Kolonel INF R.H Jaja Abdullah sampai dengan tanggal 7 Juli 1977, Ketua DPRD selanjutnya yang mendampingi Beliau mulai tanggal 26 Agustus 1977, adalah Letnan Kolonel INF, Sujana Priyatna. 27. KOLONEL CPL. H. OPON SOPANDJI (1981-1986) Kolonel CPL. H. Opon Sopandji, putra Atmamiharja asal Sukapura Tasikmalaya. Sebelum menjabat Bupati Kepala Daerah Tk.II Karawang Beliau adalah sebagai Ketua DPRD Kabupaten Bogor, semasa menjabat Bupati Daerah Tk.II Karawang, Kolonel CPL. H. Opon Sopandji didampingi oleh Ketua DPRD Letnan Kolonel Inf. H. Sujana Priyatna. 28. KOLONEL CZI. H. SUMARNO SURADI Kolonel CZI. H. Sumarno Suradi, putra Suradi asal Bandung. Sebelum menjabat Bupati Daerah Tingkat II Karawang. Beliau menjabat sebagai Kepala Markas Pertahanan Wilayah Sipil (Kamawil) VIII Daerah Tingkat Provinsi Jawa Barat. Selama menjabat Bupati Daerah Tingkat II Karawang, Kolonel CZI. H. Sumarno Suradi, didampingi oleh Keua DPRD Kolonel Inf.H Sujana Priyatna, sampai dengan tanggal 16 Juli 1992, Ketua DPRD yang mendampingi beliau selanjutnya adalah Kolonel INF. H. Jamal Safiudin, yamg dilahirkan di Bandung pada tanggal 16 Juli 1938. 29. KOLONEL INF. DRS DADANG S. MUCHTAR Kolonel INF, Drs H. Dadang S. Muchtar, putra RE. Herman, asal Cirebon dilahirkan di Klangenan Cirebon pada tanggal 4 September 1952. Sebelum menjabat Bupati Kepala Daerah Tingkat II Karawang. Beliau menjabat Asisten Logistik (Aslog) Kodam III Siliwangi (1996) dalam mengemban tugasnya beliau didampingi oleh Ketua DPRD Kolonel INF. H. Jamal Safiudin sampai dengan tanggal 3 Agustus 1999, kemudian yang mendampingi beliau adalah Adjar Sujud Purwanto, putra A.S.Wagianto seorang pejuang 45 dari Cikampek . Namun pada tanggal 21 Pebruari 2000, Kolonel INF, Drs. H. Dadang S. Muchtar resmi berhenti dan kembali ke Mabes TNI. 30. PLT. RH. DAUD PRIATNA SH.M.SI (2000) R.H. Daud Priatna SH, M.Si. putra R. Khoesoe Abdoelkohar, asal Pedes Karawang, lahir pada tanggal 29 Juli 1941. Berdasarkan SK Menteri Dalam Negeri Nomor 131.32.055 tanggal 21 Pebruari 2000. Ditunjuk disamping Tugas dan Jabatan Wakil Bupati, merangkap sebagai Sekwilda Tingkat II Subang dan dalam mengemban tugasnya didampingi oleh Ketua DPRD Adjar Sujud Purwanto. 31. LETKOL (PURN) ACHMAD DADANG, PERIODE (2000-2005) Letnan Kolonel Purnawirawan Achmad Dadang, putra Tjasban, beliau putra daerah Karawang, Lahir pada tanggal 8 Agustus 1948, di Desa Cikalong Cilamaya, dilantik 16 Desember 2000, oleh Gubernur R.Nuriana berdasarkan SK Mendagri dan Otonomi Daerah Nomor; 312.32.583 bersama Drs. H.D. Sholahudin Muftie, putra H. Jamil B.Yusup, lahi r di Karawang pada tanggal 3 Nopember 1945, sebagai Wakil Bupati Karawang. Sebelum menjabat Bupati Karawang beliau menjabat Dan Dim Aceh Timur Langsa dan Ketua DPRD Tingkat II Aceh Timur Langsa. Dalam mengemban tugasnya didampingi oleh Ketua DPRD Kabupaten Karawang Adjar Sujud Purwanto. 32. PLT. DRS. H.D. SHALAHUDIN MUFTIE MSi, PERIODE NOPEMBER – DESEMBER 2005 Drs. HD. SHALAHUDIN MUFTIE, M.Si, menjabat B upati selama satu bulan berdasarkan SK Mendagri menggantikan Letkol Purnawirawan H. Achmad Dadang. 33. Drs. DADANG S. MUCHTAR PERIODE 2005-2010 Drs. H. Dadang S. Muchtar, adalah Bupati Karawa ng pertama yang dipilih langsung oleh rakyat melalui pemilihan umum. Dalam Pemilu yang diselenggarakan KPUD, Drs. H. Dadang S. Muchtar berpasangan dengan Hj. Eli Amalia Priatna yang diusung Partai Golkar, mendapat suara terbanyak dan ditetapkan sebagai Bupati dan Wakil Bupati. Sebelumnya Drs. H. Dadang S. Muchtar pernah menjabat Bupati Karawang Tahun 1996-2000. Demikianlah sejarah singkat silsilah Kepala Daerah Kab.Karawang yang sudah baku dan sumber informasinya diperoleh dari Bagian Humas Pemkab Karawang tanggal 14 September, silsilah ini selalu dibacakan, hingga sampai kini saat Bupati Drs. H. Dadang S. Muchtar, yang menjabat Bupati untuk kedua kalinya. 34. PLT. Ir. H. IMAN SUMANTRI, PERIODE DESEMBER 2010 Ir. Iman Sumantri ditunjuk sebagai Plt. Bupati Ka rawang berdasarkan radiogram Kementerian DalamNegeri Nomor T.131.32/3816/OTDA tertanggal 14 Desember 2010 yang ditandatangani oleh Dirjen Otonomi Daerah, Prof. Dr. H. Djohermansyah Djohan, MA atas nama Menteri Dalam Negeri. Dalam radiogram tersebut dinyatakan bahwa Sekretaris Daerah, Ir. Iman Sumantri melaksanakan tugas sehari-hari Bupati sampai dengan ditetapkannya Bupati definitif. 35. Drs. H. ADE SWARA, MH, PERIODE 2010-2015 Drs. H. Ade Swara, MH, dilahirkan di Ciamis pada tanggal 15 Juni 1960. Merupakan pasangan Bupati dan Wakil Bupati terpilih hasil Pemilukada Kab. Karawang Tahun 2010. Drs. H. Ade Swara dan dr. Cellica Nurrachadiana resmi dilantik sebagai Bupati dan Wakil Bupati Karawang Periode 2010 - 2015 menggantikan Drs. H. Dadang S. Muchtar dan Hj. Eli Amalia Priatna yang telah habis masa jabatannya. Prosesi pelantikan dan pengambilan sumpah jabatan keduanya dilakukan oleh Gubernur Jawa Barat, Ahmad Heryawan atas nama Presiden Republik Indonesia pada Rapat Paripurna Istimewa DPRD di Gedung Paripurna DPRD Kab. Karawang
Sumber Artikel : https://sclm17.blogspot.co.id/2016/03/kabupaten-karawang.html?m=1
Sejarah, Cerita, Legenda, Mitos, TOKOH, Situs

Jumat, 02 Maret 2018

=RADEN ARYA WANGSA GOPARANA=


11/1 <? 1. Raden Dalem Aria Wangsa Goparana / Sunan Sagala Herang [Talaga]

Рођење: Blok Karang Nangka Beurit, Desa Sagalaherang Kaler, Kecamatan Sagalaherang - Subang

== RADEN ARYA WANGSA GOPARANA ==

Tiga abad silam merupakan saat bersejarah bagi Cianjur. Karena berdasarkan sumber – sumber tertulis , sejak tahun 1614 daerah Gunung Gede dan Gunung Pangrango ada di bawah Kesultanan Mataram. Tersebutlah sekitar tanggal 12 Juli 1677, Raden Wiratanu putra R.A. Wangsa Goparana Dalem Sagara Herang mengemban tugas untuk mempertahankan daerah Cimapag dari kekuasaan kolonial Belanda yang mulai menanamkan kekuasaan di tanah nusantara. Upaya Wiratanu untuk mempertahankan daerah ini juga erat kaitannya dengan desakan Belanda / VOC saat itu yang ingin mencoba menjalin kerjasama dengan Sultan Mataram Amangkurat I.

Namun sikap patriotik Amangkurat I yang tidak mau bekerjasama dengan Belanda / VOC mengakibatkan ia harus rela meninggalkan keraton tanggal 12 Juli 1677. Kejadian ini memberi arti bahwa setelah itu Mataram terlepas dari wilayah kekuasaannya.

Pada pertengahan abad ke 17 ada perpindahan rakyat dari Sagara Herang yang mencari tempat baru ke pinggiran sungai untuk bertani dan bermukim. Babakan atau kampoung mereka dinamakan menurut nama sungai dimana pemukiman itu berada. Seiring dengan itu Raden Djajasasana putra Aria Wangsa Goparana dari Talaga keturunan Sunan Talaga, terpaksa meninggalkan Talaga karena masuk Islam, sedangkan para Sunan Talaga waktu itu masih kuat memeluk Hindu.

Sebagaimana daerah beriklim tropis, maka di wilayah Cianjur utara tumbuh subur tanaman sayuran, teh dan tanaman hias. Di wilayah Cianjur Tengah tumbuh dengan baik tanaman padi, kelapa dan buah-buahan. Sedangkan di wilayah Cianjur Selatan tumbuh tanaman palawija, perkebunan teh, karet, aren, cokelat, kelapa serta tanaman buah-buahan. Potensi lain di wilayah Cianjur Selatan antara lain obyek wisata pantai yang masih alami dan menantang investasi.

Aria Wangsa Goparana kemudian mendirikan Nagari Sagara Herang dan menyebarkan Agama Islam ke daerah sekitarnya. Sementara itu Cikundul yang sebelumnya hanyalah merupakan sub nagari menjadi Ibu Nagari tempat pemukiman rakyat Djajasasana. Beberapa tahun sebelum tahun 1680 sub nagari tempat Raden Djajasasana disebut Cianjur (Tsitsanjoer-Tjiandjoer).

