Senin, 20 Mei 2019

Kisah Nabi Yusuf ‘Alaihissalam (bagian – 01)

Skip to content

Search

 Menu



Kisah Nabi Yusuf ‘Alaihissalam (bagian – 01)

ShareTweet

Yusuf ‘Alaihissalam Bermimpi

Pada suatu malam ketika Yusuf masih kecil, ia bermimpi dengan mimpi yang menakjubkan. Ia bermimpi melihat sebelas bintang, matahari, dan bulan bersujud kepadanya. Ketika ia bangun, maka ia langsung mendatangi ayahnya, Nabi Ya’qub ‘alaihissalammenceritakan mimpinya itu. Ayahnya pun langsung memahami takwilnya, dan bahwa akan terjadi pada anaknya suatu urusan yang besar. Maka ayahnya segera mengingatkan Yusuf agar tidak menceritakan mimpinya itu kepada saudara-saudaranya yang nantinya setan akan merusak hubungan mereka dan berhasad kepadanya atas pemberian Allah itu. Yusuf pun menaati saran ayahnya.

Saudara-saudara Yusuf Berniat Buruk Kepada Yusuf

Nabi Ya’qub ‘alaihissalam sangat sayang kepada Yusuf sehingga membuat saudara-saudaranya merasa iri dengannya. Mereka pun berkumpul untuk membuat makar kepadanya agar Yusuf dijauhkan dari ayahnya dan kasih sayang itu beralih kepada mereka.

Salah seorang di antara mereka mengusulkan untuk membunuh Yusuf atau membuangnya ke tempat yang jauh agar perhatian ayahnya hanya tertumpah kepada mereka saja, setelah itu mereka bertobat kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, akan tetapi di antara mereka ada yang menolak usulan dibunuhnya Yusuf, ia hanya mengusulkan agar Yusuf dimasukkan ke dalam sumur yang berada jauh agar nanti ditemukan oleh kafilah yang lewat, lalu mereka mengambil dan menjualnya. Ternyata usulan inilah yang dipandang baik dan diterima mereka. Dengan demikian, kesimpulan kesepakatan mereka adalah hendaknya Yusuf diasingkan dan dijauhkan dari tengah-tengah mereka.

Mulailah mereka berpikir bagaimana caranya agar rencana mereka itu dapat terlaksana dengan baik. Setelah itu, mereka pun menemukan caranya. Mereka pun datang kepada ayah mereka dan berkata, “Wahai ayah kami, apa sebabnya kamu tidak mempercayai kami terhadap Yusuf, padahal sesungguhnya kami adalah orang-orang yang menginginkan kebaikan baginya. Biarkanlah dia pergi bersama kami besok pagi, agar dia (dapat) bersenang-senang dan (dapat) bermain-main, dan sesungguhnya kami pasti menjaganya.”

Nabi Ya’qub berkata, “Sesungguhnya kepergian kamu bersama Yusuf sangat menyedihkanku dan aku khawatir kalau-kalau dia dimakan serigala, sedangkan kamu lengah darinya.”

Mereka menjawab, “Jika ia benar-benar dimakan serigala, sedang kami golongan (yang kuat), sesungguhnya kami kalau demikian adalah orang-orang yang rugi.” (QS. Yusuf: 11-14)

Yusuf Dimasukkan ke Dalam Sumur

Maka pada pagi hari, mereka keluar membawa Yusuf ke gurun sambil menggembala kambing-kambing mereka. Setelah mereka berada jauh dari ayah mereka, maka mulailah mereka melakukan rencana itu, mereka berjalan hingga tiba di sumur, lalu mereka melepas baju Yusuf dan melempar Yusuf ke dalamnya. Ketika itu, Allah mewahyukan kepada Yusuf, “Sesungguhnya kamu akan menceritakan kepada mereka perbuatan mereka ini, sedang mereka tidak ingat lagi.” (QS. Yusuf: 15)

Setelah mereka berhasil memasukkan Yusuf ke sumur, maka mereka berpikir kembali tentang apa yang akan mereka katakan nanti di hadapan ayah mereka ketika ayahnya bertanya tentang Yusuf, hingga akhirnya mereka sepakat untuk mengatakan bahwa seekor serigala memakannya, dan untuk menguatkan pernyataan mereka itu, mereka sembelih seekor kambing lalu darahnya mereka lumuri ke baju Yusuf.