Berdasarkan sumber dari Wikipedia, Kabupaten Cianjur memiliki 36 orang yang pernah menjadi Bupati/Dalem dari tahun 1677 sampai 2011. Berikut daftar nama Bupati/Dalem Kabupaten Cianjur sampai tahun 2011:

1.R.A. Wira Tanu I (1677-1691) 2.R.A. Wira Tanu II (1691-1707) 3.R.A. Wira Tanu III (1707-1727) 4.R.A. Wira Tanu Datar IV (1927-1761) 5.R.A. Wira Tanu Datar V (1761-1776) 6.R.A. Wira Tanu Datar VI (1776-1813) 7.R.A.A. Prawiradiredja I (1813-1833) 8.R. Tumenggung Wiranagara (1833-1834) 9.R.A.A. Kusumahningrat (Dalem Pancaniti) (1834-1862) 10.R.A.A. Prawiradiredja II (1862-1910) 11.R. Demang Nata Kusumah (1910-1912) 12.R.A.A. Wiaratanatakusumah (1912-1920) 13.R.A.A. Suriadiningrat (1920-1932) 14.R. Sunarya (1932-1934) 15.R.A.A. Suria Nata Atmadja (1934-1943) 16.R. Adiwikarta (1943-1945) 17.R. Yasin Partadiredja (1945-1945) 18.R. Iyok Mohamad Sirodj (1945-1946) 19.R. Abas Wilagasomantri (1946-1948) 20.R. Ateng Sanusi Natawiyoga (1948-1950) 21.R. Ahmad Suriadikusumah (1950-1952) 22.R. Akhyad Penna (1952-1956) 23.R. Holland Sukmadiningrat (1956-1957) 24.R. Muryani Nataatmadja (1957-1959) 25.R. Asep Adung Purawidjaja (1959-1966) 26.Letkol R. Rakhmat (1966-1966) 27.Letkol Sarmada (1966-1969) 28.R. Gadjali Gandawidura (1969-1970) 29.Drs. H. Ahmad Endang (1970-1978) 30.Ir. H. Adjat Sudrajat Sudirahdja (1978-1983) 31.Ir. H. Arifin Yoesoef (1983-1988) 32.Drs. H. Eddi Soekardi (1988-1996) 33.Drs. H. Harkat Handiamihardja (1996-2001) 34.Ir. H. Wasidi Swastomo, Msi (2001-2006) 35.Drs. H. Tjetjep Muchtar Soleh, MM (2006-2011) 36.Drs. H. Tjetjep Muchtar Soleh, MM (2011-2016)

2

21/2 <1 1. Pangeran Ngabehi Jayasasana / Eyang Dalem Cikundul / Raden Arya Wiratanu I[Goparana]

Рођење: Padaleman Sagalaherang-Subang
Свадба
Титуле : Bupati Cianjur Ke I (1681 - 1691), Dalem mandiri tanpa diangkat oleh sultan, raja atau pemerintahan lain

==BIOGRAFI==

Rd. Kj. Aria Wiratanudatar yang dikenal sebagai Kj. Dalem Cikundul Beliau adalah penyebar Islam sekaligus Bupati Cianjur pertama, di Kp.Cijagang Ds.Majalaya Kec.Cikalong Kulon Kab. Cianjur

Dari kejauhan nampak di atas sebuah bukit yang sekelilingnya menghijau ditumbuhi pepohonan yang rin-dang. berdiri sebuah bangunan cukup megah dan kokoh.Bangunan yang sangat artistik dengan nuansa Islam itu. tiada lain makam tempat dimakamkannya Bupati Cianjur Pertama, R Aria Wira Tanu Bin Aria Wangsa Gopa-rana periode (1677-1691)yang kemudian terkenal dengan nama Dalem Cikundul.

Areal makam yang luasnya sekitar 300 meter itu. berada di atas tanah seluas 4 hektar puncak Bukit Cijagang. Kampung Majalaya, Desa Cijagang, Kecamatan Cikalong-kulon. Cianjur, Jawa Barat atau sekitar 17 Km kearah utara dari pusat kota Cianjur.Makam Dalem Cikundul, sudah sejak lama dikenal sebagai obyek wisata ziarah. Dalem Cikundul. konon tergolong kepada syuhada sholihiin yang ketika masih hidup dan kemudian menjadi dalem dikenal luas sebagai pemeluk agama Islam yang taat dan penyebar agama Islam.

Catatan sejarah dan cerita yang berkembang ditengah-tengah masyarakat, tahun 1529 kerajaan Talaga direbut oleh Cirebon dari Negara Pajajaran dalam rangka penyebaran agama Islam, yang sejak itu, sebagian besar rakyatnya memeluk agama Islam.Tetapi raja-raja Talaga. yaitu Prabu Siliwangi. Mun-dingsari. Mundingsari Leutik, Pucuk Umum. Sunan Parung Gangsa. Sunan Wanapri, dan Sunan Ciburang, masih menganut agama lama, yaitu agama Hindu.Sunan Ciburang memiliki putra bernama Aria Wangsa Goparana. dan ia merupakan orang pertama yang memeluk agama Islam, namun tidak direstui oleh orang tuanya. Akhirnya Aria Wangsa Goparana meninggalkan keraton Talaga. dan pergi menuju Sagalaherang.

Di Sagalaherang, mendirikan Negara dan pondok pesantren untuk menyebarkan agama Islam ke daerah sekitarnya. Pada akhir abad 17. ia meninggal dunia di Kampung Nangkabeurit, Sagalaherang dengan meninggalkan dua orang putra-putri, yaitu. DJayasasana, Candramang-gala, Santaan Kumbang. Yu-danagara. Nawing Candradi-rana, Santaan Yudanagara, dan Nyai Mas Murti.Aria Wangsa Goparana, menurunkan para Bupati Cianjur yang bergelar Wira Tanu dan Wiratanu Datar serta para keturunannya. Putra sulungnya Djayasasana dikenal sangat taqwa terhadap Allah SWT. tekun mempelajari agama Islam dan rajin bertapa.

Setelah dewasa Djayasasana meninggalkan Sagalaherang. diikuti sejumlah rakyatnya. Kemudian bermukim di Kampung Cijagang, Cikalong-kulon. Cianjur, bersama .pengikutnya dengan bermukim di sepanjang pinggir-pingir sungai.Djayasasana yang bergelar Aria Wira Tanu, menjadi Bupati Cianjur atau Bupati Cianjur Pertama periode (1677-1691). meninggal dunia antara tahun -1706 meninggalkan putra-puteri sebanyak 11 orang , masing-masing

. Dalem Aria wiramanggala.. Dalem Aria Martayuda (Dalem Sarampad).. Dalem Aria Tirta (Di Karawang).. Dalem Aria natamanggala (Dalem aria kidul/gunung jati cjr),. R.Aria Wiradimanggala(Dalem Aria Cikondang). Dalem Aria Suradiwangsa (Dalem Panembong),. Nyai Mas Kaluntar .. Nyai Mas Bogem. Nyai R. Mas Karangan.. Nyi R.mas KAra. Nyai Mas Djenggot

Beliau Juga memiliki seorang istri dari bangsa jin Islam, dan memiliki tiga orang putra-putri, yaitu

. Raden Eyang Surya-kancana. yang hingga sekarang dipercayai bersemayam di Gunung Gede atau hidup di alam jin.. Nyi Mas Endang Kancana alias Endang Sukaesih alias Nyai Mas Kara, bersemayam di Gunung Ceremai,. R. Andaka Warusaja-gad (tetapi ada juga yang menyebutkan bukan putra, tetapi putri bernama Nyai Mas Endang Radja Mantri bersemayam di Karawang).

Bertitik tolak dari situlah, Dalem Cikundul sebagai leluhurnya sebagian masyarakat Cianjur, yang tidak terlepas dari berdirinya pedaleman (kabupaten) Cianjur. Maka Makam Dalem Cikundul dijadikan tempat ziarah yang kemudian oleh Pemda Cianjur dikukuhkan sebagai obyek wisata ziarah, sehingga banyak dikunjungi penziarah dari pelbagai daerah.Selain dari daerah-daerah yang ada di P Jawa, banyak juga penziarah dari luar P Jawa seperti dari Bali. Sumatra. Kalimantan, banyak juga wisatawan mancanegara. Penziarah setiap bulan rata-rata mencapai 30.000 lebih pengunjung, mulai dari kalangan masyarakat bawah, menengah, hingga kelas atas, dan ada pula dari kalangan artis.

Maksud ziarah itu sendiri sebagaimana diajarkan dalam Islam, supaya orangeling akan kematian. Disamping itu, ziarah kepada syuhada solihin selain mandoakanya juga untuk tawasul memohon kepada Allah SWT melalui syuhada solihin sebagai perantara terhadap Allah SWT. Karena syuhada solihin lebih dekat dengan Allah SWT. umumnya yang berziarah antara lain ada yang ingin memperoleh kelancaran dalam kegiatan usahanya, dipercaya atasan, cepat memperoleh jodoh, dan lainnya. Sebelum melaksanakan ziarah di pintu masuk makam harusnya diberi nasehat-nasehat oleh juru kunci, dimaksudkan agar tidak sesat(tidakmenyimpang dari akidah dan tidak terjerumus kedalam jurang kemusyrikan

Makam Dalem Cikundul. semula kondisinya sangat sederhana. Tahun 1985 diperbaiki oleh Ny Hajjah Yuyun Muslim Taher istrinya Prof Dr Muslim Taher (Alm) Rektor Universitas Jayabaya, Jakarta. Biaya perbaikannya menghabiskan sekitar Rp 125 juta.Sekarang ini, biaya perawatannya Selain dari para donator tetap juga hasil infaq so-dakoh dari para pengunjung. Belum lama ini telah selesai dilakukan perbaikan atap bangunan gedung utama ber ukuran 16x20 meter, perbaikan masjid untuk wanita berukuran 7x7 meter. Menyusul akan dibangun lantai II tempat peristirahatan bagi para peziarah.

Di tempat berziarah Makam Dalem Cikundul ini. banyak disediakan Fasilitas untuk para penziarah mulai dari masjid untuk wanita dan laki-laki serta tempat peristirahatan. Dan sebelum memasuki areal tempat berziarah ada pula penginapan yang dikelola Dipenda Kabupaten Cianjur.Sebagai penziarah ada yang memiliki anggapan bila berziarah ke Makam Dalem Cikundul menghitung jumlah tangga sesuai dengan jumlah tangga sebenarnya, dapat diartikan maksud atau tujuan hidupnya akan tercapai. Itu sebabnya, tidak heran para penziarah ketika naik tangga untuk menuju sebuah bukit tempat Makam Dalem Cikundul. sambil menghitung jumlah tangga.jumlah tangga yang menuju lokasi makam yaitu tangga tahap pertama Jumlahnya 170 tangga. Kenapa tangga itu dibuat 170 buah. Dikemukakan bahwa jumlah itu diambil dari bilangan atau hitungan membaca ayat kursi yang sering dilakukan orang, yang juga sering dilakukan Dalem Cikundul. dan jumlah tangga tahap kedua sebanyak 34 buah."Mengenai ada anggapan apabila menghitung tangga sama Jumlahnya sama dengan jumlah tangga yang sebenarnya,insyaallah konon do'anya bakal dikabul segala maksud atau keinginan, tergantung kepercayaan masing-masing atau hanya sugesti saja." karena hal ini tergantung kebersihan niat dari para peziarah.