Di malam hari, mereka pulang menemui ayahnya dalam keadaan pura-pura menangis. Nabi Ya’qub pun melihat mereka dan ternyata Yusuf tidak ada di tengah-tengah mereka, lalu mereka memberitahukan secara dusta, bahwa ketika mereka pergi untuk pergi berlomba-lomba dan mereka tinggalkan Yusuf di dekat barang-barangnya, lalu Yusuf dimakan serigala. Selanjutnya mereka mengeluarkan gamisnya yang berlumuran darah untuk menguatkan pernyataan mereka.

Tetapi Nabi Ya’qub melihat gamisnya dalam keadaan tidak robek, karena mereka lupa merobeknya, lalu Ya’qub berkata kepada mereka, “Sungguh aneh serigala ini, mengapa ia bersikap sayang kepada Yusuf, ia memakannya tanpa merobek pakaiannya.” Maka Ya’qub berkata kepada mereka menerangkan kedustaan mereka, “Sebenarnya dirimu sendirilah yang memandang baik perbuatan (yang buruk) itu; maka kesabaran yang baik Itulah (kesabaranku). Dan Allah sajalah yang dimohon pertolongan-Nya terhadap apa yang kamu ceritakan.” (QS. Yusuf: 18).

Yusuf Dikeluarkan dari Sumur dan Dibawa ke Mesir

Adapun Yusuf, maka ia tetap berada dalam sumur menunggu adanya orang yang mau menolongnya. Ketika ia dalam keadaan demikian, tiba-tiba datang sebuah kafilah yang hendak menuju Mesir, lalu mereka ingin menambahkan persediaan mereka, kemudian mereka mengutus salah seorang dari mereka ke sumur untuk membawakan air. Ketika ia menurunkan timbanya, maka Yusuf bergantung kepadanya, lalu orang itu melihat ke isi sumur, ternyata dilihatnya seorang anak muda yang tampan berpegangan dengannya. Orang ini pun merasa senang dan memberitahukan kepada kawan-kawannya yang lain, lalu mereka mengeluarkan Yusuf dan membawanya bersama mereka menuju Mesir untuk dijual.

Pada suatu hari, Al ‘Aziz berkeliling di pasar untuk membeli seorang anak buat dirinya, karena ia tidak punya anak. Kemudian kafilah itu menawarkan Yusuf kepadanya, lalu raja Al ‘Aziz membelinya dengan harga beberapa dirham saja.

Kemudian Al Aziz pulang ke istrinya dalam keadaan senang karena membeli seorang anak. Ia juga menyuruh istrinya memuliakan anak tersebut dan berbuat baik kepadanya, mungkin saja ia dapat bermanfaat bagi keduanya atau dijadikan sebagai anak angkat. Demikianlah Allah memberikan kekuasaan kepada Yusuf di bumi sehingga ia hidup di bawah kasih sayang Al ‘Aziz dan pengurusannya.

bersambung…. klik bagian 2

Artikel www.KisahMuslim.com

CategoriesKisah Nabi dan RasulKisah NyataPost navigation

Kisah Nabi Ya’qub ‘Alaihissalam

Kisah Nabi Yusuf ‘Alaihissalam (bagian – 02)

Rabu, 15 Mei 2019

Pangeran Santri


Pangeran Santri


Pangeran Koesoemadinata I atau Ki Gedeng Sumedang atau Pangeran Santri atau Maulana Solih 1530-1578 adalah Penerus Kerajaan Sumedang Larang setelah menikah dengan Nyai Ratu Pucuk Umun.

Perkembangan IslamSunting

Pada pertengahan abad ke-16,agama Islam mewarnai perkembangan wilayah Sumedang Larang (sekarang Kabupaten Sumedang) Nyai Ratu Pucuk Umun adalah seorang wanita keturunan raja-raja Sumedang kuno yang merupakan seorang Sunda muslimah. Dari pernikahannya dengan Pangeran Santri (1505-1579 M) yang juga bergelar Ki Gedeng Sumedang,memerintah Sumedang Larang bersama-sama serta menyebarkan ajaran Islam di wilayah tersebut dan dan menyebarkan agama Islam di berbagai penjuru daerah di kerajaan Sunda. Pernikahan Pangeran Santri dan Nyai Ratu Pucuk Umun ini melahirkan Prabu Geusan Ulun atau dikenal dengan Prabu Angkawijaya.

Pemindahan ibukota Kerajaan Sumedang LarangSunting

Pada masa Ratu Pucuk Umun, ibukota Kerajaan Sumedang Larang dipindahkan dari Ciguling ke Kutamaya. Setelah Prabu Gajah Agung menjadi raja maka kerajaan dipindahkan ke Ciguling. Ia dimakamkan di Cicanting Kecamatan Darmaraja. Ia mempunyai dua orang putra, pertama Ratu Istri Rajamantri, menikah dengan Prabu Siliwangi dan mengikuti suaminya pindah ke Pakuan Pajajaran. Kedua Sunan Guling, yang melanjutkan menjadi raja di Kerajaan Sumedang Larang.

Setelah Sunan Guling meninggal kemudian dilanjutkan oleh putra tunggalnya yaitu Sunan Tuakan. Setelah itu kerajaan dipimpin oleh putrinya yaitu Nyi Mas Ratu Patuakan. Nyi Mas Ratu Patuakan mempunyai suami yaitu Sunan Corenda, putra Sunan Parung, cucu Prabu Siliwangi (Sri Baduga Maharaja). Nyi Mas Ratu Patuakan mempunyai seorang putri bernama Nyi Mas Ratu Inten Dewata (1530-1578), yang setelah ia meninggal menggantikannya menjadi ratu dengan gelar Ratu Pucuk Umun. Ratu Pucuk Umun saudara Ratu Sunyalarang Istri Prabu Pucuk Umum ibu dari Prabu Haur Kuning dan Sunan Wanaperih

Ratu Pucuk Umun menikah dengan Pangeran Koesoemadinata, putra Pangeran Pamelekaran. Pangeran Koesoemadinata lebih dikenal dengan julukan Pangeran Santri karena asalnya yang dari pesantren dan perilakunya yang sangat alim. Dengan pernikahan tersebut berakhirlah masa kerajaan Hindu di Sumedang Larang. Sejak itulah mulai menyebarnya agama Islam di wilayah Sumedang Larang.

KeluargaSunting

Pangeran Santri putra Pangeran Pamelekaranatau cucu Syekh Maulana Abdurahman atau Pangeran Panjunan dan cicit dari Syekh Datuk Kahfi, seorang ulama keturunan Arab Hadramaut yang berasal dari Mekkah. Pangeran Santri menikah dengan Ratu Pucuk Umun dikaruniai putra enam orang anak, yaitu :

Putra-putriSunting

Pangeran Angkawijaya (yang tekenal dengan gelar Prabu Geusan Ulun)


Kiyai Rangga Haji, yang mengalahkan Aria Kuda Panjalu ti Narimbang, supaya memeluk agama Islam.


Kiyai Demang Watang di Walakung.


Santowaan Wirakusumah, yang keturunannya berada di Pagaden dan Pamanukan, Subang.


Santowaan Cikeruh.


Santowaan Awiluar.


Ratu Pucuk Umun dimakamkan di Gunung Ciung Pasarean Gede di Kota Sumedang.