Rundayan Para Bupati Cianjur Dari periode 1940-2011

. R.A. Wira Tanu I /Rd Djayasasana (1640-1691)/(1677-1691). R.A. Wira Tanu II / Rd.Aria Wiramanggala)(1691-1707). R.A. Wira Tanu III /RA. Astra Manggala(1707-1727). R.A. Wira Tanu Datar IV/ Rd. Sabirudin(1927-1761). R.A. Wira Tanu Datar V /Dalem Muhyidin(1761-1776). R.A. Wira Tanu Datar VI/Dalem Aria Enoh (1776-1813). R.A.A. Prawiradiredja I (1813-1833). R. Tumenggung Wiranagara (1833-1834). R.A.A. Kusumahningrat (Dalem Pancaniti) (1834-1862). R.A.A. Prawiradiredja II (1862-1910). R. Demang Nata Kusumah (1910-1912). R.A.A. Wiaratanatakusumah (1912-1920). R.A.A. Suriadiningrat (1920-1932). R. Sunarya (1932-1934). R.A.A. Suria Nata Atmadja (1934-1943). R. Adiwikarta (1943-1945). R. Yasin Partadiredja (1945-1945). R. Iyok Mohamad Sirodj (1945-1946). R. Abas Wilagasomantri (1946-1948). R. Ateng Sanusi Natawiyoga (1948-1950). R. Ahmad Suriadikusumah (1950-1952). R. Akhyad Penna (1952-1956). R. Holland Sukmadiningrat (1956-1957). R. Muryani Nataatmadja (1957-1959). R. Asep Adung Purawidjaja (1959-1966). Letkol R. Rakhmat (1966-1966). Letkol Sarmada (1966-1969). R. Gadjali Gandawidura (1969-1970). Drs. H. Ahmad Endang (1970-1978). Ir. H. Adjat Sudrajat Sudirahdja (1978-1983). Ir. H. Arifin Yoesoef (1983-1988). Drs. H. Eddi Soekardi (1988-1996). Drs. H. Harkat Handiamihardja (1996-2001). Ir. H. Wasidi Swastomo, Msi (2001-2006). Drs. H. Tjetjep Muchtar Soleh, MM (2006-2011)

SILSILAH EYANG DALEM CIKUNDUL

SILSILAH NA : ======================== 1. Nabi Adam As. 2. Nabi Syis As. 3. Anwar ( Nur cahya ) 4. Sangyang Nurasa 5. Sangyang Wenang 6. Sangyang Tunggal 7. Sangyang Manikmaya 8. Brahma 9. Bramasada 10. Bramasatapa 11. Parikenan 12. Manumayasa 13. Sekutrem 14. Sakri 15. Palasara 16. Abiyasa 17. Pandu Dewanata 18. Arjuna 19. Abimanyu 20. Parikesit 21. Yudayana 22. Yudayaka 23. Jaya Amijaya 24. Kendrayana 25. Sumawicitra 26. Citrasoma 27. Pancadriya 28. Prabu Suwela 29. Sri Mahapunggung 30. Resi Kandihawan 31. Resi Gentayu 32. Lembu Amiluhur 33. Panji Asmarabangun 34. Rawisrengga 35. Prabu Lelea ( maha raja adi mulya ) 36. Prabu Ciung Wanara 37. Sri Ratu Dewi Purbasari 38. Prabu Lingga Hyang 39. Prabu Lingga Wesi 40. Prabu Susuk Tunggal 41. Prabu Banyak Larang 42. Prabu Banyak Wangi / Munding sari I 43. ( a ) Prabu Mundingkawati / Prabu Lingga Buana / Munding wangi (Raja yang tewas di Bubat) ( b ) Prabu boros ngora / Buni sora suradipati / Prabu Kuda lelean berputra : Ki Gedeng Kasmaya 44. Prabu Wastu Kencana / Prabu Niskala wastu kancana / Prabu Siliwangi I 45. Prabu Anggalarang / Prabu Dewata Niskala /Jaka Suruh ( Raja Galuh / Kawali ) 46. Prabu Siliwangi II / Prabu Jaya dewata / Raden Pamanah rasa / Sri Baduga Maha Raja 47. Munding sari ageung / Munding sari II 48. Munding sari leutik / Munding sari III 49. Prabu Siliwangi V / Prabu Pucuk Umum ( Rd. Ragamantri ) 50. Sunan Parung Gangsa 51. Sunan Wanaperih ( Rd.Arya Kikis ) 52. Sunan Ciburang ( Rd.Arya Goparana ) 53. Sunan Sagala herang ( Rd. Dalem Arya Wangsa Goparna ) 54. Eyang Dalem Cikundul ( Pangeran Ngabehi Jayasasana )

62/2 <1 5. Dalem Tumenggung Yudanagara[Goparana]

Рођење: ATAS PERMINTAAN KELUARGA, DIPUTUS JALUR ayahnya: 851614

33/2 <1 2. Rd. Wiradiwangsa [Goparana]

44/2 <1 3. Tjandramanggala [Goparana]

55/2 <1 4. Santaan Kumbang [Goparana]

76/2 <1 6. Nawing Tjakradiprana [Goparana]

87/2 <1 7. Santaan Yudanagara [Goparana]

98/2 <1 8. Nyi Rd. Muhyi / Rd. Murti[Goparana]

3

101/3 <6 Rd.Aria Tjakrayudha [Pajajaran]

Рођење: Diputus 906371

LAMBANG KABUPATEN CIANJUR

112/3 <2 4. Raden Aria Wiramangala (yang Kemudian Menjadi Penerusnya Sebagai Wira Tanu II) [Wiratanudatar]

Титуле : Bupati Cianjur Ke II (1691 – 1707), Dalem mandiri, tapi kemudian diakui regent oleh VOC

123/3 <2 5. Raden Aria Martayuda / Dalem Sarampad [Wiratanudatar]

134/3 <2 6. Raden Aria Tirta (Karawang)[Wiratanudatar]

145/3 <2 7. Raden Aria Natadimanggala (Dalem Aria Kidul/Gn. Jati) [Wiratanudatar]

156/3 <2 8. Raden Aria Wiradimanggala / Dalem Aria Cikondang [Wiratanudatar]

167/3 <2 9. Raden Aria Suradiwangsa (Dalem Panembong) [Wiratanudatar]

178/3 <2 10. Nyi Mas Kaluntar [Wiratanudatar]

189/3 <2 12. Nyi Mas Karangan [Wiratanudatar]

1910/3 <2 11. Nyi Mas Bogem [Wiratanudatar]

2011/3 <2 13. Nyi Mas Kara [Wiratanudatar]

2112/3 <2 14. Nyi Mas Jenggot[Wiratanudatar]

2213/3 <2 1. Rd.H. Suria Kancana (Bersemayam di Gunung Gede) [Wiratanudatar]

2314/3 <2 2. Nyi Rd.Endang Sukaesih (Bersemayam di Gunung Ciremai)[Wiratanudatar]

2415/3 <2 3. Rd. Andaka Wirusajagad (Bersemayam di Gunung Karawang)[Wiratnudatar]

4

LAMBANG KABUPATEN CIANJUR

261/4 <11 1. Dalem Ariya Wiratanu III / Dalem Cicondre / Raden Astramanggala[Wiratanudatar]

Титуле : Bupati Cianjur III (1707- 1726),Mengajukan gelar Pangeran Aria Adipati Amangkurat di Datar ke VOC
Титуле : од 18 фебруар 1724, Bupati Bogor ke 5 18 Februari 1724-1726

===Raden Aria Wira Tanu III===

Adalah regent Cianjur yang memerintah dari tahun 1707 s.d. 1726

Kehidupan Awal

Nama asli Raden Aria Wira Tanu III adalah Raden Astramanggala. Ia diangkat regent pada tahun 1707 ketika ayahnya yaitu R.A. Wira Tanu II meninggal. Saat Wira Tanu III naik tahta, ibu kota Cianjur yang berada di Pamoyanan sudah mulai mundur. Maka langkah pertama Wira Tanu III adalah memindahkan ibu kota yang asalnya dari Pamoyanan ke kampung Cianjur sampai dengan saat ini. Perlu diperhatikan bahwa kampung Cianjur merupakan salah satu wilayah yang berada di Kabupaten Cianjur sehingga Wira Tanu III tidak berperan sebagai pendiri Cianjur.[1]

Regent Cianjur[sunting | sunting sumber]

Pada masa pemerintahan Wira Tanu III, VOC mulai mengolah wilayah-wilayah yang diserahkan Mataram seperti menetapkan batas tiap kabupaten, dan memperbaiki tata kota dan desa. Pada tahun 1711, VOC menetapkan bahwa wilayah pantai selatan dimasukan ke wilayah Cianjur. Selanjutnya pada 1715 Jampang pun dimasukan ke wilayah Cianjur.[1]

Wira Tanu III sering mengajukan klaim ke VOC mengenai wilayah-wilayah yang ada di kekuasaan kabupaten tetangga. Hal ini mengakibatkan Residen Cirebon merasa kewalahan karena tentunya hal ini akan mengurangi wilayah kabupaten lain. Residen Cirebon menyampaikan laporan pada pemerintahan Batavia sebagai berikut : 1.Rakyat Cianjur membuat gapura yang sangat besar dan menyamai gapura kesultanan untuk menghormat Wira Tanu III. Gapura yang dibuat lebih menyerupai benteng dan tidak sesuai dengan status Cianjur yang hanya berstatus kabupaten. Hal ini meningkatkan kewaspadaan VOC. 2.Wira Tanu III meminta gelar Pangeran Aria Adipati Amangkurat di Datar (Belanda:Pangerang Aria Depatty Amangcoerat in Dator). Gelar ini menyatakan bahwa Wira Tanu III menyamakan dirinya dengan Amangkurat dan berkuasa di Datar. Belanda merasa sangat gentar ketika regent nya meminta gelar ini. VOC merasa bahwa Wira Tanu III sudah berbahaya dan takut ingin berkuasa seperti layaknya Amangkurat sultan Mataram. Maka VOC hanya mengbulkn gelar Datar nya saja. Itu pun terlambat karena pengukuhan gelar Datar dilakukan setelah meninggalnya Wira Tanu III dan gelar itu akhirnya diberikan ke Wira Tanu IV. 3.Wira Tanu III minta ke VOC supaya Citarum menjadi batas Cianjur. Hal ini dapat memperluas wilayah Cianjur dengan mengambil sebagian Bandung dan Karawang serta seperempat wilayah Parakanmuncang. Wira Tanu III ngotot pada VOC untuk menggeser batas wilayah Cianjur dengan Kampung Baru, Bandung, Karawang dan Parakanmuncang sedemikian luas sehingga akan membuat kabupaten lain berkurang wilayahnya. Hal ini membuat VOC bingung karena tidak berani untuk menolak dan tidak mau untuk memberikan. Atas berbagai klaim ini, wilayah Cianjur zaman Wira Tanu III sudah hampir menyamai wilayah Cianjur sekarang.[1]

Wira Tanu III termasuk regent yang berprestasi dalam pandangan VOC, karena Wira Tanu III selalu berhasil menyetor kopi yang terbesar ke VOC.

Kematian[sunting | sunting sumber]

Wira Tanu III meninggal pada tahu 1726 karena ditusuk condre. Karena inilah Wira Tanu III setelah kematiannya disebut sebagai Dalem Dicondre. Ada dua versi ditusuknya Wira Tanu III[1]

Pemberontakan[sunting | sunting sumber]

Wira Tanu III adalah bupati yang tegas dalam hal menerapkan hukum tanam paksa. Ketegasan ini menguntungkan pihak VOC tapi merugikan rakyat. Rakyat merasa menderita karena sistem tanam paksa ini. Suatu waktu ada kasus bahwa bayaran kopi pada VOC yang seharusnya 17,5 gulden hanya dibayar 12,5 gulden sedangkan yang 5 gulden dipakai oleh Wira Tanu III sendiri. Hal ini mengakibatkan kemarahan rakyat dan berakhir dengan ditusuknya Wira Tanu III oleh senjata condre.[1]

Masalah cinta[sunting | sunting sumber]

Suatu waktu Wira Tanu III mendengar bahwa di Cikembar ada gadis cantik yang bernama Apun Gentay. Karena kecantikannya sangat pantas jika Apun Gentay dinikahi oleh Wira Tanu III. Apun Gentay sendiri sebenarnya sudah memiliki kekasih orang Citeureup, Bogor.[1]

Apun Gentay kemudian dipanggil ke Pendopo. Apun Gentay tiba di pendopo pukul 4 sore bersama kekasihnya. Keadaan di pendopo ketika itu tidak ada siapa-siapa yang ada hanya Wira Tanu III dengan saudaranya yaitu Mas Purwa. Semua yang ada di pendopo menyangka bahwa Apun Gentay bersama pengiringnya bukan bersama kekasihnya. Ketika Apun Gentay dipanggil untuk mendekat, kekasihnya ikut mendekat dan dengan cepat menusuk Wira Tanu III dengan condre sebanyak tiga kali. Wira Tanu III kemudian roboh dengan isi perut keluar.

Mas Purwa kemudian mengejar si penusuk. Di alun-alun mereka bertarung dan karena kesaktian Mas Purwa, si penusuk berhasil dipenggal kepalanya. Wira Tanu III pingsan di singgasana dengan keadaan isi perut keluar. Pukul 7 malam Wira Tanu III akhirnya meninggal.[1]

Sekilas Mengenai Gelar Yang Digunakan[sunting | sunting sumber]

Gelar bangsawan zaman feodalisme di daerah Sunda tidak terlalu berbeda dengan gelar di Jawa. Gelar digunakan untuk menunjukan derajat seorang bangsawan. Pada umumnya gelar yang dipakai adalah Ngabehi, Tumenggung, Aria dan Adipati. Gelar-gelar ini didapat dengan berbagai cara, diantaranya : 1.Gelar digunakan sendiri tanpa ada yang memberi. Hal ini berlaku bagi bangsawan yang mendirikan wilayah sendiri tanpa diangkat oleh orang lain. Contohnya adalah R.A. Wira Tanu I. 2.Gelar digunakan karena warisan dari ayahnya. 3.Gelar dianugerahkan oleh penguasa yang lebih tinggi derajatnya (atasannya) seperti Raja/Sultan yang memberikan gelar Aria/Adipati pada seorang bangsawan 4.Pada zaman VOC, gelar didapat dengan cara dibeli.

Di wilayah kekuasaan VOC, para penguasa lokal yang merupakan bangsawan. Diperbolehkan memakai gelar dengan cara membeli dari VOC. Gelar-gelar ini harganya sangat mahal, sehingga beberapa bangsawan miskin memiliki jabatan pun banyak yang tidak bergelar dan hanya menyandang Raden saja. Gelar yang paling mahal adalah gelar Pangeran karena gelar ini sangat istimewa dan harus mendapat izin dulu dari Raja/Ratu Belanda.[

LAMBANG KABUPATEN BOGOR

272/4 <11 2. RA. Wiradinata [Wiratanudatar]

Титуле : од 1749, Bupati Bogor ke 6

253/4 <10 Rd.Aria Tjakradiprana [Pajajaran]

284/4 <11 3. Rd. Sutamanggala [Wiratanudatar]

295/4 <11 4. Rd. Suramanggala [Wiratanudatar]

306/4 <11 5. Kimas Bangsawijaya [Wiratanudatar]

317/4 <11 6. Kimas Purwa [Wiratanudatar]

328/4 <11 7. Kimas Bangsadinata [Wiratanudatar]

339/4 <11 8. Nyi Mas Nata [Wiratanudatar]

3410/4 <11 9. Nyi Mas Pelesiran[Wiratanudatar]

3511/4 <11 10. Nyi Mas Asmarawulan[Wiratanudatar]

3612/4 <11 11. Nyi Mas Candrawulan[Wiratanudatar]

3713/4 <11 12. Nyi Mas Tanjung[Wiratanudatar]

3814/4 <11 13. Nyi Rd. Purbanagara[Wiratanudatar]

3915/4 <11 14. Rd. Sutamanggala[Wiratanudatar]

5

LAMBANG KABUPATEN CIANJUR

411/5 <26 1. Raden Adipati Aria Wiratanudatar IV/ Ki Sabirudin [Wiratanudatar]

Титуле : од 27 јул 1726, Penetapan Bupati Cianjur IV (1726)., Wira Tanu pertama bergelar Adipati, dikabulkannya gelar Datar, yaitu gelar yang diminta oleh pendahulunya
Титуле : јануар 1727, Pelantikan Bupati Cianjur IV (1727).

===Raden Adipati Wira Tanu Datar IV===

Adalah bupati Cianjur keempat yang memerintah pada tahun 1727 s.d. 1761

Kehidupan Awal

Raden Adipati Wira Tanu Datar IV nama aslinya adalah Raden Sabirudin. Penetapan Raden Sabirudin sebagai regent VOC ditetapkan pada tanggal 27 Juli 1726. Namun pengangkatannya dilaksanakan pada tanggal 28 Januari 1727. [1]

Regent Cianjur

Raden Sabirudin diangkat oleh VOC sebagai regent dengan gelar Raden Aria Wira Tanu IV. Namun karena Raden Aria Wira Tanu III sebelumnya telah mengajukan gelar Pangeran Aria Adipati Amangkurat di Datar. Maka VOC kemudian menganugerahkan gelar Adipati dan penambahan Datar bagi Raden Sabirudin. Sehingga Raden Sabirudin lebih dikenal dengan nama Raden Adipati Wira Tanu Datar IV.

Wira Tanu Datar IV memerintah dengan sangat baik dengan dibantu oleh seorang patih yang bernama Wira Nata yang juga merupakan seorang umbul di Jampang. Jabatan Patih Cianjur tetap dipegang oleh Wira Nata meskipun ia telah diangkat sebagai bupati Kampung Baru (Bogor sekarang).

Kematian[sunting | sunting sumber]

Raden Adipati Wira Tanu Datar IV meninggal pada tahun 1761 dengan meninggalkan 11 putra. Putra pertamanya adalah Raden Muhyidin yang menjadi penerusnya sebagai Raden Adipati Wira Tanu V.[1]

LAMBANG KABUPATEN BOGOR

482/5 <27 1. RT. Wiradiredja [Wiratanudatar]

Титуле : од 1752, Bupati Bogor ke 7

513/5 <27 4. Ngabehi Raksatjandra [Wiratanudatar]

Титуле : 7 април 1752, Hoofd de negorij Bogor (Walikota)

==ASAL-OESOEL NAMA BOGOR==

Eene acte van 7 april 1752 (Van Girssen) vermeld Radin Nata Drieja "hoofd van de negorij Campong Baroe en ngabehi Raksa Tjandra, hoofd van de negorij Bogor, nevens Wangsa Tjandra, mandor van eerstgenoemde de negorij". (Dalam sebuah akta pada 7 April 1752 (Van Girssen) disebutkan Radin Nata Drieja sebagai "kepala Kampung Baru dan Ngabehi Raksa Tjandra, Kepala kampung Bogor, sementara Wangsa Tjandra, adalah mantan mandor kampung").

Catatan diatas, dikutip dari buku karangan Frederik De Haan, 1910 yang berjudul "PRIANGAN De Preanger Regentschappen Onder Het Nederlandsch Bestuur tot 1811". Sedangkan F. De Haan juga mengutip dari referensi pengarang lainnya seperti Freijers, Erfbrief, Riesz, dll). Dari catatan tersebut dapat dianalisa bahwa Kampung Bogor sudah ada sebelum Kampung Baru (Buitenzorg) dibuka oleh Tanoedjiwa. Pada 7 April 1752 ketika Ngabehi Raksatjandra menjadi kepala kampung BOGOR pusat kotanya masih berada didaerah Parung Angsana (Tanah Baru sekarang), jadi besar kemungkinan "KAMPUNG BOGOR" tersebut letaknya tidak jauh dari Parung Angsana (Tanah Baru) dengan istilah lainnya KAMPUNG BOGOR itu adalah Parung Angsana (Tanah Baru) Kaum.