SilsilahSunting

Nabi Muhammad SAW


Sayyidah Fatimah Az-Zahra


Sayyid Husain Asy-Syahid


Sayyid 'Ali Zainal 'Abidin


Sayyid Muhammad al-Baqir


Sayyid Ja'far ash-Shadiq


Sayyid Ali Al-Uraidhi


Sayyid Muhammad An-Naqib


Sayyid 'Isa Naqib Ar-Rumi


Sayyid Ahmad al-Muhajir


Sayyid Al-Imam 'Ubaidillah


Sayyid Alawi Awwal


Sayyid Muhammad Sohibus Saumi'ah


Sayyid Alawi Ats-Tsani


Sayyid Ali Kholi' Qosim


Sayyid Muhammad Sohib Mirbath


Sayyid Alawi Ammil Faqih


Sayyid Amir 'Abdul Malik Al-Muhajir Azmatkhan


Sayyid Abdullah Azmatkhan


Abdul Kadir


Maulana Isa


Datuk Ahmad


Syekh Datuk Kahfi / Syekh Nurjati / Syekh Nurul Jati .


Pangeran Panjunan / Syekh Maulana Abdurahman (Sunan Panjunan)


Pangeran Pamelekaran / Pangeran Muhammad


Pangeran Santri / Pangeran Koesoemadinata I


Lihat pulaSunting

Kerajaan Galuh


Kerajaan Pajajaran


Kerajaan Sumedang Larang


Referensi

Terakhir disunting 2 bulan yang lalu oleh Sofiamaulahela

HALAMAN TERKAIT

Kerajaan Sumedang Larang

nama raden walang sungsang


Pangeran Panjunan


Pangeran Pamelekaran


Konten tersedia di bawah CC BY-SA 3.0 kecuali dinyatakan lain.

Privasi


Tampilan PC


Datuk Kahfi


Datuk Kahfi


Syekh Datuk Kahfi (dikenal juga dengan nama Syekh Idhofi atau Syekh Nurul Jati atau Syekh Nurjati atau Syekh Nurijati atau Syekh Datuk Barul atau Syekh Datuk Iman atau Syekh Dulyamin) adalah tokoh penyebar Islam di wilayah yang sekarang dikenal dengan Cirebon dan leluhur dari Pembesar Sumedang.

Dia pertama kali menyebarkan ajaran Islam di daerah Amparan Jati. Syekh Datuk Kahfi merupakan buyut dari Pangeran Santri (Ki Gedeng Sumedang), penerus penguasa di Kerajaan Sumedang LarangJawa Barat, dan putera dari Syekh Datuk Ahmad. Ia juga merupakan keturunan dari Amir Abdullah Khan.

Datuk Kahfi adalah tokoh perintis dakwah Islam di wilayah Cirebon. Ia menggunakan nama Syekh Nurjati pada saat berdakwah di Giri Amparan Jati, yang lebih terkenal dengan nama Gunung Jati, sebuah bukit kecil dari dua bukit, yang berjarak + 5 km sebelah utara kota Cirebon, tepatnya di desa Astana Kecamatan Gunung Jati Kabupaten Cirebon.[1][2]

Sebelumnya Syekh Nurjati dikenal dengan nama Syekh Datuk Kahfi atau Maulana Idhofi Mahdi. Secara kronologis singkat, Syekh Nurjati lahir di Semenanjung Malaka. Setelah berusia dewasa muda pergi ke Mekah untuk menuntut ilmu dan berhaji. Syekh Nurjati pergi ke Bagdad dan menemukan jodohnya dengan Syarifah Halimah serta mempunyai putra- putri. Dari Bagdad ia pergi berdakwah sampai di Pesambangan, bagian dari Nagari Singapura (sekarang Desa Mertasinga, Kabupaten Cirebon). Ia wafat dan dimakamkan di Giri Amparan Jati.[1][2]