LAMBANG KABUPATEN BOGOR

494/5 <27 2. RT. Pandji / Natadiredja[Wiratanudatar]

Титуле : 14 март 1754, Patih Kampoeng Baroe (Buitenzorg)

LAMBANG KABUPATEN BOGOR

425/5 <26 2. Rd.Tumenggung Natanagara[Wiratanudatar]

Титуле : 23 фебруар 1759, Regent van Tsjikalong
Титуле : од 25 август 1761, Bupati Bogor ke 8

==Catatan VOC==Aug. 25, 1769 De Aria van Tjikalon Radeeng Nata Nagara word den titul van Temangong gehonoreert, 25 Augustus 1769. file 1049, folios 1077-1101 Batavia en Batavias RessortFeb. 23, 1759 De Regent van Inkarta Nagara of Isikalong in de Bovenlanden Aria Wangsa Coesoema genaamt, om zijn onvermogen ontslagen en Aria Nata Nagara onder beding daartoe weder benoemd, 23 Februari 1759. file 1023, folios 39-58 BovenlandenFeb. 23, 1759 Den Resident des distrikts Tsikalong, Aria Wangsa Coessoema ontslagen wegens onvermogen en Aria Nata Nagara onder beding daartoe aangesteld, R., 23 Februari 1759. file 1023, folios 39-58 Inlandsche Vorsten en GrootenAug. 25, 1769 Den Aria van Tjicalong gend Radeeng Nata Nagara word den tit. van Tommongong gehonoreert, 25 Augustus 1769. file 1049, folios 1077-1101 Inlandsche Vorsten en GrootenFeb. 23, 1759 Aria Nata Nagara tot regent van Tsjikalong benoemd, onder conditie, dat hij de producten ten spoedigste herwaarts bezorge en ze jaarlijks naar de bepaaling zonder manquement opbrenge, 23 Februari 1759. file 1023, folios 39-58 Producten

406/5 <25 Rd.Aria Judasesana [Pajajaran]

437/5 <26 3. Rd. Kartaredja / Rd. Kartadiredja [Wiratanudatar]

448/5 <26 4. Ny. Rd. Syamsiyah [Wiratanudatar]

459/5 <26 5. Rd. Emang [Wiratanudatar]

4610/5 <26 6. Ny. Rd. Siti Syamsiah[Wiratanudatar]

4711/5 <26 7. Rd. Dipanagara[Wiratanudatar]

5012/5 <27 3. Rd. Natapraja [Wiratanudatar]

5213/5 <27 5. Rd. Wangsatjandra[Wiratanudatar]

6

651/6 <48 1. Rd. Muhammad Tohir (Aolia Kamp. Baru) [Wiratanudatar]

Титуле : Aulia / Penghoeloe Kampoeng Baroe

LAMBANG KABUPATEN CIANJUR

542/6 <41 1. Dalem Ariya Wiratanudatar V / Ki Muhidin [Wiratanudatar]

Титуле : од 1761, Cianjur, Bupati Cianjur V

===Raden Adipati Wira Tanu Datar V===

Raden Adipati Wira Tanu Datar V adalah bupati kelima Cianjur (regent keempat VOC di Cianjur)

Kehidupan Awal Nama asli Wira Tanu Datar V adalah Raden Muhyidin. Ia merupakan anak pertama Adipati Wira Tanu Datar IV. Ia naik tahta ketika ayahnya meninggal dunia

Regent Cianjur Tidak terlalu banyak catatan mengenai masa pemerintahannya sebagai regent. Karena Cianjur saat itu ada dalam kategori tenang karena jasa-jasa Wira Tanu III yang telah menanamkan pengaruh Cianjur di mata Belanda. Masa pemerintahannya ditandai dengan majunya Pencak Silat. Bahkan salah satu aliran silat terkenal yaitu Kari Madi berkembang saat masa pemerintahan Wira Tanu Datar V.

Kematian

Wira Tanu Datar V meninggal pada tahun 1776 dan dimakamkan di Pasarean Agung kota Cianjur. Ia meninggalkan 17 putra

Keturunan

Dalem Muhidin (Wiratanu V) PUPUTRA:17

Dalem Aria Enoh (Wiratanu VI)Nyi Rd. TanjungnagaraNyi Rd. BentangRd. WiramanggalaR.A. WastirejaNyi Rd. PurbaNyi Rd. EmulR.A. JayanagaraRd. TisnadilagaRd. NatadigjaRd. ArdikusumanNyi Rd. KandranNyi. Rd. Siti MurtalaNy. R. HamsyanRd. NatadirejaRd. H. Muhyidin (R.Natapraja)Rd. Purantareja

533/6 <40 Rd.Rangga Brajadinata I [Pajajaran]

LAMBANG KABUPATEN CIANJUR

554/6 <41 2. Nyi Rd. Madjanagara [Wiratanudatar]

565/6 <41 3. Rd. Demang Djayalaga [Wiratanudatar]

576/6 <41 4. R. Demang Mangkupradja[Wiratanudatar]

587/6 <41 5. R. Demang Mangkunagara[Wiratanudatar]

598/6 <41 6. Nyi Rd. Aleja [Wiratanudatar]

609/6 <41 7. Rd. Indraredja [Wiratanudatar]

6110/6 <41 8. R. Wiraredja [Wiratanudatar]

6211/6 <41 9. Nyi Rs. Bodedar[Wiratanudatar]

6312/6 <41 10. Ny. Rd. Umbangkusumah[Wiratanudatar]

6413/6 <42 1. Lenggang Nagara[Wiratanudatar]

6614/6 <41 11. Nyi Rd. Layangkusumah[Wiratanudatar]

7

991/7 <65 13. RAy. Habibah [Wiratanudatar]

Рођење: Cucu Sultan Hadji (Sultan Banten Ke 7)

822/7 <54 14. Nyi Raden Hamsyiah [Wiratanudatar]

Рођење: 1768изр, Kalkulasi usia : wafat kakak no 1 (yg satu ibu)= 1818 Perkiraan usia = 70 thn Jadi tahun kelahiran anak no 14 = (1818-70) + {(14-1) x 1.5} = 1748 + 19.5 = 1767.5 atau 1768
Свадба: <1>  1.1.1.5.2.1.1.1.3.4. Dalem Raden Soerialaga II / Raden Tumenggung Suryalaga II (Raden Ema) [Sumedang Larang] b. 1764изр

LAMBANG KABUPATEN CIANJUR

873/7 <64 Lenggang Kusumah [Wiratanudatar]

Рођење: 1768изр, Isteri ke 2 (1762+6), Cucu Aria Wiratanudatar IV / Kyai Sabirudin
Свадба: <2>  1.1.1.4.1.6.1.1. Pangeran Kornel / Adipati Surianagara III (Kusumadinata IX)[Sumedang Larang] b. 1762изр

LAMBANG KABUPATEN CIANJUR

694/7 <54 1. Dalem Arya Wiratanudatar VI / Raden Enoh (Raden Wiranagara)[Wiratanudatar]

Титуле : од 1776, Cianjur, Bupati Cianjur VI. Kepatihan Sukabumi terbentuk pada masa pemerintahannya

===Raden Adipati Wira Tanu Datar VI (1776–1813 )===

Kehidupan Awal Nama asli Wira Tanu Datar VI adalah Wiranagara. Ketika kecil ia bernama Raden Enoh. Ia naik tahta menggantikan ayahnya, Wira Tanu Datar V sebagai regent ketika ayahnya meninggal pada tahun 1776.[1]

Regent Cianjur Keadaan pemerintahan pada masa Wira Tanu Datar VI sangat lancar, kebun kopi di Cianjur sangat bagus dan sawah semakin luas. Wira Tanu Datar VI merupakan salah satu regent yang memerintah sangat lama yaitu sekitar 37 tahun. Ia pun regent sepuh yang paling dihormati oleh regent-regent yang lain di Priangan. Hal ini terjadi karena banyak regent yang lain pernah menjadi bawahannya ketika menjadi Umbul atau Cutak. Salah satu contohnya adalah Pangeran Kornel, regent Sumedang yang ketika muda nya pernah menjadi Cutak bawahan Wira Tanu Datar VI.[1]

Pembentukan Kepatihan Tjikole Di awal masa pemerintahannya, Wira Tanu Datar VI membentuk sebuah Kepatihan bernama Kepatihan Tjikole yang merupakan cikal bakal dari Kabupaten Sukabumi saat ini. Kepatihan ini berpusat di Tjikole (sekarang bagian dari Kota Sukabumi).

Masalah Suksesi Wira Tanu Datar VI adalah keturunan Wira Tanu terakhir yang memerintah Cianjur. Hal ini terjadi karena tidak ada anaknya yang dapat dijadikan regent. Beberapa kejadian yang menyebabkan hal ini adalah :

Raden Prawiranagara Raden Prawiranagara adalah anak laki-laki pertama Wira Tanu Datar VI. Ketika patih Mangkupraja berhenti dari jabatannya ia dijadikan patih Cianjur dengan gelar Demang. Berikutnya ia merangkap jabatan sebagai Cutak Jampang. Prawiranagara terkenal kejam dan bengis pada rakyat. Banyak yang sakit hati dan tidak suka padanya. Sifatnya ini kurang disukai oleh residen Priangan. Prawiranagara pernah dibujuk untuk melaksanakan ibadah haji. Hal ini ternyata salah satu taktik untuk mengucilkan dirinya dari jabatan regent. Karena kejadian ini ia akhirnya minta berhenti dari jabatan patih dan cutak.

Lima tahun kemudian, ia ditunjuk kembali jadi cutak Cikalong dan Cibalagung. Ketika jadi cutak ini ia meminta gelar Aria sehingga ia dikenal dengan nama Aria Cikalong. Meskipun jabatannya hanya cutak Cikalong dan Cibalagung. Tapi sebenarnya ialah yang menjalankan pemerintahan di Cianjur layaknya seorang bupati. Ia kemudian diangkat kembali jadi patih pada tanggal 18 Februari 1809. Karena jasanya memperbaiki kebun kopi di Cikalong, ia pernah diusulkan menjadi bupati Buitenzorg tapi tidak disetujui oleh Belanda. Ayahnya berusaha agar ia diangkat bupati di Cibalagung namun tetap tidak berhasil. Akhirnya ia berhenti dari patih dan diganti oleh Wiradireja. [1]

Raden Natanagara Raden Natanagara adalah putra laki-laki kedua dari Wra Tanu Datar VI. Ia terkenal humoris, senang main-main dan melawak. Ketika kakaknya berhenti ia meminta gelar Demang. Pada tanggal 20 Januari 1807 ia dilantik sebagai Cutak Jampang dengan Gelar Demang. Karena hal ini pun ia dianggap tidak bisa diangkat sebagai regent [1]

Kematian Adipati Wira Tanu Datar VI meninggal pada tahun 1813 yang meninggalkan masalah suksesi

Penyelesaian Masalah Suksesi Karena kedua putra Wira Tanu VI diatas dianggap tidak pantas menjadi seorang regent, maka Residen Macquoid menyatakan bahwa regent selanjutnya bukan dari anak Wira Tanu Datar VI namun berasal dari saudaranya. Sebenarnya ada anak Wira Tanu VI yang tidak bermasalah, yaitu Raden Abas namun usianya masih 4 tahun. Raden Abas kemudian diurus oleh Surianagara, regent Sumedang (Pangeran Kornel).[1]

Untuk menyelesaikan masalah suksesi, Macquoid akhirnya mengangkat patih Wiradireja sebagai regent Cianjur. Wiradireja sendiri adalah anak dari Nyi Raden Tanjungnagara yang merupakan adik Wira Tanu Datar VI. Ayahnya adalah Aria Mangkupraja yang merupakan cucu dari Wira Tanu Datar IV. Jadi secara silsilah pengganti Wira Tanu Datar VI yaitu Wiradireja adalah keponakanny sendiri[1]

LAMBANG KABUPATEN BOGOR

765/7 <54 8. RA. Jayanagara [Wiratanudatar]

Титуле : од 1796, Bupati Bogor ke 10

LAMBANG KABUPATEN BOGOR

686/7 <65+? 2. Raden Adipati Wiranata[Wiratanudatar]

Титуле : од 1829, Bupati Bogor

LAMBANG KABUPATEN LEBAK

927/7 <65 6. RA. Karta Nata Negara (Aom Entjan) [Wiratanudatar]

Титуле : од 1837, Bupati Lebak (Rangkasbitung) kE 2

== SILSILAH RINGKAS ==

RADEN ADIPATI KARTANEGARA / KARTANATA NAGARA bin R.H. MUH TOHIR (Aulia Kampung Baru/Bogor)bin RA. Wiradiredja (Regent Bogor) bin RA. Wiradinata (Regent Bogor) bin Dalem Wiratanu II (Regent Tjiandjur ke II), Tarikolot Cianjur

KARIER & PRESTASI

Raden Tumenggung (RT) Adipati Kartanata Nagara adalah Bupati Lebak kedua. Kartanata Nagara menjabat tahun 1830 hingga 1865. Sebelum menjadi bupati, pada 1829 Kartanata Nagara menjabat Demang di Jasinga, Kabupaten Bogor. Saat menjadi Demang, Kartanata Nagara mengalahkan pasukan Nyimas Gamparan yang menurut versi Pemerintah Hindia Belanda merupakan pengacau keamanan. Saat itu, pasukan Nyimas Gamparan mau masuk Lebak melalui jalur Cikande, Serang. Usaha Nyimas Gamparan berhasil dihadang oleh Kartanata Nagara. Berawal dari keberhasilan mengalahkan Nyimas Gamparan akhirnya Pemerintah Hindia Belanda menganugerahi Kartanata untuk menjadi Bupati Lebak menggantikan Pangeran Senjaya di tahun 1830. Menurut cerita dari keturunan ke lima Kartanata Nagara, Raden Sari Wulan Kartanata Nagara, yang ditemui Radar Banten, Selasa (19/8), di kediamannya, Kartanata adalah bupati pertama yang membuka Rangkasbitung menjadi wilayah permukiman. Agar pusat pemerintahan Lebak dekat dengan karesidenan Banten di Serang, Kartanata membangun pendopo di daerah setempat. “Saat itu, Rangkasbitung adalah sebuah hutan belantara. Di tengah hutan belantara terdapat sekumpulan pohon bambu bitung liar dikelilingi rawa yang luas. Setelah daerah tersebut ditempati Kartanata Nagara, banyak warga yang turut bermukim di daerah tersebut,” ujar Sari Wulan yang menetap di Jalan Jalan Sunan Giri, Kampung Pasir Sukarayat, Kelurahaan Muara Ciujung Timur, Kecamatan Rangkasbitung. Menurut Sari Wulan, Kartanata Nagara menaruh perhatian besar terhadap kehidupan rakyat. Saat melihat rakyat mengalami kesusahan, Kartanata Nagara segera membantu. “Yang saya tahu, buyut saya itu (Kartanata Nagara, red) sangat dekat dengan rakyat,” ujarnya. Memasuki 1856 saat Kartanata Nagara masih menjadi bupati, Gubernur Jenderal Duymaer Van Twist menunjuk Edward Douwes Deker (Multatuli) sebagai Asisten Residen di Lebak. Menurut sumber yang didapatkan Radar Banten dari Iman Solehudin (cucu tiri) Raden Sari Wulan Kartanata Nagara, serta Hikmat Syadeli Budayawan Lebak, saat itu sempat terjadi kesalahpahaman antara Kartanata Nagara dan Multatuli. Kesalahpahaman dipicu saat Bupati Kartanata Nagara kedatangan tamu Bupati Cianjur, Jawa Barat. Untuk menjamu tamu, Kartanata Nagara memerintahkan rakyat gotong royong membersihkan lingkungan pendopo dan jalan setapak yang akan dilalui rombongan Bupati Cianjur. “Perintah gotong royong diartikan oleh Multatuli sebagai kerja paksa. Akhirnya Kartanata Nagara dilaporkan ke Residen Brest Van Kempen. Namun tuduhan kerja paksa tidak terbukti sehingga Kartanata Nagara tidak disanksi,” kata Iman yang diamini Hikmat. Lebak di bawah kepemimpinan Kartanata Nagara mengalami kemajuan. Meski sudah berbuat banyak untuk Lebak, namun nama Kartanata Nagara seperti dilupakan. (day/dilengkapi dari berbagai sumber)

DEWAN KOTA BANTAM 1836 (Almanak 1836)



DEWAN KOTA BANTAM 1837 (Almanak 1837)



908/7 <65 4. RH. Puradiredja [Wiratanudatar]

Професија : од 1842, Demang Tjibinong

LAMBANG KABUPATEN PURWAKARTA

949/7 <65 8. RTg. Sastranegara [Wiratanudatar]

Титуле : од 1849, Bupati Purwakarta

6710/7 <53 Rd.Ngabei Indrakusumah[Pajajaran]

7011/7 <54 2. Raden Ayu Tandjungnagara[Wiratanudatar]

Свадба: <86! Rd. Aria Mangkureja / Rd. Aria Mangkupraja [Wiratanudatar]

7112/7 <54 3. Nyi Raden Bentang[Wiratanudatar]

7213/7 <54 4. Raden Wiramanggala[Wiratanudatar]

7314/7 <54 5. Raden Ayu Wastireja[Wiratanudatar]

7415/7 <54 6. Nyi Raden Purba[Wiratanudatar]

7516/7 <54 7. Nyi Raden Emul[Wiratanudatar]

7717/7 <54 9. Raden Tisnadilaga[Wiratanudatar]

7818/7 <54 10. Raden Natadigja[Wiratanudatar]

7919/7 <54 11. Raden Ardikusuman[Wiratanudatar]

8020/7 <54 12. Nyi Raden Kandran[Wiratanudatar]

8121/7 <54 13. Nyi Raden Siti Murtala[Wiratanudatar]

8322/7 <54 15. Raden Natadireja[Wiratanudatar]

8423/7 <54 16. Raden Muhyidin / Raden Natapraja [Wiratanudatar]

8524/7 <54 17. Raden Purantareja[Wiratanudatar]

8625/7 <55 Rd. Aria Mangkureja / Rd. Aria Mangkupraja [Wiratanudatar]

Свадба: <70! 2. Raden Ayu Tandjungnagara [Wiratanudatar]

===Dalem Sabiruddin===

Putra Dalem Sabiruddin (Wiratanu IV) yang No. 2 (Ny. R. Mojanagara) PUPUTRA:

Rd. Aria Mangkupraja, nikah ka: Ny. R. Tanjungnagara (Putra Wiratanu V, rai Wiratanu VI) Puputra:4

Dalem Dipati Prawiradireja (Dalem Sepuh Kaum)Nyi Rd. SuhaemiNyi Rd. MomohNyi Rd. Geboy

8826/7 <65 1. R.Ay. Asmara/Amsyah[Wiratanudatar]

8927/7 <65 3. R. Muharram [Wiratanudatar]

9128/7 <65 5. R. Rafiki / R. Rafi'i[Wiratanudatar]

9329/7 <65 7. RA. Prawiranata (Aria Patjet)[Wiratanudatar]

9530/7 <65 9. R.Ay. Adjeng [Wiratanudatar]

9631/7 <65 10. R. Wiramanggala[Wiratanudatar]

9732/7 <65 11. Nji R. Aju [Wiratanudatar]

9833/7 <65 12. R.Ay. Arpiah [Wiratanudatar]

10034/7 <65 14. R.Ay. Asijah [Wiratanudatar]

10135/7 <65 15. R. Aledja [Wiratanudatar]

10236/7 <65 16. Emah/Imoh [Wiratanudatar]

10337/7 <65 17. R. Muhammad Hasan[Wiratanudatar]

10438/7 <65 18. R. Jusuf [Wiratanudatar]

10539/7 <65 19. Ratu Mariam[Wiratanudatar]

10640/7 <65 20. Ratu Rahmah[Wiratanudatar]

8

1091/8 <87+2 1.1.1.4.1.6.1.1.2. Dalem Adipati Ageung Koesoemajoeda [Sumedang Larang]

Рођење: Bupati ke 15 (1828-1833)
Свадба: <3>  1.1.1.4.1.6.1.1.2x NM Samidjah ..[?]

LAMBANG KABUPATEN BOGOR

1082/8 <82+1 6.2.1. Patih Rangga Candramenggala [Sumedang Larang]

Рођење: 1786изр, (1768+17+1)
Титуле : Bogor, Bupati Bogor
Смрт: 1857, Pasirkuda, Bogor

===KALKULASI TAHUN KELAHIRAN===

1.1.1.5.2.1.1.1.3.4.4 Patih Rangga Candramenggala . 1.1.1.5.2.1.1.1.3.4.4X NR. Sarimantri .. 1.1.1.5.2.1.1.1.3.4.4.1 RTA. Suradimenggala

Sumber : Pak Adang (fotokopi buku silsilah Nyi Rd. Murtasiah)

1213/8 <87+2 1.1.1.4.1.6.1.1.3 Raden Ayu Radjaningrat [Sumedang Larang]

Рођење: 1788изр, (1768+17+3)
Свадба:

1234/8 <82+1 6.2.2. Raden Hamzah [Sumedang Larang]

Рођење: 1789изр

KABUPATEN GARUT

1195/8 <69 4. Raden Aria Adipati Wiratanudatar VII / Surianata Kusumah (Raden Abas) [Wiratanudatar]

Рођење: 1809, (1813-4)
Титуле : Bupati Garut Ke III (1833 - 1871)

Rd. Abas (Dalem Garut Sepuh) PUPUTRA:13Dalem Dipati Aria Wiratanudatar VIII (Dalem Garut)Rd. JayadiningratNyi Rd. LenggangNyi Rd. Mojanagara (Dalem Istri Lebak)Rd. SurianingratNyi Rd. RajapermasNyi Rd. RajaputriNyi Rd. RajanagaraNyi Rd. Rajakusumah (Rajaretna)Rd. PrawiranagaraNyi Rd. RajaningrumRd. WijayakusumahRd. SuryalagaRADEN ARIA ADIPATI SURIANATA KUSUMAH (RADEN ABAS) ( WIRA TANU DATAR VII ), Bupati Limbangan Garut 1833 -1871 M )

Raden Abas / Dalem Adipati Aria Surianata Kusumah / Tumenggung Jayaningrat yang biasa disebut Wiratanudatar VII ( Bupati Limbangan Garut 1833 -1871 M ) adalah putra bungsu dari Dalem Adipati Aria Wiratanudatar VI ( Dalem Aria Enoch ) . Ketika Dalem Adipati Aria Wiratanudatar VI ( Dalem Aria Enoh ) wafat pada tahun 1813 M,usia Raden Abas baru 4 tahun . Pada tahun 1813 M, Rd.Abas dibawa ke Sumedang dan dibesarkan oleh Raden Jamu /Pangeran Kornel / Adipati Surianagara III / Pangeran Kusumahdinata IX ( 1791-1828 ) putra bupati Sumedang yang bernama Raden Adipati Surianagara II (1761 1765) ,bahkan setelah dewasa Raden Jayaningrat atau Raden Abas ditikahkan dengan cucunya yakni dengan Nyi Raden Purnama putra Aria Jayanagara / Tumenggung Kusumah Ningrat / Tumenggung Kusumadinata / Dalem Adipati Kusumahdinata X / Dalem Alit ( Bupati Limbangan Garut 1831-1833 / Bupati Sumedang 1833 -1834 ) bin Dalem Adipati Adiwijaya bin Pangeran Kornel.