Cerita tentang Syekh Nurjati dijumpai dalam naskah-naskah tradisi Cirebon yang merupakan bukti sekunder. Naskah-naskah tersebut berbentuk prosa, diantaranya : Carita Purwaka Caruban Nagari, Babad Tanah Sunda dan Sejarah Cirebon. Serta naskah yang berbentuk tembang di antaranya Carub Kanda, Babad Cirebon, Babad Cerbon terbitan S.Z. Hadisutjipto, Wawacan Sunan Gunung Jati, Naskah Mertasinga, Naskah Kuningan dan Naskah Pulasaren. Dari sekian banyak naskah hanya naskah Babad Cirebon terbitan Brandes saja yang tidak memuat tentang Syekh Nurjati. Sedangkan naskah tertua yang menulis tentang Syekh Nurjati dibuat oleh Arya Cerbon pada tahun 1706 M.[1][2]

Menemukan JodohnyaSunting

Setelah Syekh Datuk Kahfi menuntut ilmu di Mekah, Syekh Nurjati mencoba mengamalkan ilmu yang diperoleh dengan mengajarkannya di wilayah Bagdad. Di Bagdad Syekh Nurjati menikah dengan Syarifah Halimah, putri dari Ali Nurul Alim putra dari Jamaluddin Akbar al-Husaini dari Kamboja, yang merupakan putra dari Ahmad Shah Jalaludin, putra Amir Abdullah Khanudin. Jadi, Syekh Nurjati menikah dengan saudara secicit.

Dari pernikahan tersebut, mereka dikaruniai empat orang anak, yakni :

Syekh Abdurakhman yang kelak di Cirebon bergelar Pangeran Panjunan(ayah Pangeran Tubagus Angke, dan Pangeran Pamelekaran kakek Pangeran Santri),


Syekh Abdurakhim (kelak bergelar Pangeran Kejaksan),


Fatimah (yang bergelar Syarifah Bagdad menikah dengan Syarif Hidayatullah atau Sunan Gunung Jati), dan


Syekh Datul Khafid (kadang-kadang disebut juga sebagai Syekh Datul Kahfi, sehingga membuat rancu dengan sosok ayahnya yaitu Syekh Datuk Kahfi, atau Syekh Nurjati di beberapa manuskrip yang lebih muda umurnya, contohnya Babad Cirebon Keraton Kasepuhan).


Keempat anak tersebut dijamin nafkahnya oleh kakak Syarifah Halimah, Syarif Sulaiman yang menjadi raja di Bagdad. Syarif Sulaiman menjadi raja di Bagdad karena menikahi putri mahkota raja Bagdad.

Keterkaitan Syekh Quro dengan Syekh NurjatiSunting

Syekh Quro merupakan utusan Raja Campa. Secara geneologis, Syekh Quro dan Syekh Nurjati adalah sama-sama saudara seketurunan dari Amir Abdullah Khanudin generasi keempat. Syekh Quro datang terlebih dahulu ke Amparan bersama rombongan dari angkatan laut Cina dari Dinasti Ming yang ketiga dengan Kaisarnya, Yung Lo (Kaisar Cheng-tu). Armada angkatan laut tersebut dipimpin oleh Laksamana Cheng Ho alias Sam Po Tay Kam. Mereka mendarat di Muara Jati pada tahun 1416 M. Mereka semua telah masuk Islam. Armada tersebut hendak melakukan perjalanan melawat ke Majapahit dalam rangka menjalin persahabatan. Ketika armada tersebut sampai di Pura KarawangSyekh Quro (Syekh Hasanudin) beserta pengiringnya turun. Syekh Quro pada akhirnya tinggal dan menyebarkan ajaran agama Islam di Karawang. Kedua tokoh ini dipandang sebagai tokoh yang mengajarkan Islam secara formal yang pertama kali di Jawa Barat. Syekh Quro di Karawang dan Syekh Nurjati di Cirebon. Ketika armada Cheng Ho singgah di Pura Karawang, Syekh Quro dan pengiringnya turun, di antara pengiringnya adalah putranya yang bernama Syekh Bentong alias Kiyai Bah Tong alias Tan Go Wat.

Keharmonisan dakwah antara Cirebon dan KarawangSunting

Cucu Syekh Ahmad dari Nyi Mas Kedaton, bernama Musanudin. Kelak Musanudin menjadi lebai di Cirebon, memimpin Masjid Agung Sang Cipta Rasa pada masa pemerintahan Susuhunan Jati (Sunan Gunung Jati). Sedang Syekh Ahmad merupakan anak dari Syekh Quro dengan Ratna Sondari, putri Ki Gedeng Karawang.


Puteri Karawang memberikan sumbangan hartanya untuk mendirikan sebuah masjid di Gunung Sembung (Nur Giri Cipta Rengga) yang bernama Masjid Dog Jumeneng/ Masjid Sang Saka Ratu, yang sampai sekarang masih digunakan dan terawat baik.


Pengangkatan juru kunci di situs makam Syekh Quro dikuatkan oleh pihak Keraton Kanoman Cirebon.


Pangeran Walangsungsang dan Nyi Mas Ratu RarasantangSunting

Di kampung Pesambangan, Syekh Nurjati melakukan dakwah Islam. Karena menggunakan cara yang bijaksana dan penuh khidmat dalam mengajarkan agama Islam, maka dalam waktu relatif singkat pengikutnya semakin banyak, hingga akhirnya pengguronkedatangan Pangeran Walangsungsang beserta istrinya Nyi Indang Geulis/ Endang Ayu dan adiknya, Nyi Mas Ratu Rarasantang yang bermaksud ingin mempelajari agama Islam.

Mereka adalah cucu dari syahbandar pelabuhan Muara Jati dari jalur ibunya. Kedatangan mereka ke Gunung Jati di samping melaksanakan perintah ibundanya sebelum meninggal, juga bermaksud sungkem kepada eyangnya Ki Gedeng Tapa. Kepergian mereka ke Pangguron Gunung Jati tanpa seizin ayah mereka, Prabu Siliwangi. Karena Prabu Siliwangi kembali memeluk agama Budha setelah Nyi Subang Larang meninggal dunia. Tetapi kedua putra-putrinya itu sudah dididik dan diberi petunjuk oleh almarhum ibunya agar memperdalam agama Islam di Pangguron Gunung Jati. Akhirnya mereka pun menuntut ilmu dan memperdalam agama Islam, menjadi santri Syekh Nurjati di Pesambangan Jati. Pada saat mereka bertiga diterima menjadi santri baru, Syekh Nurjati berdoa,  “ Wahai Tuhan kami, jadikanlah kami orang-orang yang menghidupkan agama Islam mulai hari ini hingga hari kemudian dengan selamat. Amin.”

Di antaramurid-muridnya, murid yang tercatat sangat cerdas adalah Pangeran Walangsungsang dan Nyi Mas Ratu Rarasantang. Walaupun keduanya telah menjadi muslim sejak kecil, dan belajar ke Syekh Quro, tetapi ketika datang ke pesantren Syekh Nurjati keduanya dan Nyi Indang Geulis (istri Pangeran Walangsungsang), tetap diminta kembali mengucapkan kedua kalimah syahadat. Syekh Nurjati memberi pelajaran kepada mereka mulai dari yang sangat dasar (rukun Islam), tentang pelajaran tauhid sebagai dasar fondasi keimanan. Mengapa Syekh Nurjati melakukan metode pengajaran seperti kepada orang yang baru mengenal ajaran dasar Islam? Menururt Besta Basuki Kertawibawa, kemungkinan ada keraguan pada Syekh Nurjati terhadap kadar keimanan dan pengetahuan ketiganya tentang agama Islam. Hal ini dikarenakan Pangeran Walangsungsang dan Nyi Mas Ratu Rara Santang adalah putra-putri dari Raja Pajajaran yang beragama Hindu - Budha. Selain itu, pengalaman mereka tentang agama Islam masih dalam tahapan pemula. 

Hubungan keluarga dengan Syekh Siti Jenar dan Adipati KuninganSunting

Syekh Nurjati ketika lahir dikenal dengan nama Syekh Datuk Kahfi, putra dari Syekh Datuk Ahmad, seorang ulama besar. Syekh Datuk Ahmad putra dari Maulana Isa, yang juga seorang tokoh agama yang berpengaruh pada jamannya. Syekh Datuk Ahmad mempunyai adik yang bernama Syekh Datuk Sholeh, ayahanda dari Syekh Siti Jenar (Abjul Jalil). 