Kemudian Raden Jayaningrat / Raden Abas / Dalem Adipati Aria Surianatakusumah / Wiratanudatar VII ( Bupati Limbangan Garut 1833 -1871 M ) menikah dengan Nyi Rd. Mantria putra Rd.Dirapraja bin Rd. Raja Manggala bin Rd. Raja Pangaras ( keturunan Dalem Aria Wirayuda Cipicung ).dan dikaruniai dua orang putra dan dua orang putri diantaranya :

Raden Jenon atau DAA Wiratanudatar VIII, Bupati Limbangan Garut terakhir atau Bupati Garut pertama ( 1871-1915 M).Raden Jayadiningrat ( Wedana Wanaraja ), Beliau adalah kakek Dr.Rd.Bayuningrat, penyusun Buku Kabhupatian I Bhumi Limbangan, Garut, Sumedang dan Cianjur.Nyi. Rd. Omi / Ny. R. Mojanagara, Beliau adalah isteri Bupati Lebak ( putri ke 9 ). Nyi Rd.Alkiyah / Nyi. R. Rajakusumah ( Nyi.Rd. Rajaretna )Ny.Rd. Alkiyah / Ny. R. Rajakusumah ( Nyi.Rd.Rajaretna) menikah dengan Rd. Surianata Legawa ( Patih Sukabumi ) putra Rd. H. Muhammad Musa ( Hoofz Penghulu Garut ), maka melahirkan beberapa orang putra, diantaranya : - Rd. Suriakartalegawa I ( Bupati Garut ) - Rd. Surianataatmaja ( Rd.Abas ) ( Bupati Cianjur ke 14 ). Dari hasil pernikahannya dengan Nyi Raden Purnama putra Aria Jayanagara, Rd. Abas mempunyai lima putri dan empat putra , diantaranya : (putri ke 3 ). Ny. R. Lenggang (putra ke 5 ). Raden Surianingrat (putri ke 6 ). Ny. R. Rajapermas (putri ke 7 ). Ny. R. Rajaputri (putri ke 8 ). Ny. R. Rajanagara ( putra ke 10 ). Raden Prawiranagara ( putri ke 11 ). Ny. R. Rajaningrum ( putra ke 12 ). Raden Wijayakusumah ( putra ke 13 ). Raden Suryalaga Jadi jumlah keseluruhan putra-putrinya 13 orang , 6 putra dan 7 putri…….dan Gelar yang dipakai Raden Abas yaitu Adipati Suria Nata Kusumah ( menginduk gelar ke sumedang ), dan tidak memakai gelar Wira Tanu Datar ( tidak menginduk ke cianjur ). Ia meninggal pada tahun 1871 M , dan dimakamkan di belakang Masjid Agung Garut.

SEBAB RD. ABAS DIPELIHARA DAN DIBESARKAN OLEH PANGERAN KORNEL KARENA MENGINGAT JASA AYAH-NYA

SEKILAS BIOGRAFI PANGERAN KORNEL /ADIPATI SURIANAGARA III

=========================================================

Setelah wafatnya Bupati Sumedang Adipati Surianagara II (1765 – 1773), posisi bupati Sumedang diisi oleh bupati penyelang dari Parakanmuncang Adipati Tanubaya (1773 – 1775) yang diangkat oleh kompeni karena putra Adipati Surianagara II, Raden Jamu masih kecil. Setelah wafatnya Adipati Tanubaya digantikan oleh Tumenggung Patrakusuma putranya Setelah menjadi bupati Tumenggung Patrakusuma (1775 – 1789) memakai gelar Adipati Tanubaya II. Setelah menginjak dewasa Raden Djamu/ Pangeran Kornel dinikahkan dengan putri Adipati Tanubaya II Nyi Raden Radja Mira mempunyai seorang puteri bernama Nyi Raden Kasomi. Adipati Tanubaya II mendapat hasutan dari Demang Dongkol yang berambisi untuk mempunyai anak atau cucu menjadi bupati. Akhirnya Raden Djamu mengetahui niat buruk mertuanya ingin membunuhnya, segera Raden Djamu meloloskan diri ke Limbangan karena bupati Limbangan merupakan saudaranya, di limbangan posisi Raden Djamu tidak aman terus melanjutkan perjalanan ke Cianjur untuk bertemu dengan kerabat ayahnya Bupati Cianjur Dalem Adipati Aria Wiratanudatar VI ( Dalem Aria Enoh ) dan Raden Djamu diangkat sebagai Kepala Cutak (Wedana) Cikalong dengan nama Raden Surianagara III. Setelah Adipati Tanubaya II diasingkan ke Batavia oleh kompeni ditunjuk sebagai pengganti sementara kepala pemerintahan Sumedang dipegang oleh Patih Sumedang Aria Satjapati (1789 – 1791). Aria Satjapati mengirim surat kepada Dalem Adipati Aria Wiratanudatar VI ( Dalem Aria Enoh ) memohon agar mengusulkan Raden Djamu atau Surianagara III diangkat menjadi bupati Sumedang kepada kompeni. Usul dari Dalem Adipati Aria Wiratanudatar VI ( Dalem Aria Enoh ) diterima oleh kompeni dan diangkatlah Raden Djamu / Surianagara III menjadi bupati Sumedang dengan gelar Pangeran Kusumadinata IX (1791 – 1828).

MERTUA RADEN ARIA ADIPATI SURIANATAKUSUMAH (RADEN ABAS)

=========================================================

Tumenggung Adiwijaya I (1813 – 1831 ) adalah Bupati Limbangan Garut yang sebelumnya beliau adalah sebagai Bupati Parakanmuncang ( 1806 – 1813 ).Pada bulan Agustus 1831, Raden Adipati Adiwijaya I setelah selesai meresmikan pabrik dan kebon nila di Panyeredan dan Bantar Payung di tengah perjalanan menuju ke kota Garut terserang penyakit sampai wafatnya. Beliau dimakamkan di Kampung Cipeujeuh Sanding Kec. Garut Kota. Oleh karena itulah beliau terkenal dengan sebutan Dalem Cipeujeuh. ===================== Didahului oleh Raden Aria Wiratanu VI Bupati Limbangan Bupati Limbangan- Garut 1833 -1871 M Dilanjutkan: Raden Aria Wiratanu VIII Di Garut R. Tumenggung Wiranagara di Cianjur

LAMBANG KABUPATEN CIANJUR

1126/8 <70+86! 1. Raden Wiradireja / RAA Prawiradireja I [Wiratanudatar]

Титуле : од 1813, Bupati Cianjur VII (1813 – 1833), Keponakan Wira Tanu Datar VI, cucu Wira Tanu Datar V, Regent pertama Hindia Belanda

===Raden Aria Adipati Prawiradiredja I===Bupati Cianjur ke-7Masa jabatan 1813–1833Didahului oleh : R.A. Wira Tanu Datar VIDigantikan oleh : R. Tumenggung WiranagaraLahir : CianjurMeninggal : CianjurProfesi : BangsawanAgama : Islam

Raden Aria Adipati Prawiradireja I adalah bupati Cianjur ketujuh dan regent Cianjur keenam. Ia merupakan regent pertama Hindia Belanda setelah dibubarkannya VOC.

Kehidupan Awal Nama asli R.A.A Prawiradireja I adalah Raden Wiradireja. Ia adalah keponakan Raden Adipati Wira Tanu Datar VI, yaitu anak dari adik wanitanya yang bernama Tanjungnagara. Sebelum diangkat regent Cianjur ia menjabat sebagai patih Cianjur.

Pengangkatan Sebagai Regent Pada tahun 1813 Aria Wiranagara putra pertama Raden Adipati Wira Tanu VI -terkenal dengan sebutan Aria Cikalong- yang ketika itu menjabat patih Cianjur, merasa bahwa dirinya tidak mungkin dapat menggantikan ayahnya menjadi regent Cianjur. Hal ini karena ia tidak disukai oleh Belanda karena sifatnya yang kejam dan pemarah. Ia kemudian mengundurkan diri sebagai patih Cianjur. Jabatan patih kemudian diteruskan oleh adik sepupunya (keponakan Wira Tanu Datar VI) yaitu Wiranagara.

Tak lama setelah kejadian itu, Wira Tanu Datar VI sakit parah. Residen Priangan kemudian menyampaikan surat guna menanyakan siapakah yang akan menjadi penggantinya. Wira Tanu Datar VI kemudian mencalonkan dua orang, yaitu Patih Cianjur (Wiranagara) dan Regent Buitenzorg. Tiga bulan setelah itu Wira Tanu Datar VI meninggal. Sesepuh Cianjur ketika itu yaitu Raden H. Jayanagara, Raden Muhammad Husen (Penghulu Cianjur). Raden H. Natanagara, Raden Aria Wasitareja dan sekretaris yang bernama Prisje, mengadakan musyawarah yang keputusannya yaitu mengusulkan Raden Wiradireja yang ketika itu menjabat patih untuk diangkat sebagai regent Cianjur kepada Pemerintahan Batavia. Hal ini senada dengan Residen Macquoid yang juga mengusulkan patih Cianjur sebagai regent. Sedangkan regent Buitenzorg yaitu Wira Nata tidak disetujui oleh Residen.