Syekh Datuk Kahfi memiliki dua orang adik, yaitu laki-laki Syekh Bayanullah atau Syekh Maulana Akbar yang mempunyai pondok di Mekah, yang kemudian mengikuti jejak kakaknya berdakwah di Cirebon, Syekh Bayanullah memiliki putra Syekh Maulana Arifin menikah dengan Nyai Ratu Selawati dari pernikahannya dikaruniai putri Nyi Mas Kencanawati yang menikah dengan Adipati Kuningan putra Ki Gedeng Luragung (seorang kepala daerah di Luragung) yang masih saudara sepupu Nyai Ratu Selawati (putri Pangeran Surawisesa cucu Prabu Siliwangi).

Dan seorang adik Syekh Datuk Kahfi wanitanya menikah dengan Raja Upih Malaka. Lalu dari perkawinan tersebut lahir lah seorang putri yang kelak menikah dengan Dipati Unus dari Demak.

SilsilahSunting

Di bawah ini merupakan silsilah Syekh Datuk Kahfi yang bersambung dengan Sayyid Alawi bin Muhammad Sohib Mirbath hingga Ahmad al-Muhajir bin Isa ar-Rumi (HadramautYaman) dan seterusnya hingga Imam Husain, cucu Nabi Muhammad SAW.

Nabi Muhammad SAW, berputeri

Sayidah Fatimah az-Zahra manikah dengan Imam Ali bin Abi Thalib, berputera


Imam Husain a.s, berputera


Imam Ali Zainal Abidin, berputera


Muhammad al-Baqir, berputera


Imam Ja'far ash-Shadiq, berputera


Ali al-Uraidhi, berputera


Muhammad al-Naqib, berputera


Isa al-Rumi, berputera


Ahmad al-Muhajir, berputera


Ubaidillah, berputera


Alawi, berputera


Muhammad, berputera


Alawi, berputera


Ali Khali' Qosam, berputera


Muhammad Shahib Mirbath, berputera


Sayid Alwi, berputera


Sayid Abdul Malik, berputera


Sayid Amir Abdullah Khan (Azamat Khan), berputera


Sayid Abdul Kadir, berputera


Maulana Isa, berputera


Syekh Datuk Ahmad, berputera


Syekh Datuk Kahfi


Sebagai guru

Lihat PulaSunting

Syekh Datuk Kahfi


Sunan Gunung Djati


Catatan kakiSunting

^ a b c (Indonesia) Biografi Syekh Nurjati"www.iaincirebon.ac.id". Diakses tanggal 12-04-12.


^ a b c (Indonesia) Syekh Nurjati Mahaguru dari Cirebon"www.koran.republika.co.id". Diakses tanggal 12-04-12.


ReferensiSunting

Biografi Syekh Nurjati Situs resmi IAIN Nurijati Cirebon


para santri dan sejarah cirebon yang terlupakan


Silsilah Pangeran Santri Koesoemadinata


Arkeologi Islam Nusantara Oleh Uka Tjandrasasmita


Untold Story Syekh Nurjati oleh Dodi Nurdjaja


Sejarah Kuningan oleh Adiyta guru SMA Negeri 1 Kuningan


Asy Seikh Datul Kahfi / Syekh Nurjati / Maulana Idhofi Mahdi


Biografi Syekh Nurjati H. R. Bambang Irianto, BA dan Dra. Siti Fatimah, M.hum. 2009. Syekh Nurjati (Syekh Datul Kahfi) perintis Dakwah dan Pendidikan. Cirebon : Zulfana Cierbon


Pranala luar

Lihat riwayat suntingan halaman ini.

HALAMAN TERKAIT

Qurotul Ain


Pangeran Panjunan


Tan Go Wat


Konten tersedia di bawah CC BY-SA 3.0 kecuali dinyatakan lain.

Privasi


Tampilan PC