Ia diangkat sebagai regent pada tanggal 18 April 1813 dan dalam akta tanggal itu juga ia meminta gelar Tumenggung Wiradireja. Menurut akta 1 Maret 1816, ia dianugerahi gelar Adipati. Gelar resminya adalah Raden Aria Adipati.

Regent Cianjur Masa pemerintahannya sebagai regent ada beberapa kejadian penting yang terjadi yaitu :

Bubarnya VOC Sebenarnya bubarnya VOC terjadi sebelum masa pemerintahan Prawiradireja I, ketika Cianjur dibawah pemerintahan Wira Tanu Datar VI. Ini menjadikan Prawiradireja I sebagai regent pertama masa pemerintahan Hindia Belanda.[1]

Masa Raffles 1811-1816 Pada masa Prawiradeireja I terjadi perubahan kekuasaan di Hindia Belanda, yaitu dengan berkuasanya Inggris. Ketika itu Inggris mengutus Thomas Stanford Raffles sebagai gubernur jenderal Hindia Belanda. Namun masa pemerintahan Raffles tidak lama karena Inggris kembali menyerahkan Hindia Belanda pada Kerajaan Belanda.[1]

Kepatihan Soekaboemi Pada masa pemerintahannya, terjadi perubahan nama untuk Kepatihan Tjikole yang dibentuk oleh Bupati sebelumnya, menjadi Kepatihan Soekaboemi pada tanggal 13 Januari 1815. Kepatihan ini merupakan pendahulu dari Kabupaten Sukabumi saat ini.

Masa Tua dan Kematian

Prawiradireja I memerintah selama 20 tahun. Ia tidak memerintah sampai akhir hayatnya, karena pada tahun 1833 ia turun tahta dan digantikan anaknya yaitu Raden Tumenggung Wiranagara. Setelah turun tahta ia tidak tinggal di pendopo tapi pindah ke dekat Mesjid Agung Cianjur. Setelah turun tahta ia disebut Dalem Sepuh. Prawiradireja meninggal pada tahun 1834

KABUPATEN GARUT

1207/8 <87+2 1.1.1.4.1.6.1.1.1. Raden Abdul / Dalem Adipati Adiwijaya [Sumedang Larang]

Титуле : од 1813, Bupati Limbangan Garut I

LAMBANG KABUPATEN KARAWANG

1248/8 <68 Dalem Raden Adipati Suryanata[Wiratanudatar]

Свадба: <4>  Nyi Salamah [Singaperbangsa
Свадба: <5>  1.1.1.1.1.11.2 NR. Fatimah Komalaningrat Sastradipura [Singaperbangsa
Титуле : од 1821, Wanayasa, Bupati Karawang X
Смрт: 1828, Nusa Situ Wanayasa, Purwakarta

Raden Adipati Suryanata, putra RAden Adipati Wiranata Dalem Sepuh Bogor Keturunan Cikundul.

Raden Adipati Suryanata Menikah dengan Nyi Salamah, putrid Aria Sastradipura, (Bupati Karawang ke- 9). Pada masa Pemerintahan Raden Adipati Suryanata, kantor dipindahkan dari Karawang ke Wanayasa (Purwakarta). Raden Adipati Suryanata wafat pada tahun 182 dimakamkan di Nusa Situ

Wanayasa, Purwakarta.

LAMBANG KABUPATEN BOGOR

1259/8 <68 7. Rd. Adipati Suriawinata Wiranata (Rd.H. Muhammad Sirod. Dalem Salawat) [Wiratanudatar]

Титуле : од 1828, Bupati Karawang Ke 11 (1828-1849)
Титуле : од 1849, Bupati Bogor Ke 14 (1849-1872)
Смрт: 13 мај 1872, Mekah

Raden Suryawinata alias Raden Haji Muhammad Sirod, putra Raden Adipati Wiranata Dalem Sepuh

Bogor, (adik Raden Adipati Suryanata Bupati Karawang yang memerintah tahun 1821-1828). Pada awal masa pemerintahan beliau, pusat pemerintahan masih di Wanayasa, selama 2 tahun, dan pada tahun 1830, pusat Pemerintahan dipindahkan dari Wanayasa ke Sindangkasih serta menamakan daerah tersebut Purwakarta. Purwa artinya permulaan dan Karta, sama dengan Ramai atau hidup, dengan demikian nama Purwakarta baru dikenal pada masa pemerintahan Raden Adipati Suryawinata. Pada tahun 1849 Raden Adipati Suryawinata dialihtugaskan menjadi Bupati Bogor hingga wafat tahun

1872. Raden Adipati Suryawinata Dikenal pula dengan sebutan Dalem Solawat atau Dalem Santri.

LAMBANG KABUPATEN BOGOR

12610/8 <99+? 1. RA. Mangkuwidjaja (Hoofd Djaksa & Hoofd Demang Bogor) [Kasultanan Banten]

Титуле : од 23 фебруар 1854, Hoofd Djaksa Buitenzorg
Титуле : од 27 јун 1865, Hoofd Demang & Hoofd Djaksa Buitenzorg
Титуле : од 27 март 1866, Hoofd Demang Buitenzorg (Bogor)

== RIWAYAT KELUARGA ==

RA. MANGKOEWIDJAJA, HOOFD DEMANG BOGOR (1865-1870)

"Raden Aria Mangkoewidjaja putra pertama dari Raden Aria Soetawidjaja (Hoofd Djaksa Buitenzorg 1840-1841) dengan Ibu NYI Rd. HABIBAH (Putra Raden........) Sumber : Almanak 1840 sd 1855

SILSILAH RINGKAS

RADEN ARIA DEMANG MANGKOEWIDJAJA bin Raden Aria Soetawidjaja bin Pangeran Muhammad Thahir (R.T. PRAWIRO KOESOEMO) bin Sultan Haji / Sultan Abu Nashr Muhammad Abdul Kahar (Sultan Ke 7 Kesultanan Banten), mempunyai adik kandung 12 orang, yaitu : 1. R. Kartawidjaja/H. Iljas (Demang Jasinga/Wadana), 2. R. Bratawidjaja/Baing Brata (Ass. Demang Parung); 3. R. Dmg. Mangunkusumah (Demang Tjibarusah; 4. R. Kartawidjaja (Gabug); 5. RH. Daud (Eyang R. Muh. Idrus-Enis); 6. RH. Kusumahwidjaja; 7. R. Sintawidjaja (Eyang Endeh Patimah); 8. Nji R. Tjeneng; 9. Nji R. Bahra (Gabug); 10. Nji R. Hadidjah; 11. Nji R. Eulis; 12. R. Demang Mauk

KARIER

Berdasarkan Almanak_van_Nederlandsch_Indië_voor_het tahun 1854 s/d tahun 1876, Karier Raden Aria Mangkoewidjaja adalah sebagai berikut :

1854-1866 Hoofd Djaksa pada Afdelling Buitenzorg, dibawah Regent RADEAN ADIPATTIE SOERIA WIENATTA (1849-1869);1865-1866 Menjadi Hoofd Demang & Hoofd Djaksa Buitenzorg1866-1870 Menjadi Hoofd Demang Buitenzorg

SILSILAH KETURUNAN

RA. MANGKOEWIDJAJA, HOOFD DEMANG BOGOR (1865-1870)

Raden Aria Mangkoewidjaja menikah dengan 4 orang istri, isteri pertama NYI MAS WARTA (Kaum Bogor) memiliki putra 3 orang :

NYI Raden KuraesinNYI Raden SuhaemiNYI Raden Hudaya

Isteri ke 2 bernama NYI Raden SARODJA, dikarunia putra :

NYI Raden Titi MarijamNYI Raden Eno PatmahRaden Hadji Sjafi'i (Penghulu Bogor)NYI Raden Eulis AminahNYI Raden Enon HadjarRaden Hadji Iskandar/EndukRaden Hadji Sulaeman

Isteri ke 3 bernama NYI Rd ENUR binti Raden Kartanagara memiliki putra 1 orang :

Raden Hadji Ahmad/Emod

Isteri ke 4 bernama NYI Raden ANTAMIRAH binti Raden Tumenggung Tjandramanggala, berputra :

Raden Hadji Muhammad HasanRaden SodiqRaden Atang

Semasa berkarier sebagai Djaksa dan Demang Boepati Buitenzorg, Raden Aria Mangkoewidjaja menetap di Buitenzorg (kota Bogor sekarang), keturunannya banyak tersebar di daerah Bondongan, Layungsari, Lolongok, Empang dan Pantjasan, dimakamkan di Pemakaman Empang

(Sumber : Sajarah Bogor, Memed Sunardi, 1966, berdasarkan Catatan Raden Jusuf Wiranata Nagara)

10711/8 <67 Rd.Ngabei Madamadia[Pajajaran]

11012/8 <68 1. R. Aju Hadji Radja[Wiratanudatar]

11113/8 <68 12. Nyi R. Aju Lenggangnagara[Wiratanudatar]

Свадба: <6>  Rd. Djiwanagara [?]

11314/8 <70+86! 2. Ny. R. Suhaemi[Wiratanudatar]

11415/8 <70+86! 3. Ny. R. Momoh[Wiratanudatar]

11516/8 <70+86! 4. Ny. R. Geboy[Wiratanudatar]

11617/8 <69 1. Rd. Aria Wiranagara (Rd. Aria Cikalong) [Wiratanudatar]

11718/8 <69 2. Rd. Aria Natanagara (Dalem Rd. Moh. Tobri Bogor) [Wiratanudatar]

11819/8 <69 3. Nyi Rd. Meumeut[Wiratanudatar]

12220/8 <90 1. Rd. Suradikusumah[Wiratanudatar]

12721/8 <99+?+? 2. R. Kartawidjaja/H. Iljas (Demang Jasinga/Wadana) [Kasultanan Banten]

12822/8 <99+?+? 3. R. Bratawidjaja/Baing Brata (Ass. Demang Parung) [Kasultanan Banten]

12923/8 <94+? 1. Nji R. Radjapermas[Wiratanudatar]

13024/8 <68 3. R. Aju Bentang[Wiratanudatar]

13125/8 <68 4. R.Aju Domas [Wiratanudatar]

13226/8 <68 5. R. Aju Surjanagara[Wiratanudatar]

13327/8 <68 6. R. Aju Esin (Kuraesin)[Wiratanudatar]

13428/8 <68 8. R. Aju Hapsah[Wiratanudatar]

13529/8 <68 9. R. Dmg. Surjajaga[Wiratanudatar]

13630/8 <68 10. R.h. Umar [Wiratanudatar]

13731/8 <68 11. R. Kusumahdilaga[Wiratanudatar]

13832/8 <68 13. R. Tarjaniba [Wiratanudatar]

13933/8 <92+? 1. RH. Bujeh [Wiratanudatar